Jumat, 31 Agustus 2012

Denpasar - Nusa Dua - Ubud - Denpasar, Sesuatu tentang Cinta (Jum;at, 27 Juli 2012)

Jum'at pagi, 27 Juli 2012.  Tuntas di pagi hari dengan urusan dalam negeri alias rumah tangga, dari mencuci dan jemur baju, mempersiapkan sarapan dan bekal makan siang anak2ku di sekolah mereka. Made Yudhawijaya berangkat menuju sekolah, SDN 3 Padang Sambian Kelod, dengan kakaknya, Wayan Adi Pratama, yang lalu menuju sekolahnya sendiri, SMAN 1 Denpasar, di Jalan Angsoka, daerah Kreneng Denpasar. Aku menuju ke Nusa Dua.

Pagi ini ada Gladi Kotor Upacara Pembukaan Pembinaan Sikap Dasar Profesi, bagi 800 an mahasiswa baru Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali.  Juga ada Ujian Sidang Tugas Akhir / Skripsi, bagi para mahasiswa yang telah menuntaskan bimbingan dengan para dosen.

Banyak orang mengatakan, "Ibu, sibuk selalu, terlihat pada banyak aktivitas dan peristiwa". Hmmm, aku bukanlah orang yang sok aktif dan berusaha untuk terlihat dimana-mana. Aku juga bukan termasuk orang yang sering muncul dalam deretan nama pada berbagai SK mengenai orang yang terlibat dan bertanggungjawab terhadap berbagai kegiatan, khususnya di STPNDB. Ini semata-mata hanya didorong keinginan untuk memberikan pelayanan yang terbaik, karena aku mencintai pekerjaanku, menyayangi setiap aspek kehidupan, dan sekaligus, dorongan untuk berbagi informasi.

Banyak orang yang tidak mendapatkan peluang sebaik diriku, banyak orang yang tidak mengetahui duduk permasalahan sesungguhnya, banyak orang yang bersikap tidak mau tahu dan tidak perdulian. Aku ingin menikmati berbagai situasi dan kondisi, mengumpulkan informasi, memberikan yang kumampu bagi sesama, dan juga, berbagi dengan yang lain tentang kebahagiaanku, suka dan dukaku.

Maka, dengan semangat yang sama pula, aku berangkat pagi hari itu, mengendarai motor tercinta, menembus jalan raya Denpasar - Nusa Dua, tiba pada pagi hari pukul 7.30, di lapangan olah raga STPNDB.

1346429140912365300

Kulihat, jajaran dan jejeran mahasiswa baru dengan mengenakan uniform baju kaos putih dan celana hitam. Panitia, baik dari kalangan dosen dan pegawai, juga mahasiswa STPNDB, telah berada di tengah lapangan. Perlahan aku menaiki anak undakan yang menuju ke lapangan OR.

13464291731993765737

Seorang mahasiswa, dengan mengenakan uniform baju kaos seragam STPNDB dan celana cokelat menghampiriku. Dari uniformnya, jelas, dia adalah Warga Kampung. Istilahku bagi mahasiswa yang telah bertahun mengikuti pendidikan di STPNDB, namun belum mengikuti PSDP, sebagai prasyarat untuk mengikuti Ujian Sidang.

13464292051876277745

"Ibu, saya mohon bantuan ibu. Ijin agar saya bisa mengikuti PSDP ini. Saya baru keluar dari rumah sakit kemarin, karena operasi paru-paru yang saya ikuti. Saya sekarang sudah semester 5, bu. Saya ingin ikut ujian semester 6 nanti, tahun 2013".

Ah, anakku ini..... Dia baru saja keluar dari rumah sakit, dan bersikeras ikut PSDP agar tahun depan bisa berkonsentrasi pada skripsi dan ujian sidang. Hmmm. Tidak ada perlakuan khusus dan perbedaan perlakuan bagi seluruh mahasiswa STPNDB, dalam mengikuti PSDP. Ini bertujuan bagi pembinaan dan pengembangan sikap dalam diri, agar mereka mengenali bagaimana seorang hotelier sesungguhnya. Karakter seseorang sudah tentu tidak bisa dibentuk semudah kita membalik telapak tangan, namun mereka harus paham dan bisa mengaplikasikan ini dalam berbagai ruang kehidupan mereka. Tidak akan pernah ada kontak fisik. Tapi tidak akan ada toleransi bagi sikap manja dan kekanakan. Maka, kusuruh dia beristirahat, mempersiapkan diri bagi kuliah yang akan berawal di bulan September kelak, dan mengikuti PSDP tahun 2013.

1346429253568667417

1346429280434605623
13464293071794316961

Tuntas di lapangan olah raga STPNDB, aku bergerak ke ruang ujian sidang. Aku terjadwal menguji bersama bapak I Nyoman Sudiksa, SE., M.Par., juga I Made Mentra, SE., MM. Ujian sidang kali ini berlangsung di 15 kelas, dangan masing-masing kelas terdiri dari 3 mahasiswa yang mengikuti ujian. Dan aku menguji 3 mahasiswa yang ketiganya berasal dari Program Diploma IV, Program Studi Administrasi Perhotelan.

134642948033175953
13464295361344909419
1346429574302335589
1346429630123780131

Pada Ujian Sidang kali ini, terdapat pula beberapa mahasiswa bimbingan skripsiku. Misalnya, Putu Ivan Krisnantha.

Pukul 11.30, ujian sidang tuntas, banyak revisi yang harus dilakukan para mahasiswa, sebelum mereka dinyatakan lulus, dan berhak mengikuti Wisuda STPNDB, yang berlangsung April tahun 2013. Aku bergerak pulang ke rumah. Ada beberapa janji yang harus kupenuhi.

Tiba di rumah, kudapati Yudha, putra bungsuku ini, menangis tersedu2 dengan mata bengkak. Hmmm, dia berduka. Layangan yang dia naikkan kemarin sore bersama teman2, terputus, dan hilang entah kemana. Padahal, pagi hari, bapaknya sudah mengingatkan untuk menurunkan layangan tersebut. Dia bersikeras membiarkan layangan tersebut berkibar sepanjang hari, agar bisa dipamerkan pada teman2 sekolahnya. Sekolahnya berjarak 50 meter dari perum kami, dan, dia berharap bisa sesekali memandang layangan tersebut dari sekolahnya. Maka, simbok juga ketiban panik tatkala siang hari Yudha pulang dari sekolah sambil berlari dan menangis tersedu2, hingga melupakan sapu yang dibawa dari rumah, tertinggal di sekolah. Ah ha.... anakku berduka.....

Adi, si putra sulung, pulang dari sekolah, dengan laporan, dia akan mengganti lensa kamera temannya yang telah tanpa sengaja dijatuhkan. Dia membongkar uang hasil tabungannya, dari menjual baju hasil rancangan sendiri, stiker dan gelang yang dibuatnya. Hmmm. Rp 500 ribu yg harus dia berikan, untuk mengganti lensa kamera seharga Rp 1.500.000. Jumlah yang sungguh besar. Namun, dia harus bertanggungjawab terhadap hidupnya. Ini adalah sebuah proses menuju ke arah tersebut. Menjadi seseorang yang bijak dan dewasa dalam kehidupannya.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore, saat aku bersama suami bergerak menuju Campuhan di Ubud. Setelah urusan kantor dan rumah tangga, kini saatnya urusan keluarga besar. Dewa Ajik Dewa Gede Sudiastawan, pamanku, beristrikan seorang perempuan dari Campuhan Ubud, Nyoman Yeni. Besok adalah hari pelebon ibunda dari bu Jro Yeni, yang telah meninggal dua tahun silam. Kami melayat ke sana. Dan, karena kami hanya memiliki motor, maka, aku bergandengan berkendara di atas motor Mio, bersama suami tercinta.

Panas menyengat sepanjang jalan raya. Berboncengan berdua, mengingatkan kami pada banyak kebersamaan melewati masa2 23 tahun bersama. Tatkala baru berkenalan di Jogja, dia menuntaskan S2 di UGM tahun 1992, dan kutuntaskan S1 di Psikologi UGM tahun 1993. Kami berkendara dengan menggunakan motor pula. Hmmm, tanpa terasa, 23 tahun berlalu, dengan segala rasa, suka dan duka, lara dan nestapa, bahagia dan sukses. Semoga aku masih diberi kesempatan pada tahun-tahun yang akan datang berdua bersamanya....


1346427720674399388

Kini, kami bersama menempuh program pascasarjana S3, Doktoral, Program Studi Kajian Budaya, pada Universitas Udayana. Dia masuk tahun 2008, dan aku masuk tahun 2010. Ah, semoga kami bersama bisa meraih sukses dalam arungi berbagai ujian dan tantangan dalam kehidupan ini.

13464270131586504261

Tiba di Campuhan, Ubud, pukul 5 sore, kami diterima di Restoran Miros, yang sekaligus merangkap sebagai tempat tinggal. Ibu Jro sedang mundut tirta, hanya ada Dewa Ajik beserta Dewa Kadek dan Dewa Nyoman, anak2 mereka, juga beberapa keluarga lain.

13464270481554254793

Tak berapa lama, tiba rombongan yang mundut tirta dari Beji. Sungguh, sebuah family gathering dalam situasi begini. Keluarga yang berasal dari berbagai lokasi, di luar pulau, juga di luar negeri, berkumpul menjadi satu, melangsungkan upacara Pitra Yadnya, sebagai simbol penghargaan terhadap leluhur dan budaya yang ada,yang diwariskan turun temurun.

13464270911568689566
1346427164460930657

Banyak pihak beranggapan, budaya bukan hal utama, dan hanya menghabiskan biaya, waktu dan tenaga. Namun..... di balik segala kontroversi yang ada, ini juga memperlihatkan, betapa manusia diberi akal sehat, budi dan daya, untuk menuntaskan berbagai problema yang ada, untuk mencapai harmonis di antara mereka.
Tinggal diri kita sendiri yang bisa memilih dan memilah, apakah hanya akan terhenti pada polemik semata, atau akan mengaplikasikan kearifan luhur tersebut dalam diri kita, juga bagi sesama yang ada pada lingkungan kita. Pukul 7 malam, tuntas acara di Ubud, aku berpamit pada seluruh keluarga besar. 

Melintasi Puri Ubud, yang juga bersiap melaksanakan perhelatan Ngaben / Pitra Yadnya, kusempatkan berhenti dan mengambil gambar indah yang tersaji. Banyak sawa / jenasah yang merupakan keluarga dari kalangan masyarakat biasa fi sekitar puri yang juga bakal ikut di aben.

13464276371550009689

Lembu raksasa yang terbuat dari kayu dan bambu, dan Bale raksasa yang akan diikutsertakan dalam rangkaian prosesi Pitra Yatra terlihat telah siap.

1346427911938564629

Bade atau tempat berundag / bertingkat yang akan digunakan meletakkan mayat yang akan dikremasi juga sudah terpampang dengan megahnya.

1346427982575103706

Puluhan patung lembu dengan ukuran lebih kecil dibanding milik keluarga puri, yang terbuat dari kayu dan bambu sebagai tempat diletakkannya mayat dari kalangan masyarakat yang akan ikut prosesi ini juga telah berjejer dengan rapi.

13464281481309820372
13464287861354492807

Sungguh, sebuah maha karya yang memperlihatkan kualitas kerja masyarakat pembuatnya, melambangkan seni dan budaya masyarakat penyunjung dan penyungsung budaya tersebut, bahwa, pariwisata tidak hanya sekedar hura-hura. Pariwisata juga takkan menenggelamkan budaya luhur suatu bangsa, yang bisa menyikapi ini dengan arif, dan dewasa....

1346428368997244287

Deretan boncengan sang ibu dan para anaknya. Hmmm, mereka asyik menikmati pemandangan, meski sungguh berbahaya dalam situasi demikian.

Dan, kunikmati makan malam berdua, bersama suamiku, sahabat terbaikku, teman dalam selimutku, musuh di setiap debatku, ayah dari kedua anakku, kakak tercinta, yang kini sedang menempuh program doktoral di Kajian Budaya UNUD, Drs. Wayan Tagel Eddy, M.S. Kami duduk di Warung Teges, Ubud, menikmati nasi campur, sebelum pulang kembali ke rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar