Vidyadiva,
Cahaya Perempuan, Gedung Kriya, 4 – 10 November 2018
Melalui
pengabdian kita memperoleh kesucian,
Dengan
kesucian kita memperoleh kemuliaan,
Dengan
kemuliaan kita mendapat kehormatan,
Dan,
Dengan kehormatan kita peroleh kebenaran
(Yayurweda
XIX.30)
Tidak ada jalan mudah meraih kesuksesan.
Sejarah panjang perjalanan hidup manusia
menguraikan, betapa, perempuan memiliki kekuatan besar dan mulia bagi
kebahagiaan keluarga, masyarakat, bahkan suatu Negara.
Ibu Gubernur, Ni Luh Putu Putri Suastini
Koster juga menyatakan, perempuan, sujatinya perlambang dari ibu pertiwi, simbol
dari kesejahteraan umat manusia. Maka, ketangguhan perempuan ini dibutuhkan
untuk diwujudkan, dihargai, dan dilibatkan dalam berbagai aktivitas kehidupan
bersama di tengah masyarakat. Salah satunya, perhatian bagi para perupa
perempuan.
Kali ini merupakan Pameran Kedua yang
diperuntukkan bagi kaum perempuan. Pada tahun 2017, Pameran Serupa bertajuk “Luwih
Utamaning Luh”, bertempat di Gedung Kriya UPT Taman Budaya Bali.
Perjuangan panjang kaum perempuan pada
berbagai ruang dan sendi kehidupan, menyatakan jati diri, salah satunya,
perempuan perupa, dan di Bali bergabung dalam wadah Perempuan Perupa Bali
(PPB). Sungguh tidak mudah, menggapai sinergi indah, dengan organisasi yang
masih belia, karya yang beragam, dengan berbagai banyak ide kreasi. Namun
mereka akan selalu memberikan sumbangsih karya, ikut bertarung dengan gaya unik
masing masing, mencoba berpartisipasi bagi Bali.
Bapak I Made Bakti Wiyasa selaku
kuratorial Pameran menjelaskan
bahwasanya intensitas Perempuan Perupa Bali dalam merintis perhelatan seni dan
budaya sebagai even regular tahunan bagi perempuan sungguh layak untuk
diperjuangkan. Kerja keras kaum perempuan untuk membentuk sebuah organisasi,
merapikan susunan kepengurusan, bersinergi dengan pemerintah, dalam memajukan
kebudayaan, khususnya di bidang seni rupa di Bali, melalui Taman Budaya Bali.
Sungguh suatu hal yang mengagumkan,
karena bahkan, ibu Gubernur berkenan untuk membacakan puisi terkait Ibu
Pertiwi, melantunkan kidung dengan suara indah, menggelegar membahana, membuat
dadaku tersentak, terpesona, bahwa, seorang ibu gubernur begitu indah
membawakan puisi pilihan beliau. Ibu Putri, ibu telah mempesona kami, untuk
tidak malu bergerak berkarya, mengekspresikan jiwa, menyalurkan hasrat,
menyuarakan isi hati, memunculkan buah pikiran kami, dalam berbagai ruang seni
dan budaya….. mulai dari seni geguritan, geguntangan, kidung, lelampah, bahkan,
ditimpali oleh permainan indah biola…… Wow… Puisi, bersinergi indah dengan
kekidung, ditimpali alunan biola….
Karya seni budaya, kuyakini menghaluskan
budi pekerti seseorang, mengakar untuk semakin tangguh berusaha, senantiasa
berkarya secara berkelanjutan, mencerminkan kegelisahan hati yang tak hendak
berhenti dan berakhir hingga disini, layu terkulai lalu mati tanpa bernilai.
Teruslah, wahai perempuan, teruslah tegakkan diri dan berlari, menguntai hasil
karya, memberi arti, bagi Bali, bagi Bumi Pertiwi, karena kita takkan berhenti
berkarya, karena kita takkan mudah ber putus asa, karena kita menjalin rasa
bersambung ceritera, dengan torehan kuas cinta, dengan segala cita….
Pada pameran kali ini, terdapat 20
Perempuan Perupa yang ikut terlibat, dengan 31 karya visual yang dipamerkan,
mencakup karya seni lukisan, seni grafis, dan seni instalasi. Dan sebagai
sebuah wacana dimensi baru dari kalangan Perempuan Perupa Bali, ini menjadi
sarana mediasi berbagai pihak di sekeliling perempuan, bahwa suatu karya tidak
akan pernah terwujud tanpa dukungan moral keluarga, bimbingan dan tuntunan para
guru, para kritikus seni, masyarakat penikmat seni, media massa, juga bantuan
dari berbagai pihak, baik pemerintah, pengusaha, bahkan, orang yang mungkin
tidak terlibat.
Layak disebut sebagai lintas sosial
budaya, lintas disiplin ilmu, Pameran lukisan kali ini berhasil mempertemukan
berbagai Perempuan Perupa Bali seperti Ibu Sri Supriyanti, Mega Sari, Oka
Armini, Ni Nyoman Sani, Ni Ketut Ayu Sriwardani, Satya Cipta, Voni Dewi, Ni
Nyoman Supini, Sri Rahayu, Way Shanty, Ni Putu Eni, Ni Wayan Penawati, Kadek
Heny Sayukti, Ni Wayan Ugi Gayali, Sri Wahyuni, Kurniati Andika, Suryani, Ni
Kadek Novi Sumariani, Ni Putu Suriati, Kadek Winda, Kharisma P. Natsir.
Aku mungkin bukan seorang kritikus seni
baik dan hebat. Namun, melihat beraneka karya seni yang dihadirkan para perupa
perempuan ini, membuat decak kagum berkepanjangan. Seni sungguh bisa
menghasilkan sesuatu yang menggugah selera, indah, marah, galau, bahagia,
sedih, bahkan, termenung ku menangis di satu pojok, memandang lukisan bertajuk “Dayu”.
Ingatanku merantau jauh, ingat ibuku…..
Inilah mereka, yang terus bergulir
bersama, menghasilkan banyak karya, mewujudkan kerjasama, menjalin harmoni
dalam berbagai perbedaan, di kalangan pendidikan, dengan kalangan budayawan,
para tokoh masyarakat, di tengah para pengusaha, dukungan pemerintah, juga
keluarga dan kerabat serta para sahabat dari Perempuan Perupa Bali. Termasuk
dengan merangkai keikutsertaan dari perupa difabel pula, yang tergabung di
dalam Yayasan Bunga Bali…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar