Selasa, 21 Agustus 2012

Putu Singgih Permana & Maysiah

Akhir September tahun 2010. Seorang pemuda tiba di depan SD malam hari. Di dalam kelas sedang berlangsung proses belajar mengajar Kelompok Belajar Paket A, B, dan C. Situasi di pintu gerbang salah satu SD di dekat persimpangan jalan Teuku umar, dan Imam Bonjol tersebut dalam kondisi gelap. Aku tak bisa melihat jelas, namun yakin, dia adalah Putu, yang berjanji akan tiba menemui ku. Dia hanya terdiam di depan gerbang, tidak beranjak. Kami menghampirinya, kuajak dia untuk masuk dan berdiskusi bersama.



Dia terdiam, tidak berani mengawali pembicaraan. Hanya untaian jawaban ya dan tidak, yang diajukan mengomentari tiap pertanyaan. Disodorinya selembar berkas fotokopi ijasah bagi persyaratan melanjutkan pendidikan pada lembaga pendidikan yang melaksanakan Program Kelompok Belajar Paket C, dimana aku menjadi salah satu tenaga pengajar.

Pemuda di hadapanku, terlihat tatapan matanya cerdas, namun menolak untuk bertatap muka secara langsung, terlihat gelisah dan ingin segera berlalu dari ruang dimana kami berkumpul. Curiga an, dan tidak mudah percaya pada orang lain. Tipikal pemuda kritis yang ingin memperlihatkan jati diri dan eksistensi. Keingintahuan yang besar dan terkadang sering terkesan sebagai pemberontak atau pembangkang...... 

Di ruang dengan cahaya lampu terang ini, terlihat jelas tato di lengannya menyembul keluar dari lengan baju. Namun aku percaya, baik dan buruk seseorang tidak diukur dari banyaknya tato di tubuh..... Hmmm, namun tekadku ingin membuka cakrawala dunianya, bahwa, masih banyak orang yang sungguh peduli pada sesama, yang menginginkan kemajuan bagi orang lain pula, yang bisa membuat masa depannya semakin cerah bila dia membiarkan dirinya berkembang dan melangkah ke depan.

Pertemuan itu adalah pertemuan pertama. Aku hanya mengenalnya melalui dunia maya, lewat jejaring internet, yakni face book. Tulisan-tulisannya mencerminkan pandangan luas dengan jawaban logis, mengenai kegelisahan jiwa muda, tentang berbagai topik, mulai dari spiritual, sosial, pengalaman, dan juga keinginan2 nya. Dan, sesungguhnya, banyak karya nya, baik berupa coretan gambar, maupun tulisan, yang memperlihatkan, sesungguhnya dia orang religius dan romantis.

Dia menyebutku dengan ibu. Dan, hal sama juga bagi banyak orang, aku tidak suka memaksakan kehendak pada orang lain, atau mendekatkan diri dalam berbagai urusan orang lain, meski dia menganggapku sebagai ibu. Jika kita bisa melakukan sesuatu demi kebaikan orang lain, sesuai dengan batas kemampuan kita, kenapa tidak? Maka, hari-hari selanjutnya, bergulir bagai bianglala yang warnai setiap sisi kehidupan. Dia berjuang dengan segala cara dan gayanya, khas seorang yang berjiwa muda dn kritis......



Kami berkali melakukan kegiatan bersama, seperti persembahyangan ke Pura Luhur Sad Kahyangan Lempuyang, bersama sahabatnya, dan juga Ayu, simbok, pada tanggal 21 Januari 2011.














Ke Pura Besakih, pada tanggal 3 April 2011, bersama Ayu dan pak Albertus Djatmiko Armadi, sahabatku dari Malang, yang kebetulan sedang berada di Bali.


Lalu berikutnya, dia memperkenalkan pacarnya. Hmmm, seorang perempuan yg penuh kelembutan. Maysiah, seorang gadis cantik dari Lombok. Tatapan ramah yang bisa meneduhkan hati Putu, yang terkadang sering meledak karena emosi jiwa mudanya. Gadis cerdas ini akan menjadi teman debat Putu yg seimbang, dan sangat cocok mendampinginya. Hehe... kudoakan, semoga mereka bisa menjalani hari demi hari dengan bersama.....



Dan, kemudian, bagaikan tiada hari dimana mereka jalani terpisah..... Dimana ada May, disitu pula bergulir kisah tentang Putu. Mereka bagai pasangan mur dan bautnya. Banyak suka dan duka mereka untai bersama, terjatuh dan terpuruk, gelisah dan amarah yang sertai hari-hari mereka, kesedihan dan nelangsa yg mendera, hingga nyaris memisahkan mereka berdua.

Aku selalu membiarkan mereka secara bijak merpikir dan memutuskan pilihan hidup mereka. Suka atau tidak, mereka bertanggungjawab atas jalan hidup yang mereka ambil sebagai pilihan. Termasuk banyak keputusan besar yang akan menentukan arah langkah masa depan mereka, seperti Sudi Wedani, dan Menikah.......


Ke Pura Dalem Pengembak, pada tanggal 24 November 2011.  Kembali kami melakukan kegiatan bersama, bersembahyang bersama suami dan kedua anakku.









Ke Pura Besakih, pada tanggal 26 Februari 2012, dalam rangka sudi wadani Maysiah, bersama YJHN. Aku berangkat bersama Ayu dengan mengendarai motor. Bergabung dengan rombongan mereka di Penataran Agung Pura Besakih, dan kemudian memisahkan diri dari rombongan, kembali pulang terlebih dahulu.








Ke Pura Gunung Payung, lanjut menuju Pura Niti Bhuwana STPNDB, dan kemudian Pura Jagatnatha Puja Mandala, di Nusa Dua pada tanggal 8 April 2012. Kembali aku berangkat bersama Ayu, Putu dan Maysiah.







Ke Pura Petitenget pada tanggal 10 Juni 2012, bersama pak Miko dan keluarga ku dari Pontianak, Dw Byang Desak Ketut dan kedua anaknya yg kuliah di Bali. Alit, baru di terima di kelas internasional STIKOM Denpasar. sedang Ayu baru wisuda dari fakultas Sastra Inggris Universitas Udayana.

Dan, akhirnya, berita bahagia kuterima. Mereka akan menikah. Namun, berkali tanggal tersebut mengalami perubahan, dari semula bulan Juli, kemudian bergeser, tanggal 18 Agustus, kemudian tanggal 20, tanggal 22, dan akhirnya, tanggal 23 Agustus 2012. Upacara pernikahan bakal dilangsungkan di Jalan menuju Vihara Ashram Dharma, Gang Srikandi, Banjar Tegehe, Desa Banjar, Singaraja.









Mulanya aku telah menghubungi beberapa rekan, seperti Pak Kantha Adnyana, Pak Nyoman Suharta, untuk bersama menuju Singaraja memberi motivasi pada Putu, bahkan, memesan sebuah kendaraan mobil sewaan, bagiku dan keluarga, juga para sahabat sekolah Putu dan Maysiah, seperti Dian Akadianti, Rudy, Santi, Bu Agung. Namun perubahan berkali membuatku tidak bisa mengikuti kembali. Maka, pada hari Senin, 20 Agustus 2012, setelah mengunjungi kerabat di Bongancina, aku bergerak ke Banjar, mengunjungi Putu dan May, juga para kerabat mereka.


Putu Singgih Permana dan Maysiah, anak-anakku terkasih........
Hidup, tidak lah selalu indah. Kalian memasuki gerbang mahligai rumah tangga. Perjuangan tidak berhenti hingga disini. Tetaplah tegar berpijak selalu, pada bumi dimana kalian berada, dan menjunjung tinggi langit di mana pun kalian berada. Tersungkur berkali, bangkitlah kembali berkali dan berkali, anakku.......

1 komentar:

  1. bahasa tulisan mbk..kental bgt ma kekeluargaan...tyang senang bacanya...

    BalasHapus