Minggu, 25 April 2021

PENYINTAS COVID-19

 


PENYINTAS COVID-19

Begitu mendapat info merebaknya virus ini pada akhir tahun 2019, masyarakat di seluruh dunia mengalami kecemasan luar biasa. Beragam informasi yang beredar, dampak yang ditimbulkan, upaya pengobatan dan antisipasi yang dilakukan demi pencegahan, bagai berlomba dengan waktu. Tak pernah sedikitpun berpikir bahwa dampaknya bakal begitu luar biasa, merambah di seluruh dunia. Mulai dari perekonomian, pendidikan, perdagangan, sosial, pariwisata dan perhotelan, pertanian, dan berbagai aspek kehidupan bagai terhenti.

Menerima info begitu banyak korban langsung penderita virus Corona, membuatku semakin waspada. Jadwal vaksinasi tahap pertama yang akan kuterima bersama suami saat itu, Selasa 16 Maret 2021, semakin membuatku mempersiapkan diri dengan sebaiknya. Kami melakukan tes swab PCR, tes usap secara mandiri, sehari setelah Hari Raya Suci Nyepi, Senin, 15 Maret 2021, sebelum keesokan harinya menerima vaksin di salah satu RS di kota Denpasar. Vaksin Covid-19 pertama berjalan lancar, dangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) berupa sedikit nyeri dan rasa ngantuk seharian mendera. Keesokan hari kami sudah melanjutkan aktivitas seperti biasa. Aku terjadwal menerima suntikan vaksin kedua pada Hari Selasa, tanggal 30 Maret 2021. Bertepatan dengan Pujawali, Anggara Kasih Julungwangi, hari piodalan di Merajan Dadia, Banjar Kapit, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Suami terjadwal menerima vaksin kedua dengan rentang waktu lebih lama, satu setengah bulan kemudian, dengan alasan sudah termasuk kategori lansia. Bahkan, setelah kuikuti menerima suntikan vaksin kedua, kembali di RS di tengah kota Denpasar ini, tidak ada faktor ikutan yang berarti, kecuali sedikit mengantuk. Hari Selasa, 2021.

Putra pertamaku mengeluh mengalami demam. Kami bikir ini adalah gejala biasa, karena kelelahan setelah rangkaian upacara yang melelahkan, pulang kampung dan kehujanan. Dia memutuskan melakukan tes swab PCR secara mandiri pagi hari Kamis, 1 April 2021. Siang hari informasi hasil tes keluar, dia dinyatakan positif Covid. Tentu sebagai seorang ibu, aku sangat kaget. Bukan karena berharap ini April Mob. Namun panik dan histeris tidak akan menyelesaikan masalah. Aku yang sedang berada di kantor, segera menyampaikan informasi pada pimpinan, mohon ijin untuk permisi pulang. Kuminta anak-anakku segera pulang, dan merencanakan tes swab secara mandiri bagi kami semua. Kusiapkan rencana panjang bagi kesembuhan keluarga. Menyediakan bahan makanan selama isolasi mandiri yang entah berapa lama akan berlangsung.

Jum’at pagi, 2 April 2021, setelah melakukan tes swab PCR, aku dan kedua anakku dinyatakan positif Covid-19, suami negatif. Tidak ada rujukan perawatan secara khusus. Kami melakukan isolasi mandiri di rumah. Kusampaikan informasi sesuai protockl kesehatan, kepada seluruh warga di perumahan kami dan kepala lingkungan mengenai situasi terkini keluarga kami, kepada pimpinan di kantorku, juga di kantor suami, kepada keluarga besarku. Aku juga menghubungi para sahabat dan anggota keluarga, menanyakan pengalaman mereka dan memohon informasi bagaimana sebaiknya dalam menghadapi situasi ini.

Berhubung suami dinyatakan negatif Covid-19, untuk memudahkan penanganan, maka suami yang mengisolasi diri. Dengan penggunaan kamar mandi dan kamar tidur terpisah.

Begitu banyak cinta yang kami terima, penguatan berupa motivasi dan doa yang dipanjatkan oleh para sahabat, tetangga, bahkan orang yang tidak kami kenal sekalipun. Keluarga kami mendapatkan berbagai bahan makanan, mulai dari beras, sayur, daging, mie, telur, kue berbagai rupa dan rasa, air mineral, makanan jadi, vitamin, obat, berbagai buah, bahkan mendapatkan air rebusan daun keniren atau sambiloto yang terkenal pahit, beserta daun keringnya, untuk dibuat minuman. Aku sungguh terharu. Merasa tidak sendirian dalam perjuangan meraih kesembuhan. Hari-hariku selalu mendapatkan pencerahan dengan berbagai informasi pengalaman mereka yang merupakan penyintas Covid-19, atau anggota keluarganya pernah menderita Covid-19, bahkan mereka berupaya mendapatkan informasi dari para pakar lainnya, dalam rangka membantuku menangani penyakit Covid-19

Gejala yang kurasakan beserta keluarga, berbagai macam. Putra pertamaku demam, panas naik dan turun tidak terkirakan, hingga harus dikompres sepanjang malam. Mereka mengalami indra penciuman tidak bisa membedakan dan merasakan bau parfum atau rasa makanan. Putra keduaku tidak mengalami demam, namun sempat mengalami mimisan memasuki hari ketiga, menandakan panas di dalam tubuhnya. Putra pertamaku mengalami sesak nafas, dan kesulitan bernafas di malam ke empatnya, dan dibantu dengan alat bantu pernafasan dari tabung oksigen yang kami sediakan. Kupaksa mereka sarapan di pagi hari, meski terkadang mereka menolak. Aku berupaya mereka makan teratur dan bergizi demi kesembuhan segera.

Setiap pagi kami berjemur di halaman, berolah raga, dan mencoba tetap fokus, bergembira, melalui dengan nonton film yang lucu, hingga nonton film horor bersama. Kusediakan potongan buah naga setiap pagi, siang, dan sore, yang harus mereka habiskan agar panas tubuh terkendali. Selalu ada kegiatan yang kami lakukan bersama untuk mengatasi rasa jenuh dan menghindari tegang atau panik akibat memikirkan penyakit ini. Aku sempat mengalami kesulitan bernafas memasuki hari ketiga, dan mengalami gejala halusinasi hingga tidak bisa tidur beberapa malam. Terus menerus kupantau suhu tubuh dan tingkat saturasi anak-anak dengan alat yang kami beli untuk keperluan ini. Memasuki hari kelima, situasi sudah semakin membaik, indra penciuman dan perasa kami sudah mulai pulih. Namun aku tidak boleh lengah. Tetap kuminta kami waspada dan saling mengingatkan satu sama lain. Apalagi kali ini suami ikutan mengalami gejala batuk berkepanjangan dan pilek. Aku khawatir bila dia tertular kami juga.

Setiap malam tidak pernah tidur lelap, hanya satu jam per hari. Covid-19 membuat syaraf tidak bekerja sempurna. Disamping gagal fokus akibat gangguan syaraf, mudah merasa lelah, dan rasa was-was yang membuatku selalu terjaga, memperhatikan gerakan pernafasan anak-anakku, juga kondisi mereka sepanjang malam. Kuupayakan peralatan dan pakaian kami harus dalam kondisi bersih dan siap dipergunakan kembali.

Senin, 12 April 2021. Kami menjalani tes swab PCR kembali. Hasilnya sungguh membahagiakan, kami semua dinyatakan sudah negatif Virus Corona-19. Termasuk suami, dia juga tetap negatif. Kusampaikan berita membahagiakan ini kepada keluarga, para tetangga di perumahan kami, para sahabat, sesama alumni Psikologi Universitas Gadjah Mada, sesama Alumni KMHD UGM, rekan di kantor, pimpinan kantorku. Namun kami tetap melanjutkan isolasi mandiri selama tiga hari ke depan, kembali melakukan tes swab PCR, demi kebaikan diri kami, orang – orang terkasih di sekeliling kami, dan orang lain yang berhubungan dengan kami. Tetap waspada, dan melakukan aktivitas sesuai protokol kesehatan.

Berbagai rasa yang terlibat dalam pandemi yang kami alami…. Mulai dari sedih, resah, galau, cemas, panik. Aku berusaha tidak marah, kecewa, mencaci. Kesibukan membantuku mengatasi hadirnya pikiran yang aneh dan perasaan yang bisa membuatku semakin terpuruk. Aku merancang menu olahan makanan bagi keluarga, meski sederhana, namun bisa meningkatkan imun atau antibodi di dalam tubuh mereka, aku menyibukkan diri dengan beres-beres seisi rumah, aku membuat materi beberapa tulisan, untuk beberapa jurnal, aku berdiskusi dengan para mahasiswa terkait perkembangan proses pembelajaran, berdiskusi dengan anak-anak terkait kegiatan belajar mereka.

Kami bersembahyang bersama. Meski tidak bisa merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan seperti biasa, kami tetap bersembahyang. Bahkan, hari lahirku yang jatuh tanggal 5 April, cukup dilalui dengan berdoa di dalam hati. Bersyukur atas segala ujian dan tantangan, cobaan yang hadir di tengah kami sekeluarga, segalanya kami pasrahkan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Lahir, hidup dan mati, penyakit, kesehatan, kebahagiaan, semua terjadi hanyalah atas kehendak Beliau. Tugas kita semua menjalani kehidupan dengan sebaik mungkin. 

Kamilah Penyintas Covid-19, pasien penderita yang sudah sembuh dari Covid-19.


VAKSINASI COVID-19

 


VAKSINASI COVID-19

Pandemi yang disebabkan virus Corona telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia. Berbagai upaya dilakukan dalam upaya mengantisipasi dan menangani pandemi ini.  Salah satunya adalah dengan memberikan vaksin Covid-19.

Politeknik Pariwisata Bali menjadi salah satu tempat berlangsungnya vaksinasi. Politeknik Pariwisata Bali bekerja sama dengan Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19, juga pemerintah Kelurahan Benoa, melaksanakan program vaksinasi selama satu minggu, mulai hari Rabu, 31 Maret 2021 hingga hari Rabu, 7 April 2021, bertempat di Aula Gedung Joop Ave.



dr. Rizal Fadli menjelaskan bahwa para penyintas Covid-19 baru diperbolehkan mengikuti program vaksinasi Covid-19 setelah 3 bulan berlalu semenjak dinyatakan sembuh atau negatif melalui tes usap atau swab. dr. Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, tanggal 14 Februari 2021 menjelaskan bahwa penyintas Covid-19 boleh menerima vaksin setelah 3 bulan dinyatakan sembuh atau negatif melalui tes usap.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Zullies Ikawati, Ph.D., menjelaskan bahwa para penyintas Covid-19 bukan termasuk skala prioritas yang perlu mendapatkan vaksin, sebab selama menderita penyakit Covid-19, tubuhnya sudah membentuk dan membangun antibody. Sebelum fase tiga bulan setelah dinyatakan sembuh dari Covid-19, para penyintas Covid-19 masih memiliki kekebalan atau daya tahan tubuh terhadap virus Corona. Setelah tiga bulan sembuh, kekebalan dalam tubuh akan turun. Maka para penyintas Covid-19 disarankan untuk melakukan vaksin setelah tiga bulan dinyatakan sembuh.


Selain telah dinyatakan sembuh selama tiga bulan, para penyintas Covid-19 juga harus dalam kondisi sehat sebelum melakukan vaksin. Tidak hanya itu juga, penyintas Covid harus berusia 18 tahun ke atas, sebagai persyaratan menerima vaksin Covid-19.

Manfaat Vaksin Covid-19

Karo Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, drg. Widyawati, MKM., menjelaskan bahwa vaksin merupakan upaya tambahan untuk melindungi seseorang dari potensi penularan Covid-19, sehingga tetap membutuhkan protokol kesehatan untuk memberikan perlindungan yang optimal bari orang tersebut dan orang-orang yang berada di sekelilingnya (Widyawati, Kemkes.go.id, 22/2/2021).

dr. Rizal Fadli, dr. Siti Nadia Tarmizi, Prof. Zullies Ikawati, Ph.D., (Halodoc, 5 Maret 2021) menjelaskan untuk tidak perlu takut, ragu dan menolak vaksinasi Covid-19. Dengan mengikuti proses vaksinasi Covid-19, kita telah turut membantu meningkatkan kekebalan atau daya tahan tubuh di tengah masyarakat serta mengurangi resiko penyebaran dan penularan Covid-19 (herd community)

Pelaksanaan Vaksin Covid-19

Proses vaksin Covid-19 dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, proses vaksin dilaksanakan bagi para tim medis, tenaga perawat, dokter dan mereka yang berkaitan langsung dalam upaya penanganan Covid-19.

Tahap kedua, proses vaksin dilaksanakan bagi para petugas pelayan publik dan juga para lansia. Para tenaga pekerja yang berkaitan dengan masyarakat umum, seperti guru, pekerja pariwisata, Aparatur Sipil Negara, pemuka agama, pemimpin dan tokoh masyarakat.

Tahap ketiga dan keempat proses vaksin akan ditujukan bagi masyarakat dan juga pelaku perekonomian lainnya.

Kesemua pelaksanaan ini sudah tentu harus diikuti oleh calon penerima vaksin dalam keadaan sehat dan memenuhi persyaratan yang diajukan sesaat sebelum melakukan vaksinasi.

Agar vaksin optimal juga harus diterima sesuai dengan takaran yang sudah ditentukan, yakni sebanyak dua kali penyuntikan.  Vaksin Covid-19 akan membentuk antibodi di dalam tubuh secara optimal setelah 28 hari penyuntikan.

Dalam waktu 14 hari setelah penyuntikan pertama, vaksin akan bekerja sekitar 60 persen. Setelah itu, penerima vaksin harus melakukan penyuntikan dosis kedua. Setelah 28 hari dari waktu penyuntikan pertama, baru vaksin yang diberikan dapat bekerja secara optimal.

Efek samping dari suntikan vaksin Covid-19 merupakan hal normal yang dialami setiap orang setelah melalui vaksinasi. Hal ini terjadi karena tubuh sedang bekerja membangun antibody atau kekebalan tubuh terhadap penyakit.

KIPI merupakan singkatan dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Semua kejadian atau reaksi medis yang terjadi setelah pasien disuntikkan vaksin akan menjadi perhatian tenaga medis yang bertugas (Dokter.com., 19/1/2021). Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Spa (K), M.TropPaed., selaku Ketua Komnas KIPI (kemkes.go.id, 22/2/2021) menjelaskan bahwa kekebalan tubuh tidak langsung tercipta pasca penyuntikan vaksin yang pertama. Kalaupun ada, sangatlah rendah. Kekebalan tubuh baru terbentuk sempurna setelah 28 hari dari penyuntikan vaksin yang kedua. Meski sudah dua kali mengalami penyuntikan vaksin, seseorang masih sangat rawan tertular virus Corona. Mengapa sampai dibutuhkan dua kali penyuntikan vaksin, karena pada penyuntikan yang pertama, berfungsi memicu respon kekebalan awal. Suntikan vaksin yang kedua bertujuan menguatkan respon imun yang terbentuk.

“Hal ini yang membuat seseorang yang sudah mengalami dua kali vaksin tetap harus menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas, karena masih rawan. Jangan sampai lengah terhadap segala kemungkinan yang bisa saja terjadi”, ujar Prof. Hindra (Kemkes.go.id, 22/2/2021)

Efek samping yang dialami biasanya mengalami rasa nyeri pada bekas suntikan, mengalami pembengkakan. Mungkin juga ada yang mengalami demam ringan, kelelahan, hingga sakit kepala. Namun ini semua bisa diatasi dengan perawatan mandiri di rumah. Para penerima vaksin bisa melakukan dengan perbanyak istirahat, memenuhi kebutuhan akan cairan tubuh, banyak minum, hingga mengkonsumsi makanan yang bergizi sebagai upaya mengatasi efek samping vaksin.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mengantisipasi terjadinya KIPI atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Pertama menyampaikan informasi kepada para tenaga medis dan penerima vaksin diminta tetap mengawasi dan memantau bersama kondisi penerima vaksin. Kedua, mencantumkan contact person, atau informasi tenaga medis yang bisa dihubungi segera bila terjadi KIPI pasca menerima imunisasi.

Karo Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, drg. Widyawati, MKM., menjelaskan bahwa vaksin merupakan upaya tambahan untuk melindungi seseorang dari potensi penularan Covid-19, sehingga tetap membutuhkan protokol kesehatan untuk memberikan perlindungan yang optimal bari orang tersebut dan orang-orang yang berada di sekelilingnya (Widyawati, Kemkes.go.id, 22/2/2021).

dr. Rizal Fadli, dr. Siti Nadia Tarmizi, Prof. Zullies Ikawati, Ph.D., (Halodoc, 5 Maret 2021) menjelaskan untuk tidak perlu takut, ragu dan menolak vaksinasi Covid-19. Dengan mengikuti proses vaksinasi Covid-19, kita telah turut membantu meningkatkan kekebalan atau daya tahan tubuh di tengah masyarakat serta mengurangi resiko penyebaran dan penularan Covid-19 (herd community)

Referensi:

Halodoc. Alasan Penyintas Covid-19 Baru Bisa Vaksin Setelah Tiga Bulan

Kemkes.go.id. 22/2/2021.

Kompas.com. 2021. Kenapa Penyintas Covid-19 Baru Disuntik Vaksin setelah Tiga Bulan Kemudian.

Centers for Disease Control and Prevention. 2021. What to Expect after Getting a Covvid-19 Vaccine.

Kemenkes RI. Seputar Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19.

Dewi, Retia Kartila. 2021. Syarat Donor Plasma Konvalesen untuk Pasien Covid-19. Kompas.com. 16 Januari 2021.

Maulana, M. Sobri. 2020. Efektivitas Efikasi Pemberian Terapi Konvalesen Plasma pada Pasien Covid-19. Evidence Based Case Report. Jakarta: UI.

Margianto, Heru. 2021. Plasma Konvalesen dan Harapan Penyembuhan Covid-19. Kompas.com. 26 April 2021.

Sunur, Irene Cindy. Syarat donor plasma konvalesence. Alomedika.com. 15 Desember 2020.

Alomedika.com, 15 Desember 2020.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, FK Unsri. 2020, Vol. 7 No. 3. Efektivitas Efikasi Pemberian Terapi Konvalesen Plasma pada Pasien Covid-19. Evidence Based Case Report. M. Sobri Maulana. Palembang: Unsri.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841001/


Sabtu, 24 April 2021

DONOR PLASMA KONVALESEN


 

DONOR PLASMA KONVALESEN. Sering hal ini menjadi topik bahasan terkait dengan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona. Keluarga penderita berupaya demi kesembuhan anggota keluarganya, termasuk dengan menghubungi orang yang pernah mengidap Covid-19. Para penyintas Covid-19 berupaya melakukan donor plasma konvalesen dengan harapan membantu penderita penyakit yang ditimbulkan virus Corona. dr. Tonang Dwi Ardyanto, ahli patologi klinis dari UNS Surakarta menjelaskan bahwa yang bisa mendonasikan plasma konvalesen hanyalah orang yang pernah terinfeksi Covid-19. Hal ini karena penyintas Covid-19 atau orang yang pernah mengidap penyakit Virus Corona (Covid-19) memiliki antibody yang bisa melawan virus Corona di dalam darahnya.

“Sehingga orang yang belum pernah terinfeksi Covid-19 tidak bisa mendonasikan plasmanya karena belum punya antibody”. Ujar Tonang (Kompas.com, Rabu, 20/1/2021)

Plasma konvalesen adalah terapi antibody dengan tujuan memberikan antibody kepada seorang yang sedang mengidap penyakit virus Corona ini. Diharapkan dengan melakukan terapi ini, dapat membantu orang yang mendapatkan plasma konvalesen ini untuk melawan Covid-19.

Dr. Tonang juga menjelaskan perbedaan menjadi donor plasma konvalesen dengan pendonor biasa adalah pada proses dan perlakuannya. Bila menjadi pendonor darah biasa, seseorang akan diambil darahnya, dan dimasukkan ke dalam kantong darah sebelum diberikan secara utuh kepada pasien yang membutuhkan.

“Saat melakukan donor plasma konvalesen ini, beda caranya. Caranya adalah darah  dari penyintas Covid-19 ini diambil kemudian difiltrasi, artinya dilakukan proses penyaringan, setelah itu, plasmanya ditampung di wadah khusus. Kemudian darahnya akan dikembalikan lagi kepada orang yang menjadi pendonor tadi. Jadi yang diambil hanyalah plasmanya saja”, ujar dr. Tonang.

Plasma konvalesen ini sudah dikenal semenjak lama sebagai sebuah metode terapi. Dalam situasi menghadapi pandemi, seringkali plasma konvalesen digunakan dalam keadaan belum ditemukannya obat yang tepat. Namun efektivitas terapi plasma konvalesen juga bervariasi. Berbagai macam faktor bisa mempengaruhi efektivitas terapi plasma konvalesen ini.

Efektivitas pemberian plasma konvalesen juga tergantung pada beberapa faktor. Yang pertama adalah seberapa tinggi kadar antibody pada donor tersebut. Secara logika, semakin tinggi kadar antibody pada donor, maka akan semakin baik pula bagi pasien. Yang kedua, kapan waktu pemberian plasma konvalesen pada penderita virus Corona-19. Plasma konvalesen bertujuan untuk melawan virus di dalam tubuh seseorang yang sedang sakit. Dengan demikian harus diberikan ketika virusnya masih kuat-kuatnya. Jika diberikan pada penderita penyakit virus Corona-19 disaat virusnya sudah hamper tidak ada, jelas tidak efisien lagi (Tonang, Kompas.com, Rabu, 20/1/2021).  



Orang yang mendonorkan plasma darahnya karena pernah mengidap penyakit virus Corona-19 juga sudah menerapkan teknik 3 T (testing, tracing, treatment) dengan baik secara optimal, hal ini bertujuan membantu secara optimal pula, percepatan tingkat kesembuhan pasien Covid-19 lainnya.

Pengurus Pusat PMI bidang unit Transfusi Darah dan RS, dr. Linda Lukitasari menjelaskan, persyaratan donor darah plasma konvalesen hampir sama dengan donor darah biasa. Kriteria juga sama dengan donor darah biasa (Kompas.com, Sabtu, 16/1/2021).

Persyaratan / kriteria inklusi donor plasma konvalesen meliputi:

1.Berusia 18 – 60 tahun, 2.Berat badan minimal 55 kg (karena pengambilan darah dengan kantong 450 ml), 3.Pemeriksaan tanda vital yang normal, yakni tekanan darah systole 90 – 160 mmHg, tekanan darah diastole 60-100 mmHg, denyut nadi sekitar 50 sampai 100 kali per menit, dan suhu tubuh kurang dari 37 derajat Celsius, 4.Terdiagnosis Covid-19 sebelumnya dengan real time PCR,  5.Sudah dinyatakan sembuh oleh RS, 6.Memiliki kadar Haemoglobin lebih dari 13.0 g/dL untuk pria, dan lebih atau sama dengan 12.5 g/dL untuk wanita, 7.Tidak leukopenia, limfopenia, trombositopenia, neutrophil lymphocyte ratio (NLR) kurang dari atau sama dengan 3,13, 8.Konsentrasi protein darah total lebih dari 6 g/dL, atau albumin darah normal lebih dari 3,5 d/dL, 9.Hasil uji saring IMTL terhadap sifilis, hepatitis B  dan C serta HIV dengan CLIA / Elisa non-reaktif, 10.Hasil uji saring terhadap hepatitis B dan C serta HIV dengan NAT non-reaktif, 11.Hasil skrining terhadap antibodi golongan darah, negatif, 12.Hasil pemeriksaan Golongan Darah ABO dan rhesus dapat ditentukan, 13.Tidak memiliki riwayat transfusi sebelumnya, 14.Bersedia untuk menjalani prosedur plasmaferesis, 15.Untuk pendonor wanita, dipersyaratkan belum pernah hamil dan tidak memiliki antibodi anti-HLA / anti-HNA (namun tidak terlalu direkomendasikan), 16.Bersedia tanda tangan Informed Content (ICT).

Bagaimana bila ada seorang perempuan yang sedang hamil atau pernah hamil tidak disarankan untuk menjadi donor plasma, karena berpotensi antibody HLA tersebut tertutup (Beritasatu.com, 5 Mei 2020). dr. Irene Cindy Sunur menjelaskan bahwa studi terkait convalescence plasma untuk Covid-19 masih terbatas. Wanita hamil atau yang sudah pernah hamil tidak dianjurkan menjadi donor plasma, karena kehamilan menimbulkan pembentukan antibody terhadap human leucocyte antigen (HLA). Antibody HLA ini dapat bertahan lama dan prevalensinya dilaporkan meningkat seiring bertambahnya jumlah kehamilan. Antibodi ini dikaitkan dengan terjadinya acute lung injury. Maka hal ini menjadi alasan ibu hamil atau yang pernah hamil tidak disarankan menjadi pendonor plasma (Alomedika.com, 15/12/2020). dr. Jimmy Christianto Suryo menjelaskan bahwa pada wanita yang pernah hamil terdapat human leucocyte antigen (HLA), sehingga beresiko memberikan resiko alergi bagi penerimanya, dan bisa menyebabkan reaksi transfusi seperti TRALI, sehingga dianjurkan pada laki-laki (Alomedika.com, 15/12/2020).

Penelitian yang dilakukan oleh dr. M. Sobri Maulana (2020) membuktikan bahwa Konvalesen Plasma darah dapat menurunkan mortalitas pasien Covid-19 dibandingkan dengan terapi-terapi yang masih diuji hingga saat ini. Administrasi Konvalesen Darah dapat membantu mempersingkat rawat inap dan menurunkan mortalitas pada pasien Covid-19.

Pengurus Pusat PMI bidang unit Transfusi Darah dan RS, dr. Linda Lukitasari menjelaskan, mekanisme pengambilan plasma meliputi beberapa hal.

Pertama, donor telah memenuhi kriteria pada pre-skrining yang sudah dilakukan sehari sebelumnya. Pre-skrining, yakni kondisi memiliki antibody dan hasil negatif terhadap beberapa pemeriksaan keamanan darah, serta memenuhi standar pemeriksaan laboratorium sesuai dengan persyaratan.

Kedua, pengambilan plasma konvalesen dengan metode apheresis sebanyak 400 sampai 600 ml pada hari selanjutnya.

Pengambilan plasma konvalesen juga dapat dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis BPOM. Jika UUD PMI belum memiliki alat apheresis dan belum tersertifikasi CPOB, maka pengambilan dapat dilakukan dengan cara konvensional atau menggunakan kantong 450 ml. Pengambilan ini sudah tentu dilakukan dengan tetap memperhatikan kualitas dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan. Ujar dr. Linda Lukitasari, 16/1/2021.

Metode pengobatan ini terbukti telah berhasil dilakukan demi menyembuhkan para pasien Corona di beberapa negara Eropa (Kompas.com, Plasma Konvalesen dan Harapan Penyembuhan Covid-19, 26/4/2021).

Waka RSPAD Gatot Subroto, Brigjen Albertus Budi Sulistya, menjelaskan bahwa tim kesehatan RSPAD bekerjasama dengan lembaga penelitian Eijman dan Bio Farma Bandung, dan telah memperoleh ijin resmi penelitian dari komisi etika pelayanan penelitian kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia menjelaskan pemberian plasma pemulihan pada pasien yang masih menderita Covid-19 tetap harus diikuti dengan pengobatan standar yang tengah diberikan. Kepala Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Zubairi Djoerban, menegaskan bahwa metode plasma konvalesen pernah digunakan saat menangani SARS dan dinyatakan efektif.

Heru Margianto (Kompas.com, 26/4/2021) menjelaskan bahwa metode plasma konvalesen sebagai metode pengobatan bagi pasien  sudah digunakan untuk mengobati penderita penyakit virus Corona-19 oleh masyarakat Eropa. Para penyintas Covid-19 memiliki kesadaran sosial tinggi melakukan sumbangsih plasma darah bagi para pasien yang belum sembuh dari penyakit saluran pernafasan akibat virus Corona ini. Hal ini sebagai upaya kemanusiaan membantu orang lain, suatu bentuk kepedulian sosial bagi orang lain yang masih menderita akibat virus Corona.

 

Referensi:

Dewi, Retia Kartila. 2021. Syarat Donor Plasma Konvalesen untuk Pasien Covid-19. Kompas.com. 16 Januari 2021.

Maulana, M. Sobri. 2020. Efektivitas Efikasi Pemberian Terapi Konvalesen Plasma pada Pasien Covid-19. Evidence Based Case Report. Jakarta: UI.

Margianto, Heru. 2021. Plasma Konvalesen dan Harapan Penyembuhan Covid-19. Kompas.com. 26 April 2021.

Sunur, Irene Cindy. Syarat donor plasma konvalesence. Alomedika.com. 15 Desember 2020.

Alomedika.com, 15 Desember 2020.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, FK Unsri. 2020, Vol. 7 No. 3. Efektivitas Efikasi Pemberian Terapi Konvalesen Plasma pada Pasien Covid-19. Evidence Based Case Report. M. Sobri Maulana. Palembang: Unsri.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841001/


Niwatakwaca, Arjuna, Makna Galungan Kuningan, dan Hindu GL

NIWATAKWACA, ARJUNA, MAKNA GALUNGAN KUNINGAN, DAN HINDU GL

Swargaloka terguncang…

Seorang manusia sakti berhasil menembus benteng pertahanan mereka.

Manusia sakti itu, Niwatakwaca, kini berdiri berkacak pinggang di pintu gapura Indraloka, menanti para dewa menyerahkan Kembang Tunjung sebagai pertanda pengakuan kekalahan.

Niwatakwaca adalah manusia biasa, yang karena ketekunannya bertapa, memperoleh restu Dewa Siwa, sehingga memiliki kesaktian yang tak tertandingi di 3 dunia. Namun sebagaimana biasanya, Dewa Siwa selalu memberikan kelemahan dibalik setiap kekuatan, dan kelemahan Niwatakwaca adalah dipangkal lidah.

Barangsiapa mampu menyerang telak titik lemah itu, maka Niwatakwaca akan mati.

Maka, diam-diam Dewa Indra mengirim utusan turun ke bumi menemui Arjuna. Arjuna adalah satu-satunya manusia yang memperoleh restu Dewa Siwa berupa ilmu Dhanurweda, ilmu yang membuat Arjuna mampu melepaskan anak panah secepat kilat tanpa meleset sedikit pun.

Dengan tekad penuh bhakti, Arjuna memacu kereta Kencana Dewa Indra untuk menemui Niwatakwaca dan menantang sebuah pertarungan. Maka pertempuran sengit pecah. Berhari-hari pertarungan berlangsung, Arjuna mulai lelah dan terlihat mendekati kekalahan.

Niwatakwaca tertawa mengejek, melecehkan, meremehkan lawan. Mulutnya terbuka lebar tertawa dengan pongah. Tiba-tiba tawanya terhenti saat mendadak sontak sepucuk anak panah tertancap di pangkal lidah, dia terkulai mati.

Dimasa kini, banyak “manusia sakti” seperti Niwatakwaca. Di panggung orasi, podium, saat ceramah, di media sosial, saat berdiskusi atau berdebat, mereka bertarung dengan lisan dan tulisan. Namun demikian, lebih dari Niwatakwaca, manusia – manusia ini memiliki 2 kelemahan sekaligus, di lidah dan di ujung jari.

Lidah yang menghasilkan ujaran-ujaran, dan jari yang menghasilkan status, berita, atau sekedar “share” berita. Kadang mereka “Shakti” seperti Niwatakwaca, senjata-senjata sulit menjangkau mereka karena banyak tameng yang menjadi pelindung. Namun tunggulah saatnya, ketika Arjuna dating mewakili hokum karma.

Hanya perlu satu anak panah yang menembus pangkal lidah bagi yang tidak bisa menjaga ucapan, atau satu Pasupata yang menancap di jari bagi yang tidak menjaga tulisan, lalu tamatlah riwayatnya.

Maka, mari gunakan media social dengan cerdas dan santun, agar tidak bernasib sama seperti Niwatakwaca.

Selamat Hari Raya Kuningan. Hari Raya sebagai pengingat bahwa Dharma yang sudah dimenangkan dan dirayakan saat Galungan, perlu dijaga dan dikawal terus dengan penuh kesadaran dan kesabaran.

Bukan sesuatu yang mudah, karena Niwatakwaca mewujud dalam berbagai bentuk, ruang dan waktu. Semoga kita semua adalah “Arjuna” nya.

Copas dari Hindu GL. Sabtu, 24 April 2021.