Sabtu, 27 Agustus 2011

Olala.......


Kamis pagi, 25 Agustus 2011. Pukul 7 pagi sudah tiba di Jroan Batuaji Klod. Memenuhi janji ku pada keluarga, bersiap untuk menemani mereka berbelanja keperluan banten Ngaben bapak. Bapak sudah di aben 4 tahun lalu, sudah lengkap dan puput, tuntas, di Pontianak. Namun Ibu dan keluarga besar di Kerambitan ingin melaksanakan upacara Pitra Yadnya, yaitu Ngaben bapak, dengan diiringi 7 sawa lainnya. Maka, niat baik, semoga mendapatkan jalan terbuka lebar dari Hyang Widhi Wasa.......

Namun ternyata para tukang banten miscommunication dengan Aji Mangku dan Aji Siwa. Well.... sebuah uji kesabaran hingga pukul 2 siang. Ga masalah, bisa kuisi waktuku dengan hal lain, ngapi lantai keramik yang baru selesai dikerjakan para tukang, di Bale Gede, nyiram dan nyikat lantai Bale Sari.

Pukul 2 siang, bersama Dw Kd Dwipayana, sepupuku yang mengendarai truk sewaan kami, istrinya, Sak De, Nyoman yang istri Dw Kd Sopyan, By Nym Orti, dan By Tut Nik, kami berangkat ke Toko Kadek di Pasar Tabanan. Di sana telah menunggu By Tut Nasih dan Sak Dek anaknya.

Pk 5 sore, kami tuntas berbelanja dan kembali ke Batuaji. Hmmmm, sungguh sebuah hari yang melelahkan. Namun sangat memuaskan bagi sebuah awal prosesi Ngaben yang bakal kami jelang. Kugerakkan motor kembali ke Denpasar pada pukul 8 malam dari Batuaji.

Jum'at, 26 Agustus 2011. Pagi sudah tiba di ruang kantor ku di ADH STPNDB. Berikutnya, tiba ibu IGA Mirah. Hanya sedikit karyawan yang hadir, karena sebagian besar sedang mengikuti workshop di Bedugul mengenai pembahasan kurikulum dan silabus. Tidak berapa lama kami di kantor, setelah menyelesaikan beberapa urusan, lalu pamit untuk menuju ke tempat lain. Bu Mirah menumpang hingga di depan Pasar Sanglah, sedang aku berbelok menuju ke kantor Samsat.

Pukul 11. Rencana menangkap anjing liar untuk dijadikan peliharaan anakku. Dibantu seorang sahabat, kami berjuang. Anjing di dapat, namun dengan beberapa gigitan. Hmmm, perlu usaha keras sebelum berhasil merantainya dengan rantai yang dibeli dari sebuah klinik dokter hewan di jalan Gunung Soputan, juga penutup mulut anjing sementara. Setelah dokter tuntas dengan menyuntikkan vaksin anti rabies pada anak anjing yang sudah berusia 3 bulan tersebut, kami merantainya di tempat temanku ini. Berdua lalu pergi ke RS Sanglah. Tidak ada salahnya memeriksakan diri dan menyuntik dengan vaksin anti rabies, karena masih ada beberapa kasus rabies di laporkan di beberapa tempat di pulau Bali.

Aku tidak mendapatkan suntikan anti rabies, karena baru setahun lalu disuntik juga, setelah digigit anjing liar. Namun temanku yang akan mudik 3 jam lagi, mendapat 2 suntikan, di lengan kiri dan kanan atas. Hmmm, sungguh sebuah pengalaman yang tidak mengenakkan. Semoga kami baik-baik saja.

Temanku langsung berangkat untuk mudik, ke terminal Ubung. Sedang aku, dengan mendorong motor yang ngambul, mogok, plus, menggendong anak anjing yang sudah di rantai, di setang motor. Motor astrea 800 ini baru kubeli hari Selasa 23 Agustus 2011 kemarin dari Ibu Gung Laksmi, adik kandung bu IGA Mirah. Keluaran tahun 1984. Swaha...... kusebut nama Tuhan berkali-kali. Kutitip motor di Puskesmas, lalu menelpon simbok untuk menjemput dipinggir jalan raya dimana aku duduk menantinya.

Simbok tiba, kami berboncengan kembali ke rumah, merantai anak anjing di gerbang rumah, memberinya makanan dan minuman, lalu kembali untuk mengambil motor di puskesmas. Kucoba membuka tempat bensin motorku yang mogok. Olala...... ternyata isi bensin kering kerontang. Pantes aja, mogok. Padahal, ampere motor masih menunjukkan tanda full / penuh.

Hmmm, tetap harus mendorong motor ke pom bensin yang terletak 300 meter dari puskesmas Denpasar Barat. Mengisi bensinnya hingga penuh, lalu beranjak pulang.

Kucoba membenamkan diri sejenak dalam buaian tempat tidurku. Lumayan..... 15 menit terlelap, dan bersiap buat mengajar paket Kejar C. Kelompok Belajar bagi remaja yang putus sekolah atau tidak mampu, atau yang sudah usia lanjut namun ingin belajar kembali. Tak rela dan tidka tega bila harus meninggalkan mereka semua..... Dari Simbok yang ikut belajar di sini, juga anakku yang masih duduk di kelas 4 SD, sering ikut duduk di depan kelas menemaniku mengajar mereka semua.....

Pukul 9 malam, tiba kembali di rumah dengan perasaan campur baur, terlelap dengan cepatnya, dan kembali terjaga pukul 5 pagi, bersiap demi keluarga tercinta.

Swaha, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Smoga aku semakin bijak dan dewasa dalam meniti hari-hari ku di dunia, dengan penuh syukur pada Mu.....

Friend is still friend till you know the value of your friendship.....


Making a million friends is not a miracle
the miracle is to make a friend
who will stand by you
when millions are against you......

Some People Hurt By Words & Some By Action…
But The Biggest Hurt I Believe Is That Someone Ignoring You
When You Value Them Bigger Than Anything Else...

Senin, 22 Agustus 2011

Meanings in My Life......


Standing for what you believe in
Regardless of the odds against you,
and the pressure that tears at your resistance,
Means..... COURAGE.





(Berdiri tegak untuk keyakinan
Terlepas dari apapun kemungkinan yang bakal terjadi
Dan segala tekanan yang bakal menyesakkan dirimu,
Berarti..... KEBERANIAN)

Keeping a smile on your face,
When inside you feel like dying
For the sake of supporting others
Means...... STRENGTH.

(Tetap tersenyum
Meski hati terasa perih bagai mati
Untuk mendukung orang lain
Berarti ...... KEKUATAN)

Doing more than is expecting
To make another's life more bearable
Without uttering a single complaint
Means....... COMPASSION.

(Melakukan lebih dari yang diharapkan
Untuk membuat orang lain lebih berani
Tanpa berkeluh kesah
Berarti...... KASIH)

Helping a friend in need
No matter the time or effort
To the best of your ability
Means.......LOYALTY.

(Membantu teman yang membutuhkan
Tidak peduli waktu atau usaha
Untuk berikan yang terbaik dari kemampuan Anda
Berarti ....... LOYALITAS)

Giving more than you have
And expecting nothing
but nothing in return
Means...... SELFLESSNESS.

(Memberikan lebih dari yang kita miliki
Tanpa mengharapkan apapun
Tanpa mengharap imbalan
Berarti...... Mementingkan orang lain)

Holding your head high
And being the best you know you can be
When life seems to fall apart at your feet
Facing each difficulty with the confidence
That time will bring you better tomorrow's
And never give up
Means...... CONFIDENCE

(Menegakkan tubuh dan kepala
Dan
menjadi yang terbaik yang kita bisa
Ketika hidup terlihat berantakan ....
Menghadapi setiap kesulitan dengan keyakinan
Esok akan menjadi semakin lebih baik lagi
Dan tidak pernah menyerah
Berarti ...... PERCAYA DIRI


OSCAR WILDE

Hari-hari lain lagi


Setelah hari Minggu, 21 Agustus 2011 kembali pulang ke Batuaji, Kerambitan, dan mampir ke rumah ipar dimana mertuaku berada, pukul 6 sore tiba di rumah. Merapikan se isi rumah, membersihkan diri, mengecek tugas harian anak-anak dan juga tugas yang diberikan para guru mereka adalah tugas rutin di malam hariku. Menikmati malam dengan bersantai sebelum esok hari mulai dengan kehebohan lain.....



Senin pagi, 22 Agustus 2011, morning crazy sudah reda. Anak-anak sudah berangkat sekolah. Namun terdengar anak tetangga menangis. Hmmm, Kadek Raras menangis sedih karena tidak berhasil menemukan pasangan kaos kakinya. Dia baru masuk SMP kelas I. Juara I di sekolahnya waktu tamat SD. Ibunya sibuk mengomeli sang anak. Trenyuh hatiku.....

Kubayangkan, anak2ku ada pada posisi seperti yang dialaminya. Ibunya terpaksa tinggal terpisah dengan bapaknya karena pekerjaan yang tidak bisa disatukan. Kadek adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Adik2nya sibuk berteriak2 dan berlarian di sekitarnya. Si bungsu yang baru berusia 1,5 tahun menangis ingin ikut ibunya menghantar kadek ke sekolah. Pengasuh adik2nya sedang sibuk mencari pasangan kaos kaki yang entah berada dimana....

Bergegas kubuka lemari pakaian kedua anakku, kuambil sepasang kaos kaki. Ku ambil pula se bungkus nasi kuning yang masih tersisa di atas meja, lalu berjalan membuka gerbang pagar rumah kami, menuju ke rumah depan. Kuangsurkan pada nya, kubuka ransel tas yang tersampir di bahunya, lalu kuminta ibu nya menyudahi mengomeli anaknya, dan segera mengeluarkan motor untuk mengantar Kadek ke sekolah.

Tuhan, kami bukanlah keluarga kaya....
Namun, kedua orangtuaku mengajarkan untuk selalu berbagi dengan orang lain, dan menebar damai dimanapun kami berada. Dan kini, aku bertugas mengajarkan pada anakku, menjadi diri mereka sendiri, berbagi pula dengan orang lain, bersyukur atas segala yang masih boleh kami terima kemarin dan hari ini.....

Selesai disini, aku bergegas mengenakan uniform kantor kami, mengeluarkan kendaraan, dan berangkat menuju Nusa Dua. Ada kelas yang harus kuajar pukul 13.40 nanti. DIV Manajemen Akunting Hospitality semester 1. Namun teman2 kantor merencanakan untuk melayat ke Sudaji, Buleleng. Bapak bu Lasmini, teman satu ruangku, meninggal. Hmm, aku ingin ikut. Maka segera kutuntaskan beberapa pekerjaan, menghubungi ketua kelas, memberikan materi pelajaran untuk hari itu, dan bersiap bergabung dengan rekan2 lain.

Berhubung aku mengendarai motor ke kampus, maka harus kukendarai pula motor ke Denpasar. Kembali ke rumah, meminta Ayu, simbok, untuk meletakkan tas ransel berisi laptop di atas meja, lalu kembali ke jalan Imam Bonjol, menitipkan motor di TakaPit, toko yang menjual aksesoris dan ban mobil. 15 menit menanti, Pregio kantor kami tiba. Didalamnya ada Ketua STPNDB, para puket, bu Sulis, Bu Lastara, Bu Komang, Bu Desak, Bu Mirah, dan Bu Sri Manis. 3 jam berada di dalam mobil, akhirnya kami tiba di desa Sudaji.

Bu Lasmini memiliki 5 saudara lainnya, ada Pak Lastika, dan Bu Las. Mereka bersama keluarga bertetangga denganku. Ehm.... That's what friends are for, bukan? Karena kita ga bisa hidup sendiri, saling berbagi dengan yang lain, walau itu mungkin cuma sekedar rasa.... simpati dan doa bagi yang sedang berduka cita. Lagipula, kita ga pernah bisa tahu bakal bagaimana hidup kita esok lusa.

Tiba kembali di Denpasar, waktu menunjukkan pukul 7 malam, hari sudah gelap. Suamiku bersama beberapa teman tetangga masih ada di Sembung, Mengwi, undangan mepandes dari tetangga kami pula. Simbok sedang mengikuti sekolah Paket Kejar C untuk meraih ijasah SMA. Si bungsu melaporkan via telpon, sedang ribut dengan sang kakak karena tidak mau membuatkannya mie goreng, sang kakak membela diri dengan ungkapan bahwa adiknya sudah dua piring makan mie. Swaha.... Hari-hari lain lagi dalam kehidupanku.

Jumat, 19 Agustus 2011

Hari-hari Heboh


Jum'at, 19 Agustus 2011. Pagi hari yang heboh seperti biasa, dengan rutinitas bersama keluarga. Hari ini konsentrasi pada disertasi, dengan rencana diskusi bersama beberapa teman dan Dr. Made Suastika dan Doktor Mudana. Kuharapkan print out proposal ku bisa selesai, dan dengan bangga akan kudiskusikan pukul 3 sore hari nanti, saat yang kami janjikan untuk berjumpa di perpustakaan Gedung Prof. Bagus di jalan Nias.

Namun ternyata laptop dan printer dengan suksesnya ngambul, menolak untuk bekerja sama memuaskan hasrat dan keinginanku. Hingga pk 12.00 aku gagal total menuntaskan kerja. Printer dan laptop terpaksa di gotong ke pakar sesungguhnya,di Teuku Umar, dan kemudian bergerak kei Rimo.

Hmmm, lumayan repot harus membawa tas berisi laptop, menggendong tas Doraemon ku, berisi berbagai pernak-pernik, dari buku catatan, kotak pensil, beberapa buku sebagai bahan bacaan. Itu harta kekayaanku yang kubawa kini. Ditambah dengan printer berukuran lumayan besar dan berat. Naik ke lantai 3 Rimo, ternyata teknisi yang biasa membantuku sedang berada di lantai satu. Astungkara, Hyang Widhi.... dengan berbagai tentengan, kembali ke lantai satu.

Kutinggalkan printer di Rimo, pada teknisi langgananku. Dan segera menuju kampus Pasca. Disana kutemui teman se angkatan. Pak Wahid. Beliau seorang muslim yang sudah tidak tinggal lagi di Bali. Minggu ini saja sudah dua kali perjalanan Lombok - Bali yang ditempuhnya dengan mengendarai motor dalam keadaan tetap berpuasa, melangsungkan bimbingan dengan Pembimbing Akademik. Kami bersama berjuang menanti para dosen yang diharap dapat memberi bimbingan dalam diskusi-diskusi berkelanjutan bagi kemajuan studi kami.

Hidup dan segala bianglala kehidupan..... terkadang tidak selalu indah dan berjalan sesuai dengan harapan dan mimpi yang kita inginkan. Pengalaman hidupku, pengalaman orang lain, segala cobaan hidup dan tantangan yang ada, akan selalu menjadi guru yang terbaik. Tuhanku, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.... ajari aku untuk selalu berjuang mengisi hari-hariku tanpa mudah menyerah kalah, ajari pula anak-anakku, dan seluruh keluarga, juga para sahabat dan setiap orang di dunia, untuk menjadi umatMu, pasrah di dalam genggamanMu, sepenuh usaha tanpa mudah menyerah kalah.....

Hari-hari ku....


Sudah seminggu motor terkasih, astrea 800, menginap di bengkel. Suara nya semakin nyaring terdengar, maka kukirim dia untuk opname pada teknisi langgananku hari Kamis pagi, 13 Agustus 2011, dengan harapan bisa segera pulih sebelum kang mas teknisi berpulang untuk merayakan Lebaran.




Namun ternyata, malam hari saat kuhampiri, si bapak menyatakan, harus turun mesin, pistonnya rusak, klakher harus diganti. Ehm..... astungkara, Hyang Esa. Kuharap bisa selesai Sabtu, 15 Agustus, namun kembali kecewa, karena piston baru harus kembali dibubut di bengkel mesin, sedang bengkel mesin bubut tutup hari Minggu. Harus kembali bersabar dan banyak minum air putih.....

Kamis pagi, 18 Agustus 2011, kembali dengan rutinitas harian. Mempersiapkan rangkaian aktivitas kedua anakku, seragam mereka, bekal untuk makan siang mereka, sarapan di pagi hari bersama sang bapak. Lalu berangkat ke STPNDB dengan mengendarai astrea grand. Hmmm, Yudha, pangeran bungsu setengah merajuk minta untuk dijemput siang nanti sepulang sekolah. Itu berarti, aku sudah harus tiba di rumah sebelum pukul setengah satu siang.

Kuselesaikan serangkaian tugas di kampus, lalu beranjak permisi untuk menuju kampus Pasca, Gedung Prof. Bagus, di Nias. Di sana kutemui beberapa rekan adik kelas yang sedang mengikuti program Matrikulasi, baik untuk program studi S2 maupun untuk program studi S3 Kajian Budaya yang lulus diterima menjadi mahasiswa angkatan tahun 2011. Di perpustakaan ku jumpai pak Abdul Wahid. Sungguh sebuah hal yang membanggakan, dia telah lulus diterima proposal penelitiannya untuk lanjut ke proses bimbingan. Hmmm, harus kutiru semangatnya.
Bayangkan saja..... baru hari Senin dia kembali ke Lombok, dimana dia bekerja sebagai tenaga pengajar, setelah proses bimbingan, dan Kamis ini, dia sudah kembali ke Bali untuk melanjutkan proses bimbingan. Yang tak kalah menakjubkan adalah, bapak ini menjalankan aktivitasnya tanpa meninggalkan ibadah dalam menjalankan puasa. Sungguh sebuah perjuangan yang patut digugu dan ditiru remaja di masa kini.

Kami berjanji untuk melanjutkan diskusi dengan Doktor Mudana keesokan harinya, demi kelangsungan proposal kami. Pukul 3 sore, waktu yang diberikan oleh doktor ini bagi kami. Hmmm, kami adalah murid, dan sudah tentu, murid harus mematuhi sang guru.

Selesai disini, aku segera kabur untuk pulang, memenuhi janjiku menjemput yudha dari sekolah.
Pukul satu, selesai dengan urusan anak, kembali bergegas ke pasar Sri Kerthi yang terletak di dekat perumahan dimana kami tinggal. Kubeli seperangkat ingka, atau piring yang dibuat dari anyaman lidi, namun kupilih ingka yang terbuat dari anyaman rontal, sehingga lebih awet. Kubeli 200, dan kubawa pulang. Tak lupa membeli se kaleng pernis seharga 36 ribu, dan afdunner seharga 10 ribu. Di rumah masih ada 4 kuas, juga cat warna merah dan kuning.

Pukul 2 hingga 4 sore, kami bersama-sama memberi warna pada bagian dasar ingka, lalu melapisinya dengan pernis yang sudah diencerkan dengan afdunner. Kemudian waktunya bergeser kembali. Kali ini ke Kerambitan.

Well....
Gak lama lagi kami akan mengadakan ngaben. Lagipula, di Jero, Dewa Kadek Dwipayana sedang mengerjakan Bale Gede atas permintaan ibuku. Lantainya di keramik, diberi lis bercorak di bagian pinggirnya. Kamar mandi diberi lantai ubin. Dapur diberi tempat cuci piring, sehingga memudahkan Dewa Biyang Nyoman, tante ku, bekerja. Aku ingin pulang untuk memastikan segala sesuatu berjalan dengan lancar.

Maka.... pukul 5 aku berangkat kembali dengan mengendarai astrea grand. Hebatkah aku??? Hmmm, aku hanya wanita biasa dengan segala yang kumiliki. Namun aku adalah aku. Wanita pekerja, yang bersuami dan memiliki dua putera hebat, yang memiliki tekad dan berusaha mewujudkan nya menjadi nyata. Mungkin aku cuma pemimpi, namun berjuang dalam jalan Tuhan, walau terjatuh berkali, aku akan bangkit berkali dan berkali lagi. Di luar sana, masih jauh lebih banyak wanita lain yang tidak seberuntung ku, maka aku patut bersyukur pada Tuhan atas segala yang kuperoleh dan bisa kuraih.

Pukul 6 tiba di Kerambitan, kulihat, sebagian besar kerja hampir tuntas dikerjakan saudara sepupuku ini. Kuketahui, hari ini, Desak Putu, cucu Dewa Aji Sunadja, dilamar oleh pacarnya bersama keluarga, tgl 4 September kelak dia akan dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga pacarnya, dan tgl 7 September akan dilangsungkan pernikahan. Dan, Dewa Aji Sudirga dirawat di RS Dharma Kerti karena tensi tinggi. Kusempatkan mengunjungi beliau, pria tabah nan tangguh ini, yang ditunggui istri dan anaknya yang sudah memiliki 2 putra.

Waktu menunjukkan pukul 8 malam saat ku tiba kembali di rumah. Kedua anakku sedang bersama bapaknya ke rumah sang kakek di jalan antasura. Hidup dan kehidupan.... bersaudara dan bertetangga... kita harus belajar mengendalikan diri dan emosi yang merajai hati, agar hidup ini sendiri selalu menjadi santi, damai, damai, damai..........

Rabu, 17 Agustus 2011

17 Agustus an















17 Agustus.... Jika ada yang bertanya, “apa maknanya, gak ada manfaatnya” Maka, akan kuminta balik bertanya pada diri sendiri... “Memangnya, apa yang sudah kau beri, bagi diri sendiri dan negeri ini, selain sakit hati dan pesimis yang perlahan menggerogoti hati”

17 Agustus, dulu dan kini, jelas berbeda dalam bentuk, fungsi dan makna. Para pejuang yang bersusah payah mengorbankan kepentingan diri sendiri, keluarga dan sahabat tercinta... Dan kita yang kini tegak berdiri, dengan berjuta dinamika kehidupan yang melingkupi.

17 Agustus, maka, atas nama Tuhan yang kami puja, dengan berbagai latar belakang agama yang tumbuh berkembang bersama. Dengan berbagai latar belakang suku, adat istiadat, budaya yang kami punya. Dengan berbagai tingkat usia di antara kami semua. Disinilah kami berada, sebagai saksi atas kedigjayaan Sang Saka Merah Putih, sebagai generasi penerus yang bersumpah setia untuk tetap mengisi kemerdekaan yang kami dapatkan, sebagai penyungsung yang tegak membela kehormatan negeri ini. Bersatu kami, dengan segenap asa, dalam segala keterbatasan diri, berbekal semangat kebersamaan untuk selalu berbagi......

17 Agustus,

Karena ceria dan bahagia adalah hak setiap orang, maka kami berusaha mengisi kemerdekaan dengan cara yang kami bisa, untuk mewujudkan ceria dan bahagia....

Jika banyak orang sudah kehilangan sense of humour, maka yang tertinggal hanya sense of sensi, kaleeee. Kita harus belajar dari wajah polos mereka, hati suci dan bersih, dengan berbagai latar belakang agama, suku dan adat istiadat. Bersama mengisi 17 Agustus an....


Minggu, 14 Agustus 2011

Mingguku, Minggumu, Minggu mereka, Minggu kita semua....





Minggu pagi, 14 Agustus 2011. Se pasukan anak-anak membangunkan ku. Kami kemarin telah sepakat untuk mengikuti Funbike dalam rangka ikut merayakan hari kemerdekaan RI. Hmmm, padahal hari ini serangkaian kegiatan lain menanti. Namun tak ingin mengecewakan mereka, maka kupersiapkan diri, mengeluarkan 2 buah sepeda bagi ku dan Yudha. Putra sulung tidak ikut karena lelah se telah seminggu menguras tenaga di sekolah, dan suami masih terbaring sakit. Ayu, cucu yang ikut tinggal bersama kami, sudah sejak pukul 8 pagi berangkat bersama teman sekolahnya karena mengikuti kegiatan bersih pantai di pantai merta sari, padanggalak, Sanur.

Kami beriringan dengan mengendarai sepeda menghampiri rumah kak Vivin, Danen dan Rara. Anak2 yang baru kehilangan ibu kandungnya ini ingin kami hibur dengan melakukan aktivitas bersepeda bareng. Namun ternyata ada upacara yang harus mereka ikuti di Sembung, sehingga tidak bisa bergabung dengan kami. Maka kami kemudian beranjak dengan mengendarai sepeda gayung dari berbagai tipe, menuju banjar Umedui untuk bergabung dengan peserta rally lain.

Kubelikan mereka tiket rally. Kemudian setelah 15 menit kami berkumpul disana, panitia mulai memberi aba2 start. Ratusan peserta yang terdiri dari berbagai klub sepeda, tua dan muda, mulai bergerak perlahan. Kuberikan semangat kepada anak-anak, menitipkan mereka pada kak Agus Satria untuk mengawasi para sahabatnya, dan aku berbelok ke pasar.

Well, harus membeli beberapa perlengkapan buat paruman keluarga besar dari pihak bapakku di Jero Batuaji Kelod, Kerambitan Tabanan. Kami merencanakan parum atau rapat keluarga, dalam rangka membahas berbagai rencana kerja pelaksanaan Pitra Yadnya bapak. Setelah selesai, segera kukembali ke rumah, dan bersiap meluncur ke Tabanan dengan motor tercinta.

Tiba di Jero, kulihat Dewa Aji Mangku, Dewa Kadek Dwipayana, Sakde, Dewa Biyang Nyoman Nesi, sedang berbincang. Kami lalu beranjak ke Bale Sari. Lalu kemudian bergabung juga para keluarga lain, tiba satu persatu. Hmmm, selalu indah bila bisa berkumpul bersama keluarga besar, membahas banyak hal dalam situasi kekeluargaan. Dari A hingga Z. Akhirnya parum tuntas pukul 13.00.

Aku masih melanjutkan berbincang tentang berbagai hal dengan keluarga besar. Dan kemudian mengambil satu demi satu keramik, mencelupnya ke dalam bak berisi ember besar, merendamnya, dan kemudian mengangsurkan pada tukang bangunan. Ya, kami sedang mengerjakan lantai keramik di Bale Gede. Ibu sudah membeli berbagai perlengkapan yang diperlukan. Kami bersama berangkat dengan Dewa Kadek Dwipayana, berbelanja bahan di toko bangunan sebelum ibu kembali ke Pontianak. Dewa Kadek Sopyan membantu mengaduk semen dan pasir, Dewa Komang Rai menata satu persatu keramik yg akan dipasang. Tak terasa tiba pada pukul 15.30. Aku pamit untuk kembali ke Denpasar.

Panas siang terik menyengat tubuh, pukul 16.30 tiba di rumah, anak2 menanti dengan wajah ceria. Kusempatkan untuk istirahat sejenak, mandi, dan lanjut membuat canang untuk sembahyang. Lalu kemudian Bu Gek Nia tiba. Kami sepakat untuk menyelesaikan berbagai urusan bertetangga, dari menyampaikan urusan arisan bagi ibu-ibu di perumahan kami, mengunjungi ibu Sudartayana yang baru melahirkan seorang anak perempuan cantik, hingga beberapa lagi.

Akhirnya, pukul 8 malam, semua tertangani, kami kembali ke rumah masing-masing. Waktunya berdoa bersama keluarga. Kuyakinkan semua perlengkapan sekolah anak-anak untuk esok hari telah siap, dari baju, buku dan berbagai tetek bengek lain. Dan kemudian kami menikmati makan malam ringan bersama, diskusi sejenak, dan bersiap tidur, mengumpulkan tenaga buat aktivitas esok hari yang tentu bakal menyita tenaga.

Astungkara, Hyang Widhi, utuk semua peristiwa dan berkat Mu, yang telah mewarnai hari-hariku. Suka duka, lara pati, baik buruk, sedikit banyak, kuterima dengan lapang dada. Hidup mungkin tidak seindah yang kubayangkan dan kuharapkan, namun aku akan selalu berusaha di jalan Mu....



Sabtu, 13 Agustus 2011

Karena hakekat hidup adalah bekerja, kata ibuku.....



Karena hakekat hidup adalah bekerja, kata ibuku.... maka biarlah hidup harus berpisah, tidak hanya jadi pemimpi demi segala cita yang ada......

May we share our special days,
The happines of one for two,
And if we must go separate ways,
Let my love remains with you.....




(Biarlah kita selalu mengenang saat-saat indah kita,
kebahagiaan yang sama....
Dan bila kita mesti hidup terpisah,
Biar kasih selalu hadir di dalam hati.......)

Ah, kangen emakku di malam bulan purnama yang bersinar indah ini.....

Kasih anak se penggalan, kasih ibu sepanjang jalan. Maka kami berjalan-jalan


Sabtu pagi yang cerah, 13 Agustus 2011, kedua anakku berangkat sekolah. Si sulung dijemput temannya Rian. Mereka mengenakan pakaian adat, karena hari ini adalah Purnama Saniscara Pon Pahang. Anggota group Smansa Computer Club yang telah sukses mengadakan kegiatan serangkaian lomba cerdas cermat dan merangkai blog akan mengadakan persembahyangan bersama ke beberapa pura yang ada di kota Denpasar. Si bungsu juga sudah berangkat sekolah. Suami terbaring terbungkus selimut karena sedang demam dan batuk.

Sabtu adalah hari libur kerja. Maka, setelah selesai dengan berbagai urusan rumah tangga, aku duduk bersimpuh di teras rumah mungil kami, dan mulai menowes busung yang ada. Kuselesaikan perlengkapan banten purnama dan 4 set sampiyan gantung. Si bungsu tiba dari sekolah pukul 11 siang.

Aku bersiap untuk pulang ke Kerambitan. Keluarga besar kami bersiap untuk sebuah upacara Pitra Yadnya, dan ingin kupastikan semua akan berjalan lancar tahapan demi tahapannya. Namun Yudha, pangeran bungsu ku, ingin ikut. Maka kupersiapkan 2 jaket tebal, dua set kaos kaki, sarung tangan, lengkap dengan kaca mata hitam dan selendang buat penahan angin di leher. Kemudian perlahan astrea grand keluaran tahun 1996 menyeruak jalan menuju Tabanan. Motor astrea 800 tercinta sedang turun mesin, dia perlu istirahat pula untuk kembali dengan tampang fresh......

Tiba di Jero di Kerambitan, kutemui beberapa pihak keluarga, mulai dari Dewa Aji Dirga, Dewa Gede Sopyan, Dewa Komang Rai. Kuhubungi via mobile phone ku, Dewa Gede Susatia yang sedang bertugas di Tianyar, perbatasan Singaraja Karangasem. Juga Dewa Gede Kinong yang tinggal di Ubud bersama keluarganya, untuk membantu prosesi ngayah nanti. Hmmm, setelah berkali diskusi, kami sepakati untuk mengadakan paruman keluarga secara formal mengenai rencana Pitra Yadnya bapak kandungku, pertama kali pada hari Minggu, 14 Agustus 2011, pukul 10 di Bale Gede, Jeroan.

Anakku, mulai menunjukkan tanda-tanda tidak betah. Dia berkali menowel untuk mengingatkanku segera pamit kembali ke Denpasar, padahal belum kutemui Dewa Aji Mangku. Maka, segera aku pamit, toh kami akan bertemu kembali keesokan harinya.

Bergerak di atas motor dari Desa Batuaji Kelod, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, kami menuju ke Denpasar. Kali ini, jalan Antasura. Bapak Mertua dan Ipar berada disana. Mertua sudah sangat sepuh. Sungguh menyenangkan bila bisa berkumpul bersama keluarga, membahas berbagai perkembangan situasi yang ada. Namun seringkali kesulitan menyesuaikan waktu kami, karena begitu banyak yang harus di klop kan. Ada yang bekerja, sekolah anak-anak, jadwal berbagai kegiatan..... dan, tinggal nya berpencaran se antero nusantara.

Bersyukur pada Hyang Widhi, berbagai cobaan yang kami alami, smakin memperkaya pengalaman kehidupan berkeluarga. Dari urusan yang tua, hingga anak-anak. Dari yang membahagiakan, hingga yang memalukan. Namun, inilah hidup dan kehidupan. Terkadang kita tidak bisa merengkuh setiap mimpi dan harapan yang kita inginkan. Terjatuh berkali dan berkali.

Well.....
Setelah dari rumah mertua, aku harus bergegas kembali ke rumah kami. Kali ini kelompokku bertugas untuk ngunggahang banten di kala Purnama. Maka aku kembali pamit pada keluarga besarku. Yudha beranjak dengan agak enggan, karena dia masih asyik bermaik dengan para sepupunya.

Kami mampir ke Pasar Satria, anakku ingin melihat anak anjing. Kami pernah punya 5 ekor anjing sekaligus bulan lalu, namun mati karena wabah virus Parvo. Namun sungguh menyedihkan, anak-anak anjing yang mungil dan sungguh lucu menggemaskan tidak bisa kami bawa pulang karena harganya yang mahal-mahal. Tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi, dan biarlah anakku belajar, bahwa hidup sungguh penuh dengan dinamika kehidupan, yang tidak selalu indah. Tidak semua harapannya dapat terpenuhi sekaligus, pada saat itu juga. Dia harus berjuang untuk mendapatkan keinginannya, meraih mimpinya........

Segera kubelokkan arah motor kembali ke rumah, dan kami mandi dan bersiap bersembahyang bersama, memuja dan merundukkan kepala, berbicara dengan hati nurani kami, kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Penguasa Dunia, agar damai selalu hadir di bumi dan di hati tiap insani.

Jumat, 12 Agustus 2011

Catatan Harian Seorang Anak.....

Gua akui, cara FPI itu emang salah.....
Tapi bukan berarti lo semua malah jadi
benci sama agamanya kan ?
Come on ! We aren't children anymore !
We are big enough to know
what's wrong and what is correct ^^

(dari catatan harian seorang anak...
Ya ampun, Kutitipkan masa depan negeri ini untuk jadi semakin shanti
dan semakin baik, indah dari hari ke hari.
Dan anak ini sudah mulai membuktikan nya. Swaha....)

Anak Asuh Ibu ku, Surono

Terjaga di pagi hari, Rabu, 9 September 2011. Hari ini adalah odalah di Pura Puseh di desa Batuaji, Kerambitan, Tabanan. Emak sudah menanti untuk bersama2 kami bersembahyang. Aku masih di Denpasar. Kuselesaikan urusan keluarga, mempersiapkan bekal makan bagi anak2, menuntaskan menjemur baju yang sudah dicuci, dan tinggal berangkat dengan motor tercinta ke kampung halaman. Emak menanti disana, bersama keluarga besar, berharap dalam berkumpul bersama.


Surono menelpon. Dia adalah salah satu pegawai ibu di Pontianak. Ibu lebih senang menyebut mereka sebagai anak asuh. Ada beberapa anak asuh. Fariz si tampan yang pemalu, Surono yang sudah berkeluarga dengan 2 anak, Eni yang cantik dan kemayu, Nuri yang mahal senyum, Santi yang manis, Wayan yang imoet2, dan Teguh si supir tangguh yang juga sudah berkeluarga.


Telpon dari Surono "Kak Santi, bapak meninggal, saya mau pulang dengan tiket yang saya dapat hari ini juga". Hmmm. Dia adalah supir andalan ibu. Dia mendapat informasi dua hari lalu, di pagi hari, bapaknya kecelakaan karena di tabrak, dan sekarang sedang berada di ruang ICU salah satu rumah sakit di Jogja. Well. Ibu ku sedang berada di Kerambitan. Satu2nya telpon fleksi yang dimiliki, tidak bisa berfungsi menerima telpon dari luar. Dari dua hari lalu, saat Surono mendapat informasi bapaknya mengalami kecelakaan, ibu sudah menawarkan agar dia dapat pulang dahulu. Dan kini dia dalam perjalanan menuju bandara Supadio Pontianak mengadu keberuntungan siapa tahu memungkinkan mendapat tiket langsung menuju Jogja. Dia bersama ke 4 orang adiknya, yang bersama merantau ke luar pulau, demi sebuah hidup yang diharap menjanjikan masa depan yang gemilang, kini pulang kampung, bukan dengan harapan untuk bergabung merayakan hari raya Idul Fitri yang bakal mereka jelang, namun demi menjumpai orang tua yang telah tiada.....


Sungguh....

Suka duka, lara pati, dinamika kehidupan selaku umat manusia di dunia, bakal menjadi kompleksitas hidup. Hidup terkadang tidak selalu indah dan semudah apa yang menjadi harapan dan impian kita. Tuhan, beri kami kekuatan dan ketabahan dalam menjalani setiap ujian dan rintangan hidup di dunia ini.

Emakku, Sang Diva...


Kasih sayang seorang ibu sejati..... selalu melahirkan damai di hati. Dari ibuku, aku belajar, bagaimana mencintai setiap orang, menebar kasih, menghargai setiap perbedaan, dan melengkapi tiap kekurangan, untuk tumbuh menjadi wanita tangguh menghadapi berbagai dinamika kehidupan, tidak manja dan mudah menyerah kalah.


Ibuku adalah seorang wanita biasa, tidak berbeda dari ibu-ibu lainnya yang mengerjakan urusan rumah tangga. Namun ibuku juga adalah seorang wanita luar biasa. Hingga kini, masih terbiasa bangun pukul 5 pagi, mandi dan mencuci baju sendiri, lalu mengawali hari dengan Puja Trisandhya. Tidak bisa tinggal diam, selalu senang bila terlibat dan mengurus banyak hal.


Aku belajar dari ibuku, untuk mendidik anak, mengasihi sepenuh hati, tidak memandang dari fisik semata, menjalin hubungan persaudaraan dengan siapa pun, bekerja dan selalu bekerja, tidak pernah berhenti berkarya.....Bahkan, semenjak seluruh anaknya telah "mentas", bekerja dan berkeluarga, menikah dan punya anak, setelah bapak meninggal, ibu tetap aktif dan sibuk bekerja.


Senin, 8 Agustus 2011. Ibu tiba pukul 15.30 di bandara Ngurah Rai Denpasar sendirian. Setelah sempat panik, karena tidak tahu nomer kode penerbangan dan waktu kedatangan, sedangkan aku masih berada di Nusa Dua sehabis mengajar. Lalu melanjutkan perjalanan ke Kerambitan.


Selasa, 9 Agustus 2011. Kami naik motor seharian, Denpasar - Nusa Dua, Nusa Dua - Tabanan. Mengunjungi kampus STPNDB, mengunjungi banyak keluarga. Rabu mengikuti odalan di Pura Puseh, dan kembali mengunjungi banyak keluarga. Kamis pagi, 11 Agustus 2011, pukul 10.00, ibu sudah terbang kembali dengan menggunakan JT 031, Pesawat Lion Air, menuju Jakarta, lalu terbang kembali menuju bandara Supadio Pontianak.


Hmmm, sungguh sebuah perjalanan tangguh untuk seorang wanita yang layak disebut..... Sang Diva. Memang benar, emakku Sang Diva


Semoga ibu snantiasa diberi kesehatan dan kesejahteraan oleh Sang Hyang Perama Kawi, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan kami masih diberi kesempatan untuk berkumpul lagi, berkali dan berkali......

Sabtu, 06 Agustus 2011

Friend



Sometimes in life we think we don't need anyone.
But sometimes we don't have anyone when we need.
So don't let your best buddies go ever...








If one day you are crying
call me...
I don't promise that
I will make you laugh
But I can cry with you

If one day you want to run away
don't be afraid to call me....
I don't promise to ask you to stop

If one day you don't want to listen to anyone
call me.....
I promise to be there for you
And I promise to be quiet

But if one day you call me.....
And there is no answer
Come as fast as you can to see me
Perhaps I need you

Jumat, 05 Agustus 2011

Dari Seminar tentang Hukum Adat


Dimana perempuan dimuliakan, disanalah para Dewa merasa senang. Dimana perempuan disia-siakan, tidak akan ada upacara suci apapun yang berpahala (Manawa Dharmasastra III:56).

Perempuan Bali banyak mendapat acungan jempol dalam sejarah perjalanan perjuangan kehidupannya. Hingga kini, tidak sedikit kupasan telah dilakukan mengenai hidup dan kehidupan Perempuan Bali. Seminar ini menjadi ajang diskusi para pemerhati Bali, khususnya Perempuan Bali, dalam konteks kekinian, yakni Peran dan Arti Perempuan Bali di Tengah Masyarakat.

Tanggungjawab anak yang secara penuh meneruskan berbagai kewajiban pewaris sungguh berbeda jauh dengan seorang anak perempuan yang telah menikah (ninggal kedaton) dan hidup dalam lingkungan keluarga suaminya. Seorang anak yang ninggal kedaton, menurut hukum adat Bali, tidak harus melaksanakan tanggungjawab pewaris. Karena itu, hak mewarisnya juga dianggap “tidak harus” alias gugur.

Walaupun seseorang yang ninggal kedaton tidak berhak atas harta warisan, tidak berarti tertutup peluang bagi keluarganya untuk memperhatikan anaknya. Jika mereka mampu dan mau, memberikan bekal kepada anaknya, dia dapat memberikan sejumlah kekayaannya, sepanjang hal itu tidak merugikan ahli waris lainnya. Pemberian ini disebut dg Jiwa Dana. Ini biasanya diberikan kepada anak (lelaki atau perempuan) yang ninggal kedaton karena melangsungkan perkawinan atau karena diangkat anak oleh keluarga lain. Ceritanya tentu akan menjadi lain bila yang bersangkutan ninggal kedaton karena pindah agama atau dipecat sebagai anak karena wangla (durhaka) Wayan P. Windia (Majalah Sarad No. 3, Maret 2000)

Banyak kegiatan yang sudah dilakukan untuk pemberdayaan perempuan, baik melalui pendekatan hukum, politik dan sosiologis. Ada 3 formulasi dalam bentuk konsep secara menyeluruh untuk mendukung upaya pemberdayaan perempuan ini, yaitu adanya kesempatan, pengakuan dan kesadaran di dalam memandang perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Formulasi ini memiliki korelasi dengan implementasi hukum adat waris di Bali, sehingga akan tetap dapat dipertahankan jalinan dan hubungan kekerabatan atau kekeluargaan masyarakat Bali.

Bergerak dari kepedulian tersebut, maka IKAYANA (Ikatan Keluarga Alumni Universitas Udayana) mengadakan seminar yang mengangkat topik Perempuan Bali dalam Perspektif Hukum Adat Waris, yang diharapkan dihadiri oleh para Pemerhati Masalah Hukum dan Adat Bali, Sulinggih, Organisasi Profesi, MUDP, PHDI, Pengurus Ikayana, Partai Politik, Dosen PTN & PTS, Pejabat Pemerintahan dari Propinsi, Kabupaten / Kota, DPRD, Aparat Penegak Hukum, LSM, Lembaga Adat, Desa Pekraman, Mass Media.

Seminar ini berlangsung pada Hari Jum’at, 5 Agustus 2011, bertempat di R. Theatre lantai IV Ged. FK UNUD, dengan pembicara :

Drs. Ketut Wiana, dengan topik Perempuan Bali Menurut Pandangan Hindu.

Dr. Dra. Made Wiasti, M.Si., dengan topik Perkembangan dan Aktualisasi Kesetaraan Gender di Bali.

Prof. Dr. I Wayan P. Windya, SH., M.Si., Ketua Bali Shanti, dengan topik Perempuan dalam Konsep Hukum Adat Waris Bali, Perspektif Masa Depan.

Ida Bagus Putu Madeg, SH., MH., Hakim Tinggi di Makasar, dengan topik Pewarisan bagi Perempuan Bali dalam Praktek Peradilan.

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=13&id=53909

juga menjelaskan buah pemikiran Prof. Wayan P. Windya yang menguraikan tentang Hukum Adat Bali “Matindih” dalam pengangkatan anak. Pengangkatan anak menurut hukum adat Bali ini mengacu pada Peraturan (Paswara) tertanggal 13 Oktober 1900 tentang hukum waris yang berlaku bagi Penduduk Hindu Bali dari Kabupaten Buleleng yang dikeluarkan oleh Residen Bali dan Lombok, FA Liefrinck, dengan Permusyawarahan Bersama-sama Pedanda-Pedanda dan Punggawa-Punggawa.

Paswara ini pada awalnya hanya berlaku di Buleleng, namun sejak tahun 1915 juga diberlakukan untuk seluruh Bali Selatan. Misalnya saja, Pasal 11 ayat 1, menjelaskan, “Apabila orang-orang tergolong dalam kasta manapun, juga yang tidak mempunyai anak-anak lelaki, berkehendak mengangkat seorang anak (memeras sentana), maka mereka itu harus menjatuhkan pilihannya atas seorang dari anggota keluarga sedarah yang terdekat dalam keturunan lelaki sampai derajat ke delapan.

Dalam praktik kehidupan masyarakat adat di Bali (desa Pekraman), pengangkatan anak juga perlu mendapat persetujuan seluruh warga desa pekraman melalui rapat (paruman) desa, dan baru dikatakan sah menurut hukum adat Bali setelah mengadakan upacara paperasan.

Siapakan FA Liefrinck sesungguhnya? Dia adalah cendekiawan Belanda. Pada uraian 2 Agustus 2011 berisi

http://www.bulelengkab.go.id/mutiara-buleleng/1129-musium-perpustakaan-gedong-kirtya

F A Liefrinck dan Dr. Van Der Tuuk yang telah mempelopori penyelidikan Kebudayaan, Adat-istiadat dan Bahasa Bali oleh salah seorang wakil pemerintah Belanda ( Residen Bali dan Lombok ) dan juga seorang Cendikiawan Belanda yang bernama L J J Caron. Terselengaralah pertemuan di Kintamani yang melahirkan sebua Yayasan ( stiching ) tempat penyimpanan Lontar ( Pustaka Lontar ) atau manuscript ( MSS ) digalang oleh Dr. R Ng Purbacaraka, Dr. W R Stuterheim, Dr. R Goris, Dr. Th Pigeand, Dr. C Hooykaas dan sebagai petugas aktif adalah para Pinandita dan Raja-raja se Bali serta merta membantunya sebagai miniature Asiatic Seciety untuk daerah Bali dan Lombok dilengkapi dengan koleksi MSS dan benda-benda kesenian serta penerbitan-penerbitan berkala dari sarjana-sarjana yang mengadakan riset tentang seluk beluk mengenai Bali. Gedungnya didirikan di Singaraja karena pada waktu itu Singaraja sebagai ibu kota pulau Bali. Gedung peringatan ini mula-mula diberinama : Stichting Liefrinck Van der Tuuk.

Tetapi atas saran Raja Buleleng I Gusti Putu Jlantik ditambah dengan perkataan Sansekerta-Bali ”Kirtya” dengan demikian institut ini dikenal dengan nama ’’Kirtya Liefrinck Van der Tuuk’’yang didirikan pada tanggal 2 juni 1928 di Singaraja.

Betapa FA Liefrinck juga memiliki peranan penting dalam hubungan kepentingan Belanda dengan Raja-raja di Bali, diuraikan oleh :

http://www.balihub.com/blog/view_entry/407


Persiapan-persiapan politik secara mantap yang dibuktikan Gubernur Jenderal J.B Van Heutz dengan menyampaikan surat Residen J Eschbach kepada Dewan Hindia dengan permintaan agar Dewan memberi pendapatnya mengenai masalah konflik dengan raja Badung. Dalam rapat tanggal 31 Maret 1905 Dewan Hindia tidak dapat menyetujui pendapat Residen J Eschbach bahwa tidak bersedianya Raja Badung membayar ganti rugi dalam masalah Sri Kemala hanya didasarkan atas sikap keras kepala namun mungkin ada hal hal lain yang menjadi dasar penolakan tersebut.


Dewan Hindia membuktikan pendapatnya dengan suatu peristiwa yang belum lama terjadi yaitu pada tanggal 22 Desember 1904 yaitu Raja Badung masih bersedia menandatangani perjanjian penghapusan “mesatiye” (pengorbanan diri) dalam upacara ngaben sebagai tanda kesetian seorang istri kepada suaminya dalam kerajaannya, yang merupakan suatu kenyataan bahwa Raja Badung memang mempunyai suatu kemauan baik untuk bekerjasama dengan Pemerintah Hindia-Belanda.


Berdasarkan atas pertimbangan tersebut maka Dewan Hindia menyarakan kepada Gubernur Jenderal J.B Van Heutz hal sebagai berikut :


1. Sebaiknya diusahakan lagi pendekatan dengan Raja Badung untuk mencapai suatu penyelesaian damai mengenai masalah Sri Kemala.

2. Pemerintah menujuk seorang pejabat tinggi yang berpengalaman untuk dikirim ke Bali, guna mengadakan perundingan dengan Residen dan Raja Badung mengenai masalah tersebut dan kemudian memberikan laporan selengkapnya kepada Pemerintah.


Berdasarkan pendapat Dewan Hindia tersebut, maka pada tanggal 7 April 1905 Gubernur Jenderal J.B Van Heutz menunjuk Anggota Dewan Hindia F.A Liefrinck sebagai komisaris pemerintah untuk dikirim ke Badung. Pengangkatan F.A Liefrinck adalah tepat karena Anggota Dewan Hindia itu dianggap sebagai orang yang mengenal adat istiadat serta keadaan politik di Bali berhubung dia pernah lama bertugas di Pulau Bali.