Selasa, 23 Juni 2009

Pengamat dan penonton

Pengamat dan penonton,
Orang yang diamati dan yang ditonton,
topik yang jadi pengamatan dan tontonan,
hasil analisis amatan dan tontonan,

Sangat lumrah dan manusiawi jika menghasilkan dua hal yg terkadang bagai siang dan malam, bertolak belakang, rwa bineda, yin dan yang, pro dan kontra.
Yg aneh jika semua setuju, saling manggut dan angguk... bilang.. ya, ya ya...

Sebelum mereka mulai dengan perdebatan, ada teman yg minta untuk menonton dan kemudian mengomentari bersama. Kubilang.. gak tertarik dengan politik!. Namun begitu di bilang... disini kita bisa lihat wajah aseli mereka, kemampuan mereka dalam mengungkap buah pikir, logikanya jalan apa tidak, sistematis atau tidak..kepiawaian dalam memberikan jawaban...
Hati ini mulai terpancing...

Aku PNS, walau hidup pada level average, gaji rutin, dengan hutang pada beberapa bank, tetap tidak rela jika anak cucuku dibebankan hutang berpuluh juta oleh keputusan yg diambil pemerintah dalam menyusun kebijakannya. Benarkah demi rakyat? Rakyat yang mana? dalam hal apa?

Mereka kan tetap manusia juga.. tidak terlepas dari kultur budayanya, etos kerja, motivasi dan kebutuhan biologis dalam dirinya, keluarga yg ngerecoki, masyarakat yg diwakili, kepentingan golongan partainya, tidak terlepas dari Tim Suksesinya, Kontrak yg mereka buat sebelum maju Pilpres, harta dan modal awal yg dimiliki, dan juga harapan untuk meningkatkan harta dan modal, mengembalikan biaya yg telah dikeluarkan selama masa kampanye.

Aku juga.. ehm.. boleh dong maju jadi Capres..
Tapi... ratusan juta pengamat dan penonton yg akan menilai..
Rakyat kita enggak bodoh kok. Jangan anggap hanya orang yg duduk di kursi Dewan saja, yg berhasil terpilih kemarin, adalah orang orang hebat dan pilihan berkualitas.
jangan anggap pula, ketiga pasang Capres dan Wapres adalah orang yg sudah benar benar hasil saringan terbaik dimata setiap rakyat.

Akh.. aku juga bisa punya kesempatan jadi Capres, khan?
Tapi... gak kukuasai ilmu dan segala tetek bengek teori kerakyatan, apalagi berbagai data di lapangan, tentang keluhan petani atas hilangnya pupuk dan market yg tidak dibantu pemerintah, penderitaan nelayan atas jatah solar dan bensin yg dikurangi dan modal yg tidak dapat bantuan, jeritan buruh garmen dan handycraft yg diliburkan karena pasar lesu, teriakan para pengusaha dengan lebih dari 20 jenis pajak yg harus dibayar bagi perusahaan mereka... Hotel sekelas Saint Regis dan Bvulgari yg banting harga 70 % demi bayar gaji karyawannya disaat seharusnya high season begini...

Gak kupunyai, program kerja.. jaringan kelompok... modal awal untuk biayai kampanye yg bikin aku menahan desah nafas membayangkan angka yg fantastis bisa dipakai melunasi sebagian utang negara ini. Apalagi pengikut... orang yg bakal memilihku, paling suami dan anak anakku... itupun setelah dengan ancaman.. pilih aku, atau kucerai dirimu..

Banyak pengamat yang memang lebih pintar dari yg diamati..
Aku bisa menilai, penampilan si A lebih norak dari si B, Si C terlihat seksi dari si B, si B terlihat macho... tapi chance si A menang terlihat lebih besar.. walau dia lelet dan tidak sistematis, rada rada Oon lagi...

Aaaaahhh... aku kan berhak juga jadi Capres...
Masalahnya... dimata pengamat dan penilai...
Aku emank pantes apa enggak..
Jangankan program seratus hari.. program sehari juga aku gak punya...

Seperti pepatah yg katakan, perbedaan dan gaya kita menyikapi perbedaan itulah yg bikin dunia ini indah...

1 komentar:

  1. Well, ada yang juga tidak memprogramkan apa-pun, mengalir seperti air, sehingga bisa bebas mengamati :D

    BalasHapus