Minggu, 29 Maret 2020

Karma Sraddha



Karma Sraddha

Setiap umat manusia berharap menemukan kebahagiaan di dalam kehidupan. Seandainya bisa memilih, kita akan memilih memperolah kemudahan dan kemewahan dalam menjalani berbagai aktivitas di bumi ini.  Di dalam kitab suci Bhagawad Gita sudah diuraikan bahwa sepatutnya kita tidak terpusat pada hasil, lakukan pekerjaan, berkarya kreatif selalu, tetap bersemangat dan menjalin kerjasama dalam mewujudkan tujuan hidup. “Karmani eva dhikaraste, Mapalescu kadacana, Ma karmaphala hetur bhur, Ma tesango stwa a karmani”. Hanya pada pelaksanaan, engkau memiliki hak, wahai Sang Arjuna, bukan pada hasilnya. Karena itu, lakukan pekerjaan tanpa mengharapkan hasilnya.

Karma merupakan perbuatan, Phala adalah buah. Dalam kaitannya dengan Karma, Phala berarti hasil. Maka Karmaphala berarti hasil yang diperoleh dari perbuatan yang kita lakukan. Hukum Karmaphala merupakan hukum hasil perbuatan, hukum sebab akibat, atau hukum aksi dan reaksi. Mengapa penting bagi kita memahami Hukum Karmaphala, karena hukum ini sungguh penting sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia. Di dalam Hukum Karmaphala terdapat kebenaran hakiki, aksioma, hukum yang tak terbantahkan, tidak dapat dibatalkan oleh siapapun. Hukum ini berlaku secara universal dan adil, berproses seiring waktu, dan akan kembali kepada sumber karma itu sendiri. Jika kita berbuat baik, pada akhirnya, seiring waktu, kebaikan itu akan datang menghampiri kita. Demikian pula kita kita berbuat jahat atau licik, maka hal yang tidak baik juga akan dating menghampiri pada suatu waktu kelak.

Jika The Law of Attraction merupakan hukum Tarik menarik terhadap situasi yang kita ciptakan, maka Karma merupakan The Law of Action, Hukum Perbuatan atau tindakan yang telah kita lakukan. Apa pun yang kita lakukan pada akhirnya akan kembali pada diri kita sendiri. Karma meliputi semua pikiran, perkataan, dan juga perbuatan yang kita lakukan, baik dan buruk, benar atau salah, disadari maupun tanpa disadari. Bagaimana cara kita dalam memahami karma adalah dengan mengenali jati diri, memahami tujuan hidup dan konsekuensi dari pilihan hidup yang kita lakukan. Juga dengan memaklumi bahwa setiap orang memiliki hak sama di bumi, yakni memperoleh kebahagiaan di dalam hidupnya.

Hasil dari perbuatan yang kita lakukan akan terjadi berdasarkan Desa, Kala dan Patra yang ada, yakni berdasar ruang / tempat, waktu, dan keadaan atau situasi yang ada. Secara umum, Karmaphala terbagi tiga, yakni Sancita Karma, Prarabda Karma, dan Karma. Sancita Karma merupakan hasil perbuatan di masa lampau, yang mempengaruhi kehidupan kita di saat kini, yang bisa diperbaiki dengan meningkatkan kesadaran diri, tetap waspada, senantiasa bersemangat untuk tetap berkarya, melakukan pengendalian diri atau Self Control, dengan Yoga, meditasi, jalan hidup spiritual. Prarabda Karma merupakan hasil perbuatan yang langsung kita terima dan dijalani saat ini juga. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari sifat egois, perbuatan tidak baik, berupaya menjalin kerjasama positif dengan banyak orang. Kriyamana Karma merupakan hasil dari perbuatan yang kini dilakukan dan berharap hasilnya dapat dinikmati di masa yang akan datang. Hal ini merupakan Self Programming, Self Healing, berupaya berbuat baik, senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, mengendalikan hawa nafsu.

Ada ahli yang mengemukakan bahwa setiap perbuatan memiliki hasil masing-masing, karmanya sendiri-sendiri. Perbuatan baik (Subha Karma) akan berbuah kebaikan pula. Perbuatan buruk (Asubha Karma) memberikan keburukan pula bagi para pelakunya. Bila seseorang meninggal dunia, maka bekas dari perbuatannya (Karma Wasana) yang menghantar atman nya, mengikutinya kemanapun. Hukum karmaphala bersifat universal dan senantiasa mengikuti jejak langkah kita, tidak ada yang bisa menghindari dari hukum sebab akibat ini. Hal ini merupakan pengendali atau mengontrol perbuatan kita, agar tidak bersikap sesuka hati, dan memotivasi setiap orang senantiasa berbuat baik dan bersemangat dalam bekerja.

Ada ahli yang mengemukakan dua jenis karmaphala yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia, yaitu Karma Sangga dan Karma Yoga. Karma Sangga merupakan hasil dari setiap perbuatan, tugas, kewajiban yang berkaitan dengan keduniawian, menyangkut kehidupan sosial manusia dalam bermasyarakat. Bila orang bekerja dengan tenaga fisik, dia akan menerima upah atau gaji yang disebut dengan “Karma Kara”. Bila seseorang bekerja dengan pikiran / rohani, dia akan menerima upah yang disebut dengan “Karma Kesama”. Dengan demikian, Karma Sangga merupakan hasil dari perbuatan manusia yang terkait dengan urusan keduniawian, dan terdiri dari Karma Kara dan Karma Kesama. Karma Yoga merupakan hasil dari segala perbuatan yang dilakukan tanpa ikatan keduniawian, tanpa memikirkan upah, tanpa berpikir tentang untung atau rugi, karena meyakini bahwa segala perbuatan nya adalah atas kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 

Di dalam kitab suci Bhagawad Gita juga diuraikan mengenai Akarma dan Wikarma. Akarma adalah situasi dimana manusia tidak bertindak, tidak melakukan apa pun. Ikarma merupakan situasi dimana manusia melakukan perbuatan yang keliru. Bila kita tidak melakukan apa pun, malas untuk bergerak, enggan bekerja, tubuh kita tidak akan terpelihara. Contohnya; orang yang “Mager”, malas bergerak, enggan “Move on”, tidak mau bergerak maju, tidak aka nada hasil yang bisa dicapai bila kita tidak bekerja, memilih bersantai, tidak mau membuktikan kemampuan diri, diam di tempat dan hanya berharap terhadap bantuan orang lain. Baik Akarma maupun Wikarma terjadi bila bertentangan dengan norma hukum, norma susila, norma agama, norma adat istiadat yang berlaku di tengah masyarakat.

Selain Karma Phala, umat Hindu juga meyakini adanya Punarbhawa. Punarbhawa berarti kelahiran kembali atau reinkarnasi, Samsara. Terlahir kembali, kelahiran kembali di dunia ini sesungguhnya merupakan samsara atau penderitaan yang harus kita akhiri melalui kesempatan hidup di dunia. Dengan berusaha menjalani hidup sebaik mungkin, tidak menyia-nyiakan kehidupan, berupaya berbuat baik, senantiasa bersyukur, berdoa dan bekerja keras, kita dapat mencapai moksa. Moksa membawa sang atman bersatu dengan Tuhan, dan terbebas dari terlahir kembali ke dunia. Keyakinan akan Punarbhawa mampu memotivasi manusia untuk senantiasa melakukan hal positif bagi diri sendiri juga orang lain, karena hal ini akan membuatnya mampu meningkatkan kualitas kehidupan. Baik dan buruk nya karma juga mempengaruhi kualitas Karma Wesana. Karma Wasana muncul dari adanya berbagai keinginan manusia. Kemampuan mengendalikan keinginan membuat manusia mampu mengendalikan karma yang ditimbulkan dari keinginan nya tersebut. Contohnya, seseorang yang menginginkan memiliki mobil, sementara dia hanya mampu memiliki motor. Seseorang yang hanya mampu memiliki sebuah mobil bekas, sedangkan dia berharap memiliki mobil dengan merek terkenal, dan keluaran terbaru.

Hal ini memberikan pemahaman pada kita bahwa umat manusia diharapkan mampu memanfaatkan setiap kesempatan yang dimiliki, berupaya memupuk Subha Karma (perbuatan baik), dan menghindari Asubha Karma (perbuatan jahat). Dengan demikian tujuan hidup dapat tercapai, tidak menitis kembali untuk menjalani kehidupan di dunia, dan dapat mempersatukan sang atman dengan Brahman, tercapainya Sat Cit Ananda, kebahagiaan yang kekal dan abadi, terbebaskan dari segala keterikatan (Moksa). Sesuai dengan tujuan agama Hindu, yakni Moksartham Jagaditha Ya Ca Iti Dharma.

Santidiwyarthi, Denpasar, 29 Maret 2020

Jumat, 27 Maret 2020

Atma Sraddha



Atma Sraddha

Atma Tatwa atau Atma Sraddha merupakan bagian dari Panca Sraddha bagi umat Hindu. Sraddha merupakan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Dan Atma Tatwa merupakan keyakinan bahwa ada atma yang menggerakkan diri ini, menjadi roh yang membuat tubuh bernafas, berpikir, bertutur kata, bergerak dan bertindak. Dengan adanya Atma, manusia bisa memahami dan menyikapi berbagai situasi yang dihadapi, mengenali dirinya sendiri, memahami orang lain di sekitarnya. Adanya Atma juga sepatutnya membuat manusia bisa bersikap bijak dan dewasa, tidak mengutamakan ego diri, dan mampu mengendalikan berbagai emosi yang ada di dalam dirinya, mampu bersikap kreatif dan bersemangat dalam bekerja.

Hal tersebut sepatutnya diiringi pemahaman dan kesadaran bahwa atman diciptakan Tuhan, yang akan menghantarkan umat manusia pada tujuan kita semua, yakni “Moksartham Jagaditya ya Caiti Dharma”. Segala sesuatu yang ada di dunia diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan prabhawabawanya sebagai “Brahma”, Sang Dewa Pencipta. Tuhan yang bersifat Kekal adanya, tiada berawal maupun berakhir, senantiasa ada, yang disebut dengan istilah Wiyapaka Nirwikara. Wiyapaka berarti berada di manapun, pada berbagai tempat, di dalam diri setiap mahluk, pada berbagai jaman. Nirwikara berarti tidak berwujud atau berbentuk, meresap di dalam setiap mahluk dan benda di dunia. Alam semesta ciptaan Tuhan yang mencakup Buana alit (mikrokosmos), dan juga Buana Agung (makrokosmos), baik itu di dalam diri sendiri, lingkungan sekitar, dan dunia semesta. 

Menurut Dodek Isa Siawan (2011), Sifat atma mencakup : Acchedya (tidak terlukai oleh senjata apapun), Adahya (tak terbakar oleh api), Akledya (tidak terkeringkan oleh angin), Asesya (tak terbasahkan oleh air), Nitya (abadi selamanya), Sarwagatah (ada dimana-mana), Sthanu (tak berpindah), Acala (tak bergerak), Sanatana (selalu sama), Awyakta (tak dilahirkan), Acintya (tak terpikirkan), Awikara (tak berubah-ubah). Namun sepatutnya kita tidak menerjemahkan secara mentah tanpa kajian mendalam, memahaminya begitu saja. 

Atma adalah sesuatu yang ada di dalam diri kita, menjiwai kita, dan membuat kita bernyawa, bernafas, hidup dan berkembang. Atma bukanlah milik kita, dia bisa pergi sewaktu-waktu, yang membuat diri kita tidak bernyawa, meninggal dunia. Tidak ada yang bisa melihat roh atau atma, namun atma tetap ada.

Kamis, 26 Maret 2020

Brahma Sraddha




Brahma Sraddha

Brahma Sraddha, keyakinan terhadap Tuhan, meyakini bahwa Tuhan adalah sumber dari segala yang ada di bumi, yang terlihat maupun tidak, sekala dan niskala. Tuhan berada dimana-mana (Wibhu Shakti), Sang Maha Pencipta (Krya Shakti), Maha Mengetahui (Jnana Shakti). Brahma merupakan Yang Maha Esa, hal ini memperlihatkan bahwa Hindu merupakan agama Monotheisme.

Babad Bali.com menjelaskan bahwa banyak gelar atau istilah yang diberikan dalam menyebut Tuhan. Misalnya, Reg Weda Mandala I, Sukta 164, Mantra 46 menyebut dengan Ekam Sat Wipra Bahuda Wadanti, Agnim Yamam Matariswanam, Tuhan itu hanya satu, oleh para Resi disebut dengan berbagai istilah, seperti Agni, Yama, Matariswan. Kitab Upanishad IV.2.1, menjelaskan dengan istilah Ekam Ewa Adwityam Brahman, Tuhan itu hanya satu, tiada duanya. Kitab Narayana Upanishad menyebutkan, Narayanad na Dwityo Asti Kascit, Narayana yang tiada duanya, yang sangat dihormati. Dan berbagai istilah lain seperti Sang Hyang Parameswara, Parama Wisesa, Jagad Karana. Wujud Tuhan dalam bentuk Tri Murti, sebagai berikut: Sebagai Sang pencipta, Dia disebut Brahma (Utpati). Sebagai Sang Pelindung atau Pemelihara, Dia disebut Wisnu (Sthiti). Sebagai yang mengembalikan segala isi alam kepada sumber asal mulanya, Dia disebut Siwa (Pralina).


Kitab Wrhaspati Tatwa sloka 14 juga menguraikan sifat-sifat Tuhan yang disebut dengan Asta Shakti, atau Asta Iswarya, artinya, delapan sifat Kemahakuasaan Tuhan. Ke delapan sifat tersebut mencakup Hana Anima Ngaranya (halus sekecil atom, tidak terlihat), Hana Laghima Ngaranya (seringan ether, melayang, berada dimanapun), Hana Mahima Ngaranya (Maha Besar Kuasa Tuhan), Hana Prapti Ngaranya (menuju ke berbagai arah yang Beliau tuju), Hana Prakamya Ngaranya (Beliau yang segala kehendaknya senantiasa terwujud), Hana Isitwa Ngaranya (Tuhan adalah Yang Utama), Hana Wasitwa Ngaranya (Tuhan Penguasa segala alam semesta), Hana Yatrakamawasayitwa Ngaranya (tiada yang dapat menentang kodrat atau takdir Nya). Kedelapan sifat Agung Tuhan digambarkan kelopak teratai berdaun delapan (astadala), dengan singgasana sebagai lambang Kemahakuasaan, yang mengatur alam semesta di berbagai penjuru dunia.

Referensi:
Babad Bali.com
Wrhaspati Tatwa, Reg Weda Mandala I