Ada yang menarik saat terselenggaranya
World Conference on Creative Economy, 6 – 8 November 2018 kemarin. Meski tidak
berlangsung pada satu gedung yang sama, namun terdapat pula Pameran Seni di Art
Bali – Bali Collection, ITDC. Dengan tim kurator Rifky Effendy dan Ignatia Nilu
bagi pameran ini, inilah pameran seni kontemporer yang menyajikan alternatif destinasi
bagi par partisipan WCCE 2018, bahkan wisatawan lokal maupun turis mancanegara.
Pameran ini menghadirkan
berbagai tipe karya seni, termasuk instalasi, lukisan, karya interaktif, fotografi,
dan perfilman dari berbagai seniman yang diseleksi berdasar kriteria pengalaman
nya pada dunia seni, pengabdian dan sumbangsih terhadap seni dan budaya, dan
kontribusi dalam perkembangan dinamika seni visual kontemporer, baik di
Indonesia juga di dunia.
Bertemakan “Beyond The
Myths”, Pameran Internasional ini merupakan salah satu bentuk dukungan Badan
Ekonomi Kreatif Indonesia bagi dunia ekonomi kreatif Indonesia, khususnya
terkait seni dan budaya. Pameran ini juga dipersembahkan bagi seluruh
partisipan yang mengikuti rangkaian aktivitas IMF – World Bank Meeting 2018,
yang diselenggarakan pada hari Senin hingga Minggu, tanggal 8 – 14 Oktober, dan
World Conference on Economic Creative 2018, yang diselenggarkan pada hari
Selasa sampai Kamis, tanggal 6 – 8 November 2018.
Bayangkan saja.
Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank)
yang diselenggarakan di Bali ini diikuti oleh lebih dari 20.000 peserta yang
berasal dari 189 negara di seluruh dunia. Mereka hadir tidak hanya di seputran
kawasan ITDC atau Nusa Dua, namun berkunjung ke berbagai daerah di Bali, bahkan,
hingga ke Lombok, lokasi pengungsian korban gempa. Contohnya, Direktur IMF,
Christin Lagarde, Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri
Keuangan, Sri Mulyani, yang berkunjung ke Lombok Barat, dan langsung diterima
oleh Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Senin, 8 Oktober 2018. (https://regional.kompas.com/read/2018/10/09/17405851/5-fakta-acara-pertemuan-imf-world-bank-di-bali-ubi-goreng-hingga).
Dari 20.000 partisipan
IMF, Bank Dunia, tercatat ratusan peserta per harinya, yang mengunjungi pameran
Art Bali yang terletak di Bali Collection ini. Demikian pula hal nya di saat
pelaksanaan World Conference on Creative Economi. Para peserta disediakan
transportasi khusus berupa shuttle bus, dari dan ke Art Bali – Bali Collection,
untuk menikmati beragam karya seni berkualitas yang ditampilkan di Gedung ini.
Jelas ini merupakan suatu promosi terkait seni dan budaya, bagi seniman pembuatnya,
bagi Bali, bagi Indonesia. Diatas itu semua, mengembangkan jiwa kreatif dalam
berkesenian, juga kreatif dalam berpendapat terhadap produk seni serta budaya,
sehingga masyarakat semakin dinamis dalam seni dan budaya.
Pembukaan Art Bali 2018
Contemporary Art Exhibition bertajuk “Beyond The Myths” sekaligus sebagai
penanda dan inaugurai mulai beroperasinya bangunan seluas 1000 m2, yang bisa
dipergunakan, tidak hanya indoor, namun juga outdoor, diperuntukkan seluasnya
bagi kreativitas seniman dengan berbagai bidang ilmu dan kompetensi serta
aliran seni. Disini bisa termuat karya seni, produk budaya, dan berbagai
industri kreatif lain, mulai instalasi, seni ukir patung, media seni, mulai dari
10 Oktober hingga 9 November 2018.
Pameran “Beyond The
Myths” ini menampilkan hasil karya 39 seniman dari berbagai usia dan disiplin
ilmu seni dan budaya, seperti Nu – Abstract (Gede Mahendra Yasa, Kemalezedine,
Ketut Moniarta, Dewaa Ngakan Ardana, Agus Saputra, Putu Bonuz), Adi Panuntun,
Agan Harahap, Agung mangu Putra, Agus Sewage, Arin Dwihartanto Sunaryoo, Ashley
Bickerton, Chusin Setiaadikara, I Made Wianta, Dipo Andy, Eddy Prabandono, Eko
Nugroho, Entang Wiharso, Filippo Sciascia, Galam Zulkifli, Handiwirman Saputra,
Heri Dono, I Made Djirna, I Made Widya Diputrra, I Made Wiguna Valasara, I
Nyoman Erawan, I Waayan Upadana, Joko Dwi Avianto, Jompet Kuswidananto, Mella
Jaarsma, Nasirun, Pande Ketut Taman, Samsul Arifin. Mereka dianggap sebagai
wakil perlambang kemajuan senirupa Indonesia dan mancanegara di Art Bali – Bali
Collection, ITDC Nusa Dua Bali.
Art Bali CEO and Founder,
Heri Pemad, saat konferensi pers jelang pembukaan dan peresmian Gedung ini
mengemukakan bahwa “Melalui Art Bali, kita ingin memperlihatkan pada dunia
bahwa kita secara intensif, terus menerus, berkomitmen, dalam membangun,
membina, dan mengembangkan ekosistem terkait seni budaya, khususnya di Bali.
Dan, Art Bali adalah merupakan sebuah ruang bangun seni terbaru, bertujuan
membuat masyarakat dapat menikmati seni, mencintai seni, dan berbahagia karena
seni”. Oh ya. Heri Pemad juga merupakan Pendiri dan Pemillik dari Art Jogja.
Hal ini sekaligus memperlihatkan konsistensi dukungan beliau yang begitu
mendalam bagi dunia seni dan budaya nusantara, serta dinamika budaya agar tetap
menggeliat di tengah masyaarakat, ikut memberikan sumbangsih bagi pemahaman dan
penghargaan masyarakat bagi budayawan, khususnya seniman Indonesia.
Agung Mangu Putra
dengan karya lukisan Puputan Badung: The Fall of Kingdom yang dihasilkannya
tahun 2015 menguraikan seni kreatif nya berupa lukisan atas peristiwa
bersejarah tahun 1906, Puputan Badung. Keluarganya termasuk korban peristiwa
tersebut, sebagai pertanda penolakan pendudukn Belanda atas kerajaan Badung
yang membawa kepedihan mendalam. Banyak keluarga kerajaan dibunuh ataau bunuh
diri, dan seluruh kerajaan, Puri Denpasar, dibakar hangus. Agung Mangu Putra
menggambarkan peristiwa tersebut dalam nuansa hitam dan putih, dengan guratan
tegas dan mencolok pada ekspresi orang-orang pada karya seni lukisnya,
Ada pula karya instalasi
yang memperlihatkan Patung Garuda Wisnu Kencana, disertai Uraian mengenai The
Garuda Wisnu Kencana Project Timeline, awal proses karya Nyoman Nuarta ini
semenjak tahun 1990, hingga kemudian tegak berdiri sempurna dan diresmikan pada
tahun 2018. Sungguh, sebuah proses panjang yang dibutuhkan hingga sebuah karya
terselesaikan. Ada pula karya I Made Widya Diputra berjudul “The Tragedy of
Resistance” yang memperlihatkan sosok calon arang, kisah yang berasal dari
Hindu Bali. Karya mutakhir I Made Widya Diputra ini menurut seniman pembuatnya,
tidak semata mencerminkan makna perempuan, bernama Dirah, namun juga sejarah,
mitos dan sensasi terhadap tubuh perempuan, bahkan,cerminan persepsi yang
berlaku di tengah masyarakat, pandangan kritis terhadap situasi sosial, juga isu
politik di Indonesia.
Secara umum, Pameran ini
menggambarkan beragam ide-ide kreatif para seniman kontemporer, dan bagaimana
mereka menuangkan daya imajinatif tersebut menjadi karya yang bisa dinikmati
oleh pencinta seni. Beragam kompetensi yang hadir disini memperlihatkan kita
bebass berinterpretasi, memaknai, memahami karya seni itu sendiri. Bahwa, bagi
kita mungkin terlarang menampilkan area sensitif yang paling pribadi, atau hal
tabu bagi masyarakat, disini justru ditampilkan terbuka, seperti instalasi yang
melibatkan komposisi pakaian dalam pria dan wanita, sosok patung liberty di
beri warna biru, dan tergeletak di bawah, bahkan diberi rantai pula. Namun
bahkan, seniman berhak atas ruang imajinasi dan kreativitas seni mereka pula.
Maka, inilah dunia seni, dunia sosial kita bersama, siapa pun berhak atas
nilai-nilai ekonomi kreatif nya, memaknai, dimaknai, menikmati, dinikmati,
dikritisi, saling mengisi bersama…..
Michael Hangga Wismabrata, Andri Donnal Putera, Akhdi Martin Pratama, Fabian Januarius
Kuwado.
Kompas.comhttps://regional.kompas.com/read/2018/10/09/17405851/5-fakta-acara-pertemuan-imf-world-bank-di-bali-ubi-goreng-hingga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar