Kekawin Ramayana termasuk dalam kidung Sekar Agung, sebuah kidung
yang menggambarkan Genius Local Wisdom dimana para leluhur kita
menguraikan petuah mengenai kepemimpinan. Kekawin Ramayana berisi ajaran
Sri Rama
mengenai kepemimpinan kepada Bharata, dalam Pupuh/wirama
Wangsastha.
Prihen temen dharma dumaranang sarat
saraga Sang sadhu sireka tutana
tan artha tan kama pidonya tan yasa
ya sakti sang sajjana dharma raksaka
Tegakkan slalu dharma dalam kehidupan di dunia
Orang-orang bijaksana hendaknya dijadikan panutan
bukan harta, nafsu atau kemasyuran
keberhasilan yang sungguh bijak adalah karena mampu memahami hakekat dharma
Dalam
catur Purusa artha disebutkan tujuan hidup adalah Dharma, Artha, Kama,
Moksha. Dharma adalah sarana untuk mencapai Artha, Kama dan Moksa. Dalam
upaya memimpin juga membutuhkan sarana seperti harta, usaha
keras / kama dan tujuan atau goal. Tapi tetap dalam jalur
Dharma. Dharma dalam hal ini diartikan sebagai Agama.
Sebagai pemimpin tidak baik sombong dan mementingkan diri sendiri, peka
pada suara hati rakyat luas. Memperjuangkan kepentingan rakyat. Mengutamakan
kesejahteraan rakyat yang dipimpin. Selalu belajar, terus meningkatkan diri seiring dengan
persiangan yang semakin tajam. Mau menerima pendapat dan kritikan dari
sang bijaksana/ profesional, dan menjadikan masukan para bijaksana ini
sebagai kebijakan negara.
Keberhasilan seorang bijaksana / seorang Profesional adalah karena
mereka paham benar akan dharmanya. dharma dalam hal ini berarti
kewajiban / bidangnya. Dalam budaya bali, ada sebuah nilai yang disebut “puputan”, artinya
sampai selesai/mati. Untuk masa saat ini semangat ini bisa diarahkan
untuk mengoptimalkan potensi diri (taksu) sampai pada titik maksimum
yang mampu dieksplorasi. Sehingga setiap insan bisa memberikan
kontribusi yang bermakna bagi kehidupan di dunia ini.
http://singaraja.wordpress.com/2008/11/18/leadership-dalam-kekawin-ramayana/
Berbicara mengenai kebenaran
tidak dapat diukur dengan standar norma sama antara satu orang dengan orang lainnya, satu daerah dengan
daerah lainnya. Perbedaan ukuran ini disebabkan oleh pandangan hidup kolektif yang dianggap
baik dan benar dalam suatu masyarakat tertentu, tidak sepenuhnya dapat
dianggap baik dan benar pada masyarakat lainnya.
Salah dan benar, keliru dan pantas menurut ajaran agama Hindu sesuai hukum Rta akan mempertimbangkan dunia dan alam sunya (Sekala-Niskala), sebab agama Hindu memandang kehidupan terjadi pada dua tempat yakni kehidupan yang tidak kekal terjadi di dunia ini, dan kehidupan kekal di alam sunya yang disebut Moksa atau mukti yaitu bersatunya Atman dengan Brahman.
Secara hirarki hukum Hindu ditegaskan dalam kitab Manawa Dharma Sastra II.6 sebagai berikut:
Idhanim dharma pramananyaha
Wedo khilo dharma mulam
Smrticile ca tadwaidam
Acarascaiwa sadhunam
Atmanastutir ewaca
Artinya:
Seluruh pustaka suci weda adalah sumber pertama dari dharma, kemudian adat istiadat, lalu tingkah laku yang terpuji dari orang budiman yang mendalami pustaka suci weda, juga tata cara peri-kehidupan orang suci, dan akhirnya kepuasan diri pribadi.
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1486&Itemid=81
Bagus, isinya singkat padat dan bermakna
BalasHapus