Minggu, 20 September 2009

Gempita Karmany Smansa, Sabtu 5 September 2009

Gempita Karmany Smansa, Sabtu 5 September 2009

Pk 16.15 Sabtu, 5 September 2009, kami sekeluarga selesai dengan urusan membersihkan halaman dari berbagai pilahan hasil pohon kelapa yang ditebang. Anak - anak berangkat ke tempat les mereka. Mengobrol sejenak dengan suami tercinta sambil menikmati pisang goreng bikinan sendiri. Rada gosong, tapi lumayan lah....

Pk 19.00, kembali berkumpul menikmati makan malam sederhana. Dan dering telepon Ibu Astuti di HP ku meminta agar kuijinkan si sulung, Adi, untuk bergabung dengan anak - anaknya ke Garuda Wisnu Kencana. "Ada Nidji pentas" sahutnya. Putra bungsu ku mulai merajuk, menangis, dan bergulung di lantai karena mengetahui tidak diijinkan turut serta. Dengan menahan nafas, kembali kutelpon sahabatku, ibu Astuti. "Ijinkan saya dan Yudha ikut serta, ibu. Akan saya bayar tiket kami" pintaku. Lalu setengah berlari, kucuci tangan hasil makan malam yg tidak tuntas, mengenakan baju jaket pada kedua anakku, topi dan sandal mereka, dan menyambar dompet, lalu berlari ke halaman, karena mobil Vios temanku telah tiba di ujung jalan. Akh, kulihat Pak Made Mangku, demikian kami biasa memanggil suami ibu Astuti, duduk di belakang kemudi, Prima dan Ngurah Ari duduk di samping kursi supir, di belakang, masih ada Bagus dan Ibu Astuti sendiri. Lalu putra sulungku, Adi, dan aku duduk memangku Yudha, yang kelas dua SD. Duh, Tuhan, demi kebahagiaan anak anak, bersesak berdelapan dalam sedan...


Setelah mampir di McD Resto Jimbaran, dan berbelanja ala Drive Thru, kami akhirnya tiba di GWK amphitheater pk 20.15. Antrian panjang terlihat pada pintu masuk. Sebagian besar terdiri dari remaja. Pakaian mereka menunjukkan gaya remaja, dari ala harajuku, yang tidak gunakan salah satu pakem. Keceriaan terpampang di wajah mereka. Kucoba menggiring rombongan maju bergegas tanpa terpisah. Di depan pintu gerbang, leher kami dicium dua kali. Pertama, oleh stempel bertinta merah dari panitia sebagai pertanda mampu memperlihatkan tiket masuk, lalu kami ditanyai, apakah tiket tersebut VVIP atau tidak. Dengan segera kujawab, "Ya, kami dari sponsor, BMA". Bukankah ibu Astuti adalah orangtua kak Agus Satria, pengurus OSIS SMA I, yang selenggarakan HUT SMA I ini di Garuda Wisnu Kencana ini? Dan BMA Tours & Travel yang handle penanganan tiket pp bagi Nidji, Rocket Rocker, hotel mereka, dll.


Dentuman mini marching band semakin keras menghentak terdengar hingga pintu tempat kami masih berdiri. Segera setelah leher kiri dan kanan ditandai alat stempel tersebut, kami berlari menaiki anak tangga menuju ke amphitheater, memasuki area VVIP di bagian depan, tepat dibawah panggung siswa Smansa yang sedang menjadi model dan berjalan hilir mudik di atasnya. Sungguh suatu tampilan yang unik dan menarik. Siswa SMA bisa menggelar sebuah tampilan spektakuler, di Garuda Wisnu Kencana, dengan biaya mencapai 650 juta, mengundang beberapa group band terkenal, dari Harum Manis Kembang Gula Band, Rocket Rocker dari Bandung, dan Nidji dengan Gilang yang ku idolakan.


Dari mini marching band, smansa models dengan para siswa yang tampil sangat seksi, Capoera, dengan gerak dinamis para pemainnya. Salute bagi penampilan Sekeha Gong Genta Ambara Kencana. Ehm, jadi ingat hal yang sama yang pernah ditampilkan ISI Denpasar saat Simposium Internasional 27-28 Agustus 2009. Fusion music ini gambarkan dinamika budaya Bali dan gaya modern yang hasilkan suatu bentuk kontemporer khas dunia musik remaja. Ah, ini semua bantu lupakan sejenak, kisruh yang melanda negeri, konflik dan permasalahan yang bagai tiada henti, perekonomian yang anjlok, isu sosial politik yang tiada beri kedamaian, dan masih berjuta probleman lainnya.


Pk 1 pagi, pesta kembang api dimulai, selama 30 menit penonton dihibur oleh berbagi jenis kembang api hasil bikinan Departemen Elektro Smansa Denpasar. Dari bentuk yang meliuk liuk ke atas sebelum memuncratkan semburat putih dilanjut sejuta warna indah bagai jamur di malam yang lalu bermandi cahaya... hingga puluhan kembang api kecil lain yang sambung menyambung tiada henti, hingga akhirnya langit bagai mandi ribuan pendar cahaya yang ubah gulita jadi siang hari. Lalu tercipta polusi udara. Awan hitam akibat sisa sisa pembakaran kembang api menyelimuti kami, dalam radius hingga lima ratus meter, akibat puluhan, hingga ratusan kembang api selama hampir satu jam tersebut.


Saat Nidji sedang menyanyikan lagu ke enam, terjadilah.... Hujan mulai turun. Awalnya hanya gerimis, namun makin lama makin deras. kukhawatirkan kondisi anak anak ini, namun mereka masih bertahan. Kunaikkan kerah baju anak bungsuku, kurapatkan topinya, dan berharap cuaca sedikit lebih ramah pada kami. Bahkan, Nidji bertahan untuk tidak mengecewakan penonton yang setia dibawah cucuran hujan ini, mereka tetap bermain dengan drumband dipayungi terpal plastik, termasuk pemainnya, demikian pula keyboardnya. Ah, pihak manajemen GWK sudah bersiap terhadap situasi pada amphitheater saat curah hujan terjadi...


Tapi tak bisa kusangkal....

Kudapatkan kebahagiaan saat melihat anak anakku berbahagia. Bahagia walau terkantuk tanpa tidur siang mereka, dan terjaga hingga pk 3 dini hari. Bahagia mereka karena bisa berkumpul bersama teman teman, bahagia karena bisa pergi mengunjungi Garuda Wisnu Kencana, bahagia karena bisa menonton pentas band, dan, begitu banyak bahagia lainnya.


Tuhan, terima kasih untuk kebahagiaan yang kudapat hari ini.

Semoga Engkau beri aku dan keluarga, juga sahabat, kebahagiaan yang tiada putus, walau terkadang kami tidak ketahui kebahagiaan sejati yang sesungguhnya Engkau sediakan bagi kami....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar