Minggu, 03 Desember 2017

YJHN, Gunung Agung, dan Cinta, Purnama Kaenem, 3 Desember 2017






Setelah bergerak beberapa kali demi membantu umat yang terkena dampak erupsi Gunung Agung, kembali kali ini Yayasan Jaringan Hindu Nusantara melakukan aktivitas sama. Di hari Purnama, tanggal 3 Desember 2017, pagi hari dari Renon, menuju Rendang, Karangasem.


Bersama tiga kendaraan beriringan, berisi sembako, sayur mayor, beras, air mineral, telur, dan bingkisan bagi anak-anak yang ikut mengungsi, kami tiba di pemberhentian pertama. Di Posko Pengungsi yang terletak di Banjar Rendang Tengah, Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem ini terdapat 35 kepala keluarga, yang berasal dari Desa Yeh Aa.

Beberapa ibu sedang asyik mengulat tikar dari belahan bambu, alas untuk menjemur jaje, atau meletakkan peralatan banten. Anak-anak berlarian di halaman, ada juga yang sedang duduk bermain dengan teman-temannya. Mereka menghampiri kami, bersalaman, dan menyapa ramah. 


Ada ibu Mariani yang asyik mengulat tikar. 


Kulihat seorang ibu sedang duduk di undakan tangga, kuhampiri dan ikut duduk bersamanya. Cantik dan gaul dengan lipstick tipis, serta cat kuku di jemari kakinya. "Saya mau pulang, gak dikasih, saya mau ambil pakaian yang bersih, gak ada ganti nya. Tanaman tomat, timun, semua mati tertutup abu.."..... Ah, kulihat tatap mata bersahabat dan tetap bersemangat di wajahnya. Jagalah selalu semangat mu, bu Putu. Jangan biarkan ujian dan cobaan ini menghancurkan jati diri kita……


Bunda Dea meminta anak-anak duduk dengan posisi melingkar, lalu secara bergantian mereka memperkenalkan dirinya. Ada 35 anak-anak, laki-laki dan perempuan, dari berbagai usia, yang SMA hingga yang masih dipangku oleh orangtuanya. Mereka secara malu-malu menjelaskan keinginan, “Saya Agus, saya dari Yeh Aa, jika besar nanti saya mau jadi guru”….. “Saya Putu Ari Pratama, saya mau jadi Polisi”…..



Bunda Wayan dan Bunda Dea lalu mengajak mereka bernyanyi bersama, sambil menggerakkan jari jemari, tangan, bergoyang ke kiri dan ke kanan…..  Kulihat senyum ceria di wajah mereka, tertawa bersama, dan malu malu saat diminta bernyanyi sambil menari sendiri di depan teman-temannya…… Ah, teruslah menyanyi dan menari, sayangku….. teruslah tersenyum bahagia. Jangan biarkan sedih melanda jiwa-jiwa suci kalian. Semoga badai segera berlalu……


Bersama Pak Sura, Pak Kantha, Pak Trisnajaya, Pak Matra,  kami berdiskusi dengan para pengungsi. Ada yang ikut melantunkan mantram Puja Trisandhya yang dikomandoi oleh pak Matra. Ada yang membantu kami menurunkan beras bantuan, air mineral, juga telur dari mobil. Hingga tak terasa, dua jam lebih, kami berada bersama mereka. Kami berpamitan, karena masih ada beberapa lokasi yang akan dikunjungi.

Berikutnya adalah Banjar Rendang Kelod. Lokasi yang bersebelahan dengan Banjar Rendang Tengah ini, berada persis di depan lapangan dimana sedang berlangsung kegiatan yang bermaksud memperkuat ikatan antar Sekeha Teruna – Teruni di Desa Rendang. Di Banjar Rendang Kelod terdapat 30 kepala keluarga yang berasal dari Desa Besakih.

Dua remaja menghampiri dan menyapa ramah. Menciumi tangan. Salah satu nya berujar, “Saya Meni, sekarang kelas dua SMK. Ini Riyanti dari Besakih”. Dia lalu membantu kami menurunkan setumpuk krat telur, mengangkat dua karung beras, menuju bagian dapur logistik pengungsi.




Selesai beramah tamah dengan para pengungsi disini, kami bersama coordinator pengungsi bergerak menuju PVMBG, Pusat pemantauan situasi Gunung Agung yang terletak di Desa Rendang juga.





Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dengan Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana, aktif menyampaikan informasi terkait perkembangan Gunung Agung.  Hasil pemantauan membantu masyarakat untuk segera mengantisipasi dan mengatasi berbagai berita yang tidak jelas dan meresahkan. Seperti misalnya pada tanggal 3 Desember 2017, PVMBG  menyatakan konsentrasi gas sulfur dioksida (SO2) Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, menurun jika dibandingkan ketika erupsi eksplosif pada 26-27 November 2017. "Saat ini nilainya lebih rendah 20 kali lipat," kata Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem.



Menurut data, Gunung Agung mengalami erupsi pada 21 November 2017, pada pukul 17.05 Wita. Asap berwarna kelabu tebal berada di ketinggian maksimum sekitar 700 meter di atas puncak. Abu letusan bertiup lemah ke arah timur dan tenggara. (Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho). Pada tanggal 24 November 2017, Gunung Agung terus menyemburkan asap dan abu vulkanik dengan ketinggian yang terus meningkat, mencapai ketinggian 3.000 meter dari puncak. Letusan juga disertai dentuman yang terdengar sampai radius 12 kilometer.



Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD, Provinsi Bali, jumlah pengungsi  hingga Kamis (29/11/2017) pukul 18.00 WITA mencapai 43.358 jiwa yang tersebar di 229 titik pengungsian.


Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, meletusnya Gunung Agung  yang diikuti peningkatan status Awas mengharuskan warga di 22 desa tersebut keluar dari radius berbahaya sejauh radius 8 hingga 10 kilometer dari kawah gunung. "Mereka harus mengungsi karena mereka tinggal kawasan rawan bencana yang ancamannya adalah bahaya dari landaan awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu pijar, dan hujan abu lebat. Sangat berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar