Kamis, 05 Oktober 2017

Peduli Kemanusiaan di Hari Kesaktian Pancasila, Minggu 1 Oktober 2017






Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2017. Empati. Terkadang, hanya perlu membiarkan nya mengalir apa adanya. Ini merupakan gerakan spontanitas. Kekuatan dari doa, harapan, kemauan, dan mewujudkannya menjadi nyata. Se kecil apa pun tindakan, sejauh itu positif, aku yakin, Tuhan akan membantu kita semua.



Bersama Pak Wayan, Pak Nyoman Runteg, dan Pak Satria, kami bergerak pukul 8 pagi dari perumahan kami. Tujuan pertama adalah banjar Wangsean, Desa Mulia Kerta, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.



Anak-anak di perumahan telah mengumpulkan sumbangan semenjak minggu lalu. Mereka menyisihkan sebagian uang saku mereka. Ada yang menyumbang Rp 10.000, ada yang Rp 5.000. Mereka juga mengetuk pintu hati para bapak dan ibu yang ada di sana. Ada yang menyumbang ratusan ribu, bahkan hanya Rp 10.000. Yang penting niat kemanusiaan dalam semangat kebersamaan. Akhirnya terkumpul uang sejumlah Rp 2.190.000. Setelah dibelikan sembako dan berbagai peralatan yang akan diberikan bagi para pengungsi, kami berangkat bersama pagi ini.



Tiba pukul 10.30, kami temui perbekel Desa Pekraman Mulia Kerta, bapak Nengah Putu, dan Kepala Desa Mulia Kerta, bapak Wayan Suyasa. Bersama kami, tiba pula berbarengan, beberapa petugas dari RS Bali Mandara, yang akan mngadakan pemeriksaan kesehatan gratis bagi para pengungsi.

Bapak Wayan Suyasa, Kepala Desa Mulia Kerta, menjelaskan bahwa di posko banjar Mulia Kerta ini terdapat 300 pengungsi yang berasal dari Desa Yeh EA (Embah Api),  9 km dari pusat gempa Gunung Agung.



Banjar Wangsean, desa Mulia Kerta, kecamatan Sidemen kabupaten Karangasem.... ratusan kaum pria kembali ke desa di siang hari, berkebun dan mengurus ternak mereka, kaum wanita dan bayi serta balita mereka bertahan di bale banjar, anak usia sekolah melakukan pendidikan di SD juga SMP di depan bale banjar. yang SMA diarahkan ke kota Klungkung. Banyak jejahitan lakar banten yang mereka buat semenjak tiga hari lalu yang laku di jual.... Ketahanan masyarakat desa teruji dan terbukti di sini.....




Kulihat, seorang lelaki tua berjalan perlahan dengan menggunakan tongkat. Istrinya buta, memegang ujung baju sang suami, mengiringi dari belakang. Ah.... cinta akan menguatkan kita bersama, mengarungi biduk rumah tangga, dalam suka dan duka.....

Beberapa ibu duduk bersama anak-anaknya, bercengkerama. Ada beberapa yang sedang menggendong bayinya, kusapa, dan kuberikan masing-masing sekotak perlengkapan bayi yang kubawa, juga se tas plastic besar pakaian bayi. Mereka memilih yang pas bagi anak-anak mereka.

Ah, aku terharu……
Semoga cobaan ini segera berlalu.

Dua jam kami berbincang disana, rombongan segera beranjak. Kali ini menuju rumah duka. Tetangga kami, bapak Ngurah Sartana, telah ditinggalkan bapaknya, meninggal di rumah sakit. Dan kami sebagai tetangga, ingin memperlihatkan turut ber belasungkawa kami.



Kendaraan kami bergerak kembali, menuju ke arah Singaraja, menyusuri Banjar Selat, Desa Duda, ke Desa Muncan, Desa Rendang, tembus di Kintamani. Kami beristirahat di Restoran Batur Sari untuk makan siang sambil menikmati pemandangan Gunung Batur.






Berikutnya kami melanjutkan perjalanan lewat Pura Batur, Desa Madenan, Banjar Kelodan, desa Bondalem, kecamatan Tejakula, kabupaten Karangasem..... rumah duka keluarga Ngurah Sartana....



Kembali melalui jalan Jembatan Tukad Bangkung, yang merupakan jembatan tertinggi se Asia Tenggara, kami sempatkan pula berfoto bersama. Sebelum menuju Desa Petang, dan kemudian kota Denpasar…..




Peduli kemanusiaan, dengan sedikit yang kami punya, berbagi suka dan duka dengan banyak orang lainnya, yang bahkan tidak kita kenal sekalipun……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar