Drawing on Tradition, Art Exhibition at ARMA Museum,
Pengosekan, Ubud, on Tuesday, 25th June 2019.
Tidak mudah
mengumpulkan berbagai orang dari berbagai latar belakang, baik pendidikan,
pengalaman, ketrampilan, minat. Dan, ini yang sering menjadi dinamika penentu
keberhasilan sebuah penyelenggaraan suatu kegiatan, seperti pameran seni lukis.
Mengumpulkan para
seniman, pengusaha, penikmat seni, memilih produk seni yang layak ditampilkan,
menganalisis pasar pencinta seni yang tepat, membangkitkan atmosphere budaya
yang tepat dalam rangkaian pameran seni…. Semua ini membutuhkan kejelian
analisis, yang teruji berkali berhasil ditangani dengan baik oleh Wayan Donald,
Kurator sekaligus Event Organizer Pameran Seni.
“Saya mencoba
membuatnya menjadi indah, sebuah tampilan dengan kemasan apik serta menarik,
baik bagi seniman yang inginkan tampilan terbaik dari hasil kreativitasnya,
juga bagi setiap orang yang menikmati karya seni tersebut”. Ujar beliau.
Anak Agung Gede Rai
selaku pemilik ARMA Museum mengemukakan bahwa setiap orang bertanggungjawab
terhadap keberlangsungan budaya, setidaknya, di lingkungan dimana dia berada.
Dan hal ini yang ingin diperlihatkan oleh beliau, memberi kesempatan seluasnya
bagi sebanyak mungkin seniman, untuk mengekspresikan diri melalui beragam karya
cipta seninya. “Belilah karya seni seniman kita, koleksi sebanyak mungkin hasil
cipta mereka, setidaknya, memperlihatkan apresiasi di setiap karya yang ada,
jika kita ingin peduli bagi perkembangan budaya, khususnya seni, yang ada
disini”. Ujar beliau.
Dan, kali ini terdapat enam
perupa seni yang beradu karya di sini, dengan segala karya yang mencerminkan
kreativitas seni mereka, dalam upaya mewujudkan tradisi di dalam seni, juga
karya seni dengan segala simbol tradisi yang membalut karya mereka. Ada I Made
Suartama (Bijal), juga I Made Sugiada (Anduk), I Nyoman Sukariana (PMan), I
Nyoman Suyadnya, I Gede Sukarya, Dewa Gede Agung Astika Yasa….
Dunia seni tanpa
kritisi akan sepi tanpa kreativitas yang teruji dan terbukti di mata para
pencintanya. Maka para seniman dituntut terbuka atas segenap masukan, baik dari
orang yang sudah dikenal, paham akan seni, bahkan masyarakat yang tidak sepakat
atas karya seni tersebut. Dinamika pergulatan ini akan menjadi bahan masukan
positif bagi sang seniman untuk berkontemplasi dalam dunia yang terus bergulir,
berlari, berrefleksi demi kreativitas dan improvisasi sang seniman itu sendiri
kelak, di masa yang akan datang. Teruslah berkarya, wahai sang seniman muda,
teruslah bergejolak menggelorakan setiap karya mu, karena seniman tanpa karya
bagai manusia tanpa nyawa, tanpa taksu, yang merupakan spirit seni …..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar