Pagi hari, Jum'at 21 Juni 2013. Aku masih sangat mengantuk, namun seabreg tugas telah menanti. Kubangunkan Adi, kami berencana ke rumah pak Kelian Dinas pagi ini. Kemudian ke Kantor Kelurahan. Lanjut ke Poltabes. Dan terakhir menuju kampus STIKOM.
Kusiapkan beragam berkas yang mungkin kami perlukan, dari Kartu Keluarga, Akte Kelahiran Adi, kami masing-masing mengendarai motor sendiri, karena dia masih harus bertemu dengan beberapa rekan setelah rangkaian acara kami selesai. Yudha masih terlelap di samping bapaknya yang membaca koran pagi, tatkala kami meluncur di jalan raya.
Tiba di rumah bapak Ketut Tananjaya, Kelian Dinas di lingkungan kami, beliau masih terlelap karena kemarin malam bersembahyang melukat di Pura Petitenget bersama keluarga nya. Kusempatkan menyapa anggota keluarga pak Ketut yang berada di halaman rumahnya, sementara aku dan Adi duduk menunggu di bale keluarga. 15 menit kemudian, kami sudah berdiskusi bersama di ruang tamu beliau, dan kuajukan permohonan minta dibuatkan surat pengantar untuk membuat surat keterangan domisili di kantor kelurahan.
Setelah selesai urusan administrasi dengan bapak Kelian Dinas, kami berpamit diri. Tujuan berikutnya, Kantor Kelurahan.....
Di kantor kelurahan yang terletak di jalan Gunung Soputan ini, kutemui ibu Sofie, staf administrasi Kelurahan Padang Sambian Kelod. Dahulu kami bersama mengabdi di PKBM Ki Hajar Dewantara, sebelum dia diangkat menjadi staf di Kelurahan, sedang aku melakukan tugas mengajar sebagai yadnya ku bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan ke pendidikan formal, baik tingkat SD, SMP, dan juga SMA.
Kujelaskan pada bu Sofie, untuk mengurus Surat Keterangan Domisili bagi Adi, sekaligus permohonan pengajuan pembuatan Kartu Tanda Penduduk, dan juga Surat Ijin Mengemudi. Wayan Adi Pratama, putra sulungku ini, baru akan berulang tahun ke 17 pada tanggal 1 Juli 2013 nanti. Dia lahir tepat pada hari Bhayangkara, hari ulang tahun POLRI. Jadi selama ini dia mengendarai motor dengan tanpa memiliki SIM.
Kami duduk bersama di ruang tersebut, berbincang bersama sambil menunggu kedatangan bapak lurah, Nyoman Sutarka, untuk menandatangai surat kami. Anak perempuan bu Sofie adalah muridku pula di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Dia mengambil program kelas sore. Tak berapa lama kemudian, bapak lurah tiba, kami dapatkan surat yang kami inginkan, dan kembali berangkat. Menuju kantor Poltabes.
Aku lumayan merasa terbantu oleh suami rekan kerjaku, Ibu Srimanis. Suaminya bekerja di kantor Poltabes ini sebagai reserse. Dia yang menghantarkan ku bersama Adi melengkapi berkas pendaftaran pengurusan SKCK, pengambilan sidik jari, dan pendaftaran pembuatan berkas. Satu jam berada di sana, berkas belum juga bisa tuntas, karena pimpinan yang bertanggungjawab menandatangani tidak sedang berada di tempat.
Kami pamit meninggalkan kantor Poltabes untuk berangkat menuju kampus STIKOM. Adi harus melengkapi berkas-berkas pendaftarannya disana untuk mengikuti tes ujian masuk melalui jalur beasiswa. Ada berkas-berkas bukti piagam penghargaan memenangkan kejuaraan yang harus dilampirkan.
Selesai acara hari ini, kami kembali ke rumah. Yudha yang berpamit untuk main futsal dengan teman-temannya belum juga tiba. Padahal aku ingin mengajaknya berbelanja ke supermarket dekat rumah. Waktu menunjukkan pukul 11.30, saat kuhampiri dia ke tempat bermain. Mereka berangkat dengan mengendarai sepeda gayung. Kucari mereka di jalan Marlboro, petugas disana mengatakan tidak ada serombongan anak yang bersepeda dan bermain futsal dari pagi. Kucari mereka di jalan Mahendradatta, petugasnya mengatakan mereka baru saja pulang. Ahhh, kuputuskan untuk berbelanja sendiri. Smakin cepat maka smakin baik pula, bisa segera istirahat bersama keluarga di rumah.
Dua jam berbelanja, dan kembali tiba di rumah. Simbok mengatakan, Yudha belum tiba. Aku mulai waswas. Perasaan cemas melanda. Perlahan kukendarai motor, bertanya pada tetangga di sekeliling rumah, dan kembali berdiam menanti di rumah.
Seorang anak tetangga yang juga ikut bermain futsal mengatakan bahwa sehabis bermain futsal, Yudha dan beberapa rekan mengendarai sepeda menuju pantai Camplung Tanduk. Darahku mendidih...... Pukul dua siang panas terik, mereka sudah letih bermain, tanpa sempat makan siang, tidak mengenakan jaket, mereka berangkat ke pantai. Kucoba menarik nafas panjang, minum air. Dheuh Tuhan.....
Jelang pukul 3 mereka tiba, ber basah-basah an, penuh pasir hingga ke rambut. Kubiarkan dia mandi dan keramas, kemudian kuhampiri dan kugebug habis-habisan......... Saat dia mulai menangis, aku tambah marah. Kujewer telinganya. Simbok menangis menghampiri dan memohon ampun demi Yudha. Aku berjalan ke kamar, berbaring, dan menangis dalam diam. Aku kalap.
Kusuruh Yudha makan, selesai makan, dia berbaring bersama kakaknya, Adi, yang sedang bekerja menyelesaikan pendaftaran secara online di STAN. Dia tertidur pulas, Adi menyelimuti tubuhnya yang lelah setelah bermain seharian.
Sore hari pukul 5, dia bangun, dan menghampiriku takut-takut, minta maaf, dan bertanya, "Ma, boleh Yudha main layangan?". Dheuh..... anakku. Tetaplah seorang anak-anak dengan segala keluguan dan kelucuannya.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar