Sabtu, 27 April 2013

Happy new born baby




Namanya Putu Diah Sastri Pitanatri. Staf pengajar baru di lembaga kami, Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali




Melayat ke Banjar Pasut, Desa Mundeh Kangin, di Apuan Tabanan, Jum'at 26 April 2013




Bapak kandung ibu Ni Ketut Elly Darwati meninggal dunia karena sakit yang lama di deritanya. Ibu Elly adalah salah satu staf kami di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Dia sering dipanggil dengan sebutan Jero Melati, sebutan yang diperolehnya semenjak menikah dengan salah satu kerabat keluarga besar Puri Pemecutan Denpasar. Suaminya, I Gusti Agung Made Darmaweda, juga bekerja di lembaga yang sama, sebagai tenaga pengajar komputer, sekaligus bagian dari manajemen kampus. 


Rencana melayat telah ditetapkan pada hari Jum'at, 26 April 2013. Pengumuman telah dipajang pada papan pengumuman kampus, bagi siapa saja yang berminat mendaftar dan berangkat bersamaan.  Melayat bersama dimulai dari kampus STPNDB, pada pukul 8.30 pagi. Tujuan adalah Banjar Pasut, Desa Mundeh Kangin, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Daerahnya dari arah Denpasar dan sebelum Pupuan, berbelok ke kiri, ke jalan Desa.


Well, pagi hari, aku mengendarai motor tuaku, astrea 800 tipe honda, dari Denpasar ke Nusa Dua. Kusempatkan memeriksa beberapa tulisan hasil karya para mahasiswa, baik skripsi dan juga usulan proyek penelitian mereka.






Pukul 8.30, sejumlah 45 orang berkumpul di parkiran kampus. satu bis yang berisi 29 orang bergerak berangkat pertama kali. Berikutnya satu mobil Pregio, bermuatan 9 orang. Aku berharap bisa menumpang di mobil Innova, namun hanya tersisa satu kursi penumpang, sedangkan masih ada bu Sukerti yang akan menumpang, dan naik dari jalan Imam Bonjol.

Hmmm..... memang, butuh kedewasaan dan kebijakan dalam berpikir.
Bu Sukerti ingin mengajak anaknya turut serta, karena dia tidak memiliki pengasuh anak. Sedangkan dia bersahabat akrab dengan Ibu Elly dan Gungku, yang ingin kami kunjungi dalam rangka melayat kali ini. Dia menunggu di dekat rumahnya, pinggir jalan raya Imam Bonjol bagian utara, sedangkan mobil Innova hanya akan menjemput kami di Taka Pit bengkel mobil, di pinggir jalan raya Imam Bonjol bagian selatan, sebelum berbelok ke jalan Gunung Soputan, menuju ke arah Dalung, dan Tabanan.

Motorku sudah terlalu tua, tak bakal kual membonceng kami bertiga. Maka, aku segera menyusuri jalan raya Nusa Dua - Denpasar. Kusempatkan menghubungi Adi Pratama, putra sulungku via handphone ku. Adi sedang di rumah, dia baru menuntaskan Ujian Nasional, dan sedang menikmati saat-saat santai. Kuminta dia membawa motor astrea grand ku di arah jalan yang kutuju, persimpangan jalan Imam Bonjol. 30 menit perjalanan, akhirnya kutemui dia, dan kami saling bertukar motor. Adi kembali ke rumah, aku lanjut jemput ibu Nyoman Sukerti, SE., M.Si. bersama anaknya, kami kembali ke arah menuju jalan Imam Bonjol Selatan, menanti di sisi jalan. Ada hal lain lagi.... pulsa bu Sukerti habis sama sekali. Hmmm, dan, kujanjikan akan kubelikan saat sempat nanti, dalam perjalanan.




15 menit menanti, Kijang Innova dengan pelat DK 1946 A tiba, bu Sukerti dan Satya, putra balitanya naik ke dalam mobil. Kulanjutkan perjalanan dengan ber motor ria. Mampir untuk membeli pulsa salah satu operator telepon ternama, kubeli seharga Rp 25.000 saja. Cukuplah untuk bu Sukerti menghubungi keluarga dan para sahabatnya selama perjalanan kelak.


Bergerak bersama motor tercinta, semilir angin pagi jelang siang menyapa sepanjang perjalanan. Kulewati Dalung, Kediri, dan jalan raya Denpasar Tabanan. Kulewati perempatan Batuaji Samsam, desa kampung halaman, dan bergerak menuju Meliling. Akhirnya berjumpa dengan bis kampus STPNDB yang sedang parkir di depan warung Men Bali. Ehm..... jam makan siang. Maka, aku juga ikut mampir.

Ternyata, tidak hanya aku sendiri yang bersepeda motor dari Denpasar. Ada juga Pak Esa. Nama lengkapnya Putu Esa Widartana, SE., MM. Putra dari Ibu Dayu Widawati, juga sahabat ku di STPNDB, sesama dosen, yang sedang mengambil pendidikan program doktor di UNUD.












Di tempat ini berkumpul kendaraan kampus kami. Satu bis, empat mobil. Dan akhirnya kami yang mengendarai motor bisa pula bergabung dengan mobil. Pak Esa dan Pak Sunu menumpang di mobil ibu Widuri, aku bergabung dengan mobil Innova, bu Sukerti dan putranya Satya, pindah ke bis. Motor kami titipkan pada pedagang nasi.

Rombongan kami kembali bergerak. Menyeruak jalan raya Tabanan, hingga tiba di Bajra, kami berbelok ke arah kanan, menuju Pupuan. Hmmm, jalur jalan raya ini juga dipenuhi kendaraan motor, mobil dan bis yang ke dan dari Singaraja. Tiba di desa Batungsel, dusun Bangsing, kami berbelok ke kiri, memasuki jalan menuju ke arah Pasut. 

Satu km dari jalan kami berbelok tersebut, bis tidak bisa melanjutkan perjalanan. Jalanan curam dan terjal juga kecil, membuat bis terpaksa harus di parkir di sisi jalan. Empat mobil kecil melanjutkan perjalanan, dengan rencana akan menjemput rekan2 yang menanti di dekat bis di parkir.

Sudah dekatkah?? Belum. Ternyata, masih 15 km perjalanan di jalan kecil dengan aspal yang sudah rusak terkelupas, berbatuan, kerikil lepas dan terkadang terjal. Ehm.... sungguh amsyong dan ajrut - ajrut an, pinggul bergoyang, pinggang terhentak, tulang belulang terasa lepas semua.... namun, inilah fungsi persahabatan. Dalam suka dan duka yang telah dialami bersama, kami ingin mengucapkan ber belasungkawa.
























Kebersamaan..... Hal ini yang dapat membantu kita dalam menjalin komunikasi dan kerjasama yang lancar. Meski kita memiliki banyak perbedaan, namun dengan kemauan dan kemampuan untuk menjalin kebersamaan, akan menjadi harmoni bagi kita semua. Baik itu dalam tali persaudaraan, tali persahabatan.... Baik itu dalam ruang pekerjaan, perekonomian, dan masih banyak lagi ruang - ruang kehidupan kita bersama.




Akhirnya, kami berpamitan pulang pada sang empunya rumah yang sedang dalam suasana duka. Bagaimana cara kami untuk kembali ke tempat parkir bis?? Hehehe.... kembali, kebersamaan dalam beragam gaya dan cara. Misalnya, Pak Esa dan Pak Sunu yang duduk di bagian belakang mobil dengan pintu terbuka. Gungku / I Gusti Made Darmaweda, yang baru saja tiba dengan kedua putra dan putri beliau, kembali menghantar kami ke lokasi dimana bis di parkir.






Inilah persahabatan dan kekerabatan dalam makna yang sujatinya. Swaha.....``

Tuntaskah acara hari ini??? Hmmm, belum juga. Kami dundang untuk mampir ke Griya di Bajra. Dan, beberapa rekan sepakat untuk mampir sejenak.

Drs. Ida Bagus Puja, M.Erg., Ketua Bagian Administrasi Umum STPNDB, memiliki istri, seorang Dayu yang berasal dari Griya di Bajra. Dan, kami mampir kemari.



Sebuah griya, terletak di jalan yang mengarah ke utara, persis di depan pasar Bajra. Kori agung yang menyambut kami senja hari itu, Jum'at, 26 April 2013. Hanya terlihat seorang perempuan tua, dengan rambut yang sudah memutih, beserta dua perempuan dengan usia yang lebih muda.





Keramahan Griya yang menyapa kami, sungguh, dalam balutan udara senja hari yang tenang... Dari pisang goreng dan secangkir kopi susu. Hingga terhidang serombotan dan sepiring nasi panas. Duuhhh, rasa lapar yang mendera, jadi terobati dengan indah.....






















Akhirnya..... pukul 18.30 malam, kami akhiri kunjungan kami, dan pamit undur diri, kembali ke Denpasar. Keramahan Griya di Bajra sungguh berkesan, meski kami hadir mendadak.