Berpuluh tahun
menggelar kegiatan Ubud Writers and Readers Festival, telah memperlihatkan
sinergi berbagai pihak dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Bukan berarti di
dalamnya tidak terdapat pertarungan kekuasaan, pergulatan perjalanan panjang
dari penyusunan perencanaan, operasional kegiatan yang menyita perhatian, serta
evaluasi tindakan yang berulangkali dilakukan, agar dapat dijadikan pelajaran
dan pengalaman mengurangi kegagalan atau kekecewaan berbagai pihak.
Tidak ada gading yang
tidak retak, inilah perwujudan kolaborasi dunia seni dan budaya, harmoni di
antara penguasa dan pengusaha, pencipta dan pemelihara seni itu sendiri,
penerus serta penikmat seni yang akan menghadirkannya lagi, kembali dan
kembali, dalam berbagai ruang dan waktu. Sehingga akan senantiasa lahir berjuta
karya seni, ribuan kegiatan terkait budaya, tidak hanya Ubud Writers and
Readers Festival, tidak hanya di Ubud, berwujud pencipta karya, pelestari
budaya, pengembang budaya, pencinta dan penikmat budaya, penutur dan penjual budaya,
yang mampu mengemas budaya sedemikian menarik, mengikuti selera jaman, tanpa
mengabaikan spirit maupun taksu dari budaya itu sendiri.
Pembelajaran dan
pengalaman sekian lama akan membuat berbagai pihak kian dewasa dan bijak dalam
penyelenggaraan berbagai event selanjutnya. Bagaimana partisipasi masyarakat
setempat dalam perencanaan awal harus didukung penuh oleh jaringan komunikasi
dan teknologi informasi yang baik dengan berbagai pihak. Kesiapan sumber daya
manusia dalam melestarikan unsur-unsur budaya local genius wisdom, mengembangkan dengan selera kekinian yang
disertai upaya mengemas berbagai paket menarik, banyaknya alternatif pilihan
kegiatan tanpa mengurangi fokus dan makna dari kegiatan itu sendiri. Hal ini
yang membuat Ubud Writers and Readers Festival mampu bertahan hingga tahun ke
16 dari kegiatan mereka, dan dengan tekad serta harapan masih akan terus
berjalan hingga ber puluh tahun lamanya.
Dunia Baca Tulis tidak
hanya terkait dengan puisi dan novel absurd belaka, di sekelilingnya juga
terdapat budaya, kecanggihan teknologi, jejaring pemasaran dan penjualan,
interaksi yang terjalin, pada kalangan wisatawan, generasi berbeda dengan arus
genre bermacam pula, kajian sejarah sastra se kaliber dunia, wisata alam yang
menaungi, pengenalan beragam topik bahasan sebagai pelampiasan hasrat dan
semangat jiwa yang ingin tersalurkan. Maka, inilah implikasi Ubud Writers and
Readers dalam hajatan yang melibatkan berpuluh negara, lebih dari 30 negara
yang ada di dunia, baik penguasa maupun pengusaha negara tersebut, sastrawan,
budayawan, ilmuwan, kaum teknokrat.
Seperti yang
dikemukakan oleh Laksmi Pamuntjak sang koki dan juga penulis beberapa buku
terkenal, yang akan berulang tahun ke 49 bulan Desember ini. Dia menyampaikan
bahwa ajang diskusi seni dan budaya semacam ini akan membuat kita semakin
terbuka, semakin termotivasi untuk berkarya secara kreatif, berpikir yang out
of the box, siap terhadap kritikan orang lain.
Chef ternama, Bara
Raoul Pattiradjawane (55 th), menjelaskan bahwa terdapat banyak konsep dan ide
yang ada pada setiap buah karya manusia, entah itu makanan, filosofi yang
terkandung di dalamnya. Berbagai daerah memiliki kearifan lokal masing-masing,
setiap orang memiliki keunikan sendiri, dan disaat mereka bertemu, mungkin saja
terjadi benturan, ketidakcocokan. Ubud Writers and Readers Festival ini mempertemukan
banyak pihak dalam serangkaian diskusi berkepanjangan, dengan didukung berbagai
riset yang memadai, membuka ruang pameran untuk berkarya dan menyajikan produk masing-masing akan membawa kita semua
pada beragam informasi terkini yang sifatnya lintas budaya.
Maka, jadilah diskusi
berkepanjangan kami mengenai perjalanan sejarah, saksi hidup dan perjuangan
mereka dalam beragam buah karya, entah itu berupa cinema, film screening,
beragam asesoris dari berbagai komunitas masyarakat dan budaya, art culinary,
art exhibition, art performance, para jurnalis, kaum muda dan juga lansia,
kanak-kanak, para pencinta seni dan kaum budayawan, para kritikus hingga para
penjaja atau pengusaha jitu bertemu menjadi satu. Lima hari terlalu singkat,
namun memiliki kesan mendalam, mampu menjadi ajang interaksi berkepanjangan,
bagi sebuah peluang melahirkan banyak rencana ke depannya, terkait sastra,
seni, desain dan pertunjukan.
Stigma dimana festival
mampu menjadi ajang yang tidak hanya sekedar workshop, diskusi panel dan ruang
ekspresi karya seni ini yang dibangun oleh Ubud Writers and Readers Festival.
Namun juga membangun persahabatan, mengembangkan jejaring komunikasi, membentuk
persaudaraan, melahirkan kritik yang membangun, saling memotivasi satu sama
lain dalam melahirkan banyak karya kreatif dan produktif. Suatu destinasi yang fantastik
dan berlangsung secara terus menerus dalam membangun kepedulian kita bersama
terhadap lingkungan juga masyarakat yang ada di sekelilingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar