Senin, 06 Juli 2020

Pujawali, Purnama, Banyu Pinaruh, Griya, Redite Pon Wuku Sinta, & Santi




Tat viddhi pranipatena pariprasnena sevaya. 
Upadeksyanti te jnanam jnaninas tatvadarsinah 
(BG IV. 34)

Belajar senantiasa dengan tekun, penuh syukur dan sikap disiplin, bekerja keras dan berbhakti. Guru yang bijak dan sempurna akan mengajarkan kepadamu kebijaksanaan, ilmu pengetahuan dan budi pekerti nan luhur.

Sifat egois terkadang membuat kita lupa untuk merendah, tidak menghargai orang lain, merasa diri sempurna dan enggan belajar membumi. Namun hari ini kami belajar kembali, dari lingkungan, dari orang lain, dari diri sendiri.

Redite Pon Wuku Sinta, Purnama Sasih Kasa, Banyu Pinaruh, Piodalan di Griya Kertha Dharma, Bubunan Singaraja.


Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dari Tabanan kota, jalur Penebel, kami tiba di Seririt Singaraja. Hari ini pujawali, puncak upacara piodalan. Sekaligus merupakan upacara pawintenan Jro Mangku Sukono Wardimin beserta istri. Bukan suatu kebetulan semata, bila hari ini bertepatan pula dengan Purnama, hari dimana bulan dalam situasi bulat penuh sempurna. Setelah kemarin umat Hindu Nusantara merayakan Hari Saraswati, hari ini merupakan Hari Banyu Pinaruh, melukat, pembersihan diri, sebagai simbol kebajikan dan kebijakan mengawali jejak hari berikutnya.

Berbagai simbol aktivitas dan benda yang dimiliki, sudah tentu memiliki makna dalam kehidupan kita. Sebagai pedoman, acuan, agar kita semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Bisa saja seseorang melakukan rangkaian upacara dan upakara pawintenan, tergantung dari peruntukan. Lagipula, dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung. Budaya akan senantiasa ada bila kita sepakati bersama berbagai perkembangan, perubahan, demi kebaikan dan kebersamaan kita dalam bekerja sama.

Aku berangkat bersama dengan Bunda Ratu, nama keren dan beken bagi Desak Sri Rejeki. Kami naik motor dari Tabanan. Bisa saja kami naik mobil bersama, namun demi praktisnya, kami berangkat bersama. Menempuh rute yang belum pernah kami lalui, melewati desa Penebel, menuju daerah Bedugul, melewati Blooms Garden, tembus di Tugu Jagung Bedugul. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Singaraja.

Tiba di Griya Kertha Dharma, Bubunan, Seririt, Singaraja, pukul 13.00. kami segera bergabung bersama Pak Made Sutama sekeluarga, Pak Nyoman Matra sekeluarga, berbaur bersama warga dan masyarakat lain.

Rangkaian upacara dimulai pukul 15.00. Beriringan menuju Beji, mecaru, melukat, membersihkan diri, sebelum bersembahyang di Merajan. Setelah rangkaian upacara selesai dan berjalan dengan lancar, pukul tujuh malam, kami berpamitan undur diri.

Bila melanjutkan perjalanan melalui Banjar, lewat rute Sidatapa, Pedawa, Tigawasa, dengan rute terjal berliku daerah pegunungan, tanpa penerangan memadai sepanjang perjalanan, sungguh riskan. Bila melalui bedugul, memakan waktu berkelok pula, dengan lampu kurang memadai. Maka kami pilih jalan yang lebih landai, melalui daerah Pupuan. Begitu memulai perjalanan panjang untuk pulang, hujan gerimis menemani. Semakin lama kian deras, ditambah dengan sayong, kabut yang turun perlahan. Ah, perih menerpa wajah. Tingkat kewaspadaan harus ditambah, kami tak hendak galau ini menambah parah keadaan. Sepanjang perjalanan, terkadang berkilometer tanpa penerangan jalan memadai. Sungguh, suatu tantangan dan cobaan bagi para pengendara malam, terutama emak-emak seperti kami ini, di atas usia 50 tahun an.

Dua jam kemudian, tiba di jalan raya utama, jalur Gilimanuk – Denpasar, aku bisa bernafas lega. Bahkan, tiada bekas sehabis hujan di sepanjang perjalanan kami berikutnya. Kuhantar Bunda Ratu ke rumah beliau, di perumahan Giri Persada. Sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju Denpasar Barat, pulang ke rumah, bersatu bersama anak-anak dan suami tercinta.

Malam, kian larut. Namun tak hendak ku luput, dari segala syukur dan puja bagi kebesaran Tuhan. Perjalanan ini, sungguh menyenangkan, dengan anugrah yang sempurna, tiada akhir dan berujung….. Purnama Sasih Kasa, Redite Pon Wuku Sinta, Piodalan Ring Griya, Kertha Dharma, Seririt Singaraja. Minggu, 5 Juli 2020.

Eda ngaden awak bisa
Depang anake ngadanin,
Gaginane buka nyampat,
Anak sai tumbuh lu’u
Ilang lu’u, ebuk e katah,
Yadin ririh, liu enu, ne peplajahin

Terkadang, kita merasa diri serba sakti, serba hebat dan kuat. Lupa rendah hati, lupa membumi. Namun hari ini, kembali aku belajar, bahwa kita hanyalah manusia biasa. Tidak boleh sombong, tetap bisa terluka dan sakit hati, bisa jatuh sakit. Rasa ini, akan senantiasa hadir, menguji kesadaran kita, menguji kesabaran kita semua…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar