Jumat, 29 Juni 2018

Festival Panji Internasional 2018



Panji sinonim dengan pataka, pusaka. Panji memiliki arti kebesaran, kebanggaan, sesuatu yang agung, yang dihormati oleh suatu daerah, sebagai sesuatu yang asli Indonesia. Panji merupakan Genius Local Wisdom, Kebudayaan Luhur yang sungguh Adiluhung, yang telah bergulir semenjak nenek moyang, dan patut kita hargai, karena tanpa budaya leluhur kita tidak akan menjadi seperti ini adanya. 



Gerak Panji bergulir menjadi upaya membangkitkan, merawat dan mengembangkan berbagai ragam pusaka budaya yang mencakup budaya yang bisa terlihat atau terukur (tangible), maupun budaya yang tidak terlihat atau terukur (intangible). Seperti misalnya Cerita Panji. Cerita Panji adalah sebuah Pusaka Budaya yang popular pada masa Majapahit, menyebar ke berbagai daerah dan Negara-negara Asia Tenggara. Cerita Panji bukan semata cerita romantika Panji Asmarabangun dengan Dewi Sekartaji, namun memiliki banyak aspek menarik untuk dikaji. Banyak dongeng yang mengisahkan Cerita Panji.


Gerak Panji berawal sudah semenjak lama, namun baru mulai terlihat muncul dipermukaan semenjak tahun 2010, dengan adanya pertemuan budayawan terkait Panji di LSM Kaliandra Pasuruan (Henri Nurcahyo). Kemudian tahun 2011 berlanjut dengan pertemuan di kantor Lembaga Pendidikan Seni Nusantara di Jakarta dengan prakarsa Endo Suanda untuk melahirkan Tahun Panji Nusantara. Namun kemudian gaungnya perlahan memudar. Hingga kemudian Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro bergerak memprakarsai beberapa pertemuan dengan budayawan Panji di Jawa Timur, dan lahir sebutan Gerak Panji (Henri Nurcahyo). Bahkan, audiensi dengan Dirjen Kebudayaan pada tanggal 15 Juni 2016, menjadi titik awal perencanaan Festival Panji Internasional pada tahun 2018.


Maka, Festival Panji Indonesia memiliki arti Festival yang terkait dengan budaya luhur suatu daerah asli yang dibanggakan, budaya yang diagungkan masyarakat, dijaga dan dirawat sepenuh makna, disucikan, dianggap  bagian penting dari sejarah perkembangan daerah tersebut.

Festival Panji Nasional ini kini telah mendunia, dan kegiatan ini sering disandingkan dengan kegiatan lain yang terkait dengan Pekan Seni dan Budaya, bergerak dari satu daerah ke daerah lain di sejumlah wilayah di Indonesia, melibatkan baik pihak pemerintah, murid dan mahasiswa, masyarakat, pengusaha, dan kaum budayawan, cendekiawan, wisatawan, ilmuwan, manajemen hotel, pengelola destinasi wisata, travel agent, dan lain sebagainya. Festival Panji Internasional yang terlaksana di Denpasar, tanggal 28 – 29 Juni 2018, terlahir dari berbagai tahapan atau proses. Uraian di bawah ini menjelaskan sebagian tahapan tersebut.



Festival Panji Nasional tahun 2015 di Kediri. Festival Panji Nusantara tahun 2017 disandingkan dengan Pekan Budaya dan Pariwisata. Festival Panji Internasional tahun 2018 digelar di empat kota besar di Indonesia, juga beberapa kota lain. Berawal dari Denpasar pada tanggal 28 – 29 Juni 2018, Surabaya tanggal 2 – 3 Juli 2018, Pandaan, Malang, Kediri, dan Yogyakarta, dan puncaknya akan dilaksanakan di Jakarta pada hari Selasa,  10 – 11 Juli 2018, dengan pagelaran seni pertunjukan, pameran dan seminar internasional di Gedung Perpustakaan Nasional, Jalan Medan merdeka Selatan, Jakarta.


Menurut Henri Nurcahyo, berbagai aktivitas terkait Budaya Panji dapat dilaksanakan dalam bentuk Pergelaran Seni, yang Pertama, melalui Festival, salahsatunya seperti Festival Panji Internasional di Thailand pada bulan Maret 2013, Festival Topeng Internasional di Solo tahun 2014, Festival Panji di Blitar semenjak tahun 2013, 2014, 2015, 2016, 2017. Karnaval Topeng di Malang dan Kediri. Festival Panji Nusantara di bantaran Kali Brantas Kediri tahun 2015. Festival Panji Pulang Kampung di Kediri tahun 2016, dengan kegiatan Lomba Lukis Wayang Beber Bertema Panji.

Kedua, Aktivitas terkait Budaya Panji juga bisa berupa Seminar, seperti Kajian Ilmiah di Universitas Merdeka di Malang, Pesamuan Budaya Panji di Trawas tahun 2008, Festival Panji Nusantara tahun 2011 di ISI Yogya, Seminar Nasional di Disparda Jawa Timur 2016, Seminar Sastra Panji di Kediri terkait Festival Panji Nusantara tahun 2017.

Ketiga, Aktivitas terkait Budaya Panji juga bisa berupa Literasi, yaitu penerbitan buku. Buku yang pertama terbit terkait Budaya Panji oleh Dewan Kesenian Jawa Timur (2009), berjudul Konservasi Budaya Panji, dengan editor Henri Nurcahyo, rangkuman dari beberapa makalah saat Seminar. Novel berjudul Rara Anggraeni oleh Damar Shasangka yang terbit tahun 2016. Novel Candra Kirana oleh Ayip Rosidi yang terbit tahun 2008.

Ke empat, membangun Monumen atau Tugu Peringatan. Ke lima, melakukan berbagai upaya terkait Ekonomi Kreatif. Seperti Komik tentang Panji, membuat baju Kaus bertema Panji. Ke enam, melakukan berbagai Kajian Akademis. Ke tujuh, melakukan Jelajah Budaya, Napak Tilas, Penelitian, Menelusuri Silsilah. Ke delapan, membentuk Jaringan Kerja (Networking).



Dan. Festival Panji Internasional 2018 ini juga menjadi semacam kado bagi Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang berulang tahun ke 84 tahun, yang jatuh pada tanggal 22 Juni 2018. Beliau selaku Menteri Pendidikan pada era Kabinet Pembangunan VI di saat pemerintahan Presiden Suharto. Beliau telah memperlihatkan bahwa di usia yang tidak lagi muda namun tetap bisa memberi motivasi, menjadi teladan bagi banyak orang, untuk terus berkarya, mempersatukan banyak perbedaan pandangan, menghasilkan berbagai hal positif bagi negeri Indonesia.



Festival Panji Internasional (Inao) di Bali dikaitkan dengan kegiatan Pesta Kesenian Bali bertemakan Teja Dharmaning Kahuripan. Berlangsung tanggal 28 – 29 di Denpasar, dengan Pentas Seni di malam hari pada tanggal 28 Juni 2018, Pameran berbagai karya seni, dan Workshop yang diadakan di Gedung Ksirarnawa, Art Center, pada hari Jum’at, 29 Juni 2018. Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan bahwa pada Pameran terkait Festival Panji Internasional 2018 ini, beliau menyertakan dua bilah keris untuk dipamerkan, berasal dari Museum Keris Pande Wayan Suteja Neka. Yakni Keris yang memiliki sor-soran / pangkal bilah dengan Simbol Panji, serta satu lagi keris yang danganan / handle / pemegangnya memiliki figur Ratu Ratmaja dengan Gelung Panji. Beliau juga memberikan beberapa buku tentang perkerisan dari Museum Neka kepada Duta Budaya dari negara Thailand dan Kamboja sebagai cindera mata. Pada workshop terkait Festival Panji Internasional, berlaku sebagai narasumber adalah Prof. Dr. I Made Bandem, MA., Prof. Dr. I Wayan Dibia, S.ST., MA., dengan dipandu oleh Dr. I Nyoman Astita, MA., dan Dr. I Komang Sudirga, M.Hum.




Sungguh beruntung bisa mengikuti kegiatan ini, karena bisa menyaksikan dan terlibat langsung pada kegiatan Panji, yang memperlihatkan kebudayaan adi luhung dari Indonesia, Kamboja, dan Thailand, bahkan menari bersama para budayawan dan cendekia yang terlibat pada kegiatan ini.

Pada kegiatan Workshop Festival Panji Internasional (Inao) 2018 ini, Eddi Karsito menjelaskan bahwa Delegasi Kesenian Indonesia menampilkan Gambuh yang dianggap paling tinggi mutunya, kaya dengan gerakan tari, dan dianggap sebagai sumber seni tari klasik Bali. Delegasi Kesenian Thailand  menampilkan tarian Panji atau Inao Exiting The Cave. Delegasi Kesenian Kamboja dipimpin oleh Duk Sytha dan Prak Samrith menampilkan sendratari Roeurng Inav.



Direktur Kesenian Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Restu Gunawan, M.Hum., menyampaikan, pelaksanaan Festival Internasional Panji (Inao) Indonesia dilaksanakan di 8 kota di Indonesia, dengan berbagai jenis kegiatan yang beragam mencakup pameran, seminar, pelatihan, dan pertunjukan yang melibatkan pemerintah, kaum budayawan, masyarakat, dan berbagai pihak lain.




Referensi :



Minggu, 24 Juni 2018

Tipat cantok, tipat kuah kare, rujak kuah pindang, rujak cuka, dan rujak bumbu kacang.






Tipat cantok, tipat kuah kare, rujak kuah pindang, rujak cuka, dan rujak bumbu kacang.



Tidak susah mengenali warung sederhana yang terletak di perempatan lampu merah di jalan IB Mantra, banjar Biaung ini..... Warungnya sederhana, dengan banyak tanaman merambat hingga menaungi teras depannya.



“Karena kita terletak di area perempatan lalu lintas yang bisa terasa sangat panas bila sedang rame, maka saya merancang penataan seperti ini”, ujar pak Wayan. rimbun pohon dengan dedaunan yang menaungi bagian atas teras menjadikan udara terasa sejuk, meski kendaraan ramai berseliweran.



Ada seperangkat meja dan kursi di bagian depan warung. Aku duduk sambil memesan seporsi tipat cantok dan seporsi lagi tipat kuah kare. Ingin menyaksikan dan mencicipi tipat dari Warung Oka ini. “Oka adalah nama cucu saya”, pak Wayan menjelaskan. Warung ini dikelola oleh pak Wayan beserta istri dan juga menantunya. Dan pagi jam 10 sudah siap dengan tipat hangat yang baru selesai dimasak.

Tipat cantok yang masih hangat, lengkap dengan sayur kecambah yang diaduk dengan bumbu kacang, seporsi dengan cepat kuhabiskan pagi hari itu.


Berikutnya tipat kuah kare. seporsi tipat, diberi telor dan bakso ayam, disiram kuah kare.


Masih ada seporsi rujak gula bali, kuah pindang dan bumbu kacang. Campuran dari buah mangga, kedondong, belimbing, tomat.

Seporsi tipat cantok seharga Rp. 7.000,-, dan tipat kuah kare seharga Rp. 10.000,-. Rujak dihargai Rp. 5000,-.



Indahnya aneka hidangan nusantara. Murah meriah. Sederhana, namun terasa begitu mengasyikkan. Bagaimana mungkin tidak kita syukuri begitu kayanya kuliner yang kita miliki.......

Panti Jompo di Hari Minggu Berbagi Kasih Bersamamu



Ketika raga menua, ringkih tak lagi perkasa
Ijinkan aku tetap mendapat perhatianmu,
Tawa dan candamu, sapaan penuh kasih
Karena aku ingin menjadi tua bersamamu……




Pagi hari, Minggu, 24 Juni 2018.

Bergerak perlahan, dengan tujuan mengunjungi Panti Sosial Tresna Werdha Wana Sraya, yang terletak di Biaung, Denpasar. Bantuan yang kami bawa mungkin tidaklah seberapa. Tak perlu dikenal, tak ingin dikenang. Namun hanya dengan niat tulus ikhlas. 


Kami diterima oleh seorang petugas Panti Sosial tersebut. “Maaf, hanya saya yang sedang bertugas, karena hari libur, kami Cuma sendiri”. Ujarnya menyapa. Aku lalu menyusuri jalan setapak. Para penghuni Panti sedang beristirahat. Ku sapa ibu Nengah Rimin. “Saya dari Gianyar. Anak saya perempuan, menikah dan transmigran ke Makasar. Saya dapat terjatuh di halaman saat sedang bersih-bersih, menyapu. Sekarang hanya bisa duduk saja”. Ujarnya tersenyum manis sambil mengunyah roti yang kubagi.


Ada lagi ibu Alit yang berasal dari Negara, dia menawarkan sapu lidi buatannya. “Saya buat ini sendiri. Satu hari bisa dapat lima. Bagus ya”. Dia menjelaskan sambil memberikannya padaku. 


Ku ambil dompet kuning dengan wajah boneka sedang tersenyum manis buatan ibu Rina. “Saya dari Nias, namun ibu dari Padang. Saya dahulu di Jakarta pernah bekerja di pabrik boneka. Sekarang saya gunakan keahlian saya untuk membuat boneka ini”. Dia menjelaskan, sambil memberikan gantungan kunci buatannya.


Kuambil satu sapu lidi buatan ibu Gusti Made Wreti. Dia mengucapkan terima kasih berkali kali sambil menyatakan permohonan untuk dikunjungi lebih sering lagi, sekedar untuk berbagi cerita bersama. 

Di Panti Sosial Tresna Wredha Wana Sraya ini terdapat 30 an lansia yang tinggal disini. Ada lima orang di antaranya hanya berbaring karena sudah tidak mampu untuk duduk dan sedang dalam kondisi sakit.


Ah, kubayangkan…. Menjadi tua, dengan perasaan sepi, sendiri, tidak memiliki teman berbicara. Memang benar, bukan lapar yang bisa membunuh kita perlahan, namun perasaan kesepian, tidak dianggap, tidak memiliki teman curhat. Karena kita mahluk sosial, yang ingin dihargai, dicintai, dikasihi, diterima oleh lingkungan, bahkan oleh diri kita sendiri…….