Masih berkaitan dengan rangkaian acara Ngaben Mertua. Kamis, 10 Mei
2012. Di sore hari, kami bersiap nganyut sekah, ngerorasin, ke pasih.
Dan Laut yang dituju, disepakati, adalah yang berlokasi di Yeh Leh.
Hmmm, daerah Pengeragoan, dekat Bading Kayu.
Ada
beberapa mobil yang dipersiapkan bagi acara ini. Satu mobil pick up
yang dikendarai oleh Bli Ketut Nada. Satu mobil Kijang hitam yang
dikendarai Nengah Muliawan, ponakanku yang polisi. Satu Toyota Fortuner
putih yang dikendarai Kadek Ratmini. Satu mobil kijang biru tua milik
ipar, Nyoman Sumadi. Satu mobil lagi yang dikendarai Komang Dawuh. Juga
satu mobil lainnya. Ibuku, bibi, Dewa Biyang Nyoman Nesi, dan Dewa Kadek
Kokar, bersama mobil APV, akan mengikuti acara ngerorasin, kemudian
langsung kembali ke Tabanan. Adik2 Agus ikut pula menumpang di dalam
mobil tersebut.
Suami
dan anak-anak, bersama beberapa mbok dan beli, naik di mobil pick up,
menikmati udara terbuka malam hari. Tak lupa ku letakkan serta dua jas
hujan di mobil pick up tersebut, buat berjaga-jaga jika turun hujan.
Kegelapan
malam pinggir pantai di daerah Yeh Lebah menyapa kami. Tikar digelar,
pemangku mulai mengawali persembahyangan dalam rangka ngerorasin,
diterangi cahaya sinar senter yang dipegang ponakanku.
Ah
Tuhan...... Betapa kami, para umat Mu, memuja dan memuji Mu,
melestarikan Genius Local Wisdom berupa ngerorasin, dengan harapan agar
atman keluarga terkasih kami bersatu kembali dengan Mu. Dari kesucian,
kembali menjadi kesucian. Dari Nol, kembali menjadi Nol. Lebur, luluh,
jadi satu.
Setelah tuntas acara disini, kami melanjutkan menuju
Griya Pangyangan, mamitang. Hujan turun rintik-rintik, namun tidak
membuat dingin, malah damai terasa tercipta di antara kami semua.
Ida
Ratu Peranda, Lanang Lan Istri, menuntaskan prosesi bagi kami. Malam
kian larut beranjak. Namun niat tuntaskan karya tidak menyurutkan jejak
langkah kami. Hingga akhirnya kami kembali menuju kendaraan yang membawa
kami kembali ke kampung halaman.
Hanya dua mobil yang memutuskan
untuk mengambil rute menembus jalur hutan Jeruk Manis. Yakni mobil yang
dikendarai Komang Dawuh, dan mobil pick up yang kutumpangi dan
dikendarai Bli Ketut Nada. Jalan menanjak curam, jalan rusak
berkerikil, terkadang jurang di kiri atau kanan jalan, hutan sepanjang
10 km lebih, gelap tanpa lampu sama sekali, hujan rintik-rintik yang
turun kian lama kian deras..... Sungguh sebuah uji nyali bagi mereka
yang melalui jalan ini. Beruntung kami memiliki supir dan mobil tangguh
untuk melewatkan jalan ini. Tiba di Desa Dapdap Putih, setelah menembus hutan belantara, dan kembali
melanjutkan perjalanan menuju Asah Badung. Udara dingin malam sehabis hujan membuat kami bersatu dengan alam. Aku merenung. Hmmm, begini ini kah, perjuangan para leluhur kami dahulu dalam menegakkan Dharma??
Astungkara, Hyang Widhi, kami tiba pukul 9 malam. Kembali kami menjejakkan kaki di halaman rumah tua. Hati puas karena berhasil menuntaskan rangkaian kegiatan hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar