Minggu, 09 Agustus 2020

Pembinaan Jiwa Korsa sebagai Antisipasi Anomi, Anomali dan Konflik dalam Era Tatanan Kebiasaan Baru

 

Pendahuluan

Jacques Delors dalam Irfa Ronaboyd (2011) menyatakan bahwa konflik-konflik di masa yang akan datang cenderung terjadi disebabkan oleh faktor-faktor budaya daripada ekonomi atau pun ideologi. Pernyataan ini ada benarnya mengingat situasi pandemi Covid-19 memaksa masyarakat hidup dalam suatu tatanan kebiasaan baru (New Normal Era). Gagap budaya yang dihadapi ketika pola kehidupan berubah drastis, membuat orang-orang memerlukan waktu dalam memahami dan menerapkan pola tersebut pada dirinya sendiri dan lingkungan dimana dia berada.

Tatanan Kebiasaan Baru (New Normal Era) bukan merupakan suatu istilah baru. Hal ini sudah beberapa kali terjadi dalam sejarah kehidupan manusia, termasuk dengan berbagai konflik yang ditimbulkan, baik konflik internal dan eksternal, konflik batin, maupun pergesekan dan perpecahan di tengah masyarakat. Emile Durkheim (1893) menjelaskan tentang terjadinya anomi (kegalauan dan kekacauan) di tengah masyarakat Eropa era industrialisasi abad ke 19. Dampaknya, muncul depresi di tengah masyarakat, menyurutnya regulasi ekonomi, merosotnya norma social, bahkan bunuh diri. Studi kasus yang dilakukan oleh Irfa Ronaboyd pada tahun 2011 memperlihatkan bahwa klaim yang dilakukan Malaysia terhadap beragam seni budaya Indonesia menjadi pemicu konflik di antara masyarakat Indonesia – Malaysia. Saling hujat dan saling serang di media sosial untuk memperlihatkan sesuatu yang dianggap sebagai bukti negaranya lebih unggul.

Ini menjelaskan bahwa konflik bisa terjadi sewaktu-waktu dalam kehidupan manusia, baik terkait bidang budaya, perekonomian, lingkungan sosial, dan lain sebagainya. Dan dengan memahami latar belakang pemicu konflik, upaya  antisipasi dapat dilakukan semenjak dini, penanganan tepat terhadap konflik juga dapat dilaksanakan secara bersama.

Konflik bisa terjadi karena karakter seseorang yang cenderung emosian, gampang terpengaruh perasaan, terpicu gangguan orang lain, ketidak sesuaian dengan lingkungan sekitar, atau karena ketidakmampuan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Contohnya jenuh terhadap suasana kerja rutin, menurunnya semangat kerja karena situasi pandemik, berkurangnya jalinan kerjasama karena berkurangnya intensitas bersama. Hal ini mendorong manajemen Politeknik Pariwisata Bali mengadakan kegiatan Outbond sebagai suatu bentuk menggalang dan meningkatkan kebersamaan di kalangan pegawainya, yang dirangkai dengan kegiatan terkait pengenalan budaya yang kurang dikenal luas sebelumnya.

Tidak hanya sekedar menyusun rencana aktivitas Pembinaan Jiwa Korsa bagi para pegawai, manajemen Politeknik Pariwisata Bali juga merangkai kegiatan dengan menjalin aktivitas bersama para petani di lokasi dimana aktivitas outbound berlangsung, kegiatan yoga bersama, mengunjungi situs cagar budaya berupa sarkofagus, dan berbagai aktivitas lain.

Kajian Pustaka

Ernest Renan menjelaskan bahwa bangsa adalah satu jiwa. Terbukti dengan disaat adanya klaim bahwa wayang kulit adalah milik Malaysia, Tari Pendet dikomersialkan Malaysia, sebagian besar rakyat Indonesia menyampaikan rasa tidak terima. Rasa saling “memiliki” budaya di tiap-tiap daerah telah membuat alam sadar bergejolak dan mempengaruhi jiwa untuk bergerak muncul dalam bentuk ucapan dan perilaku. Rasa saling memiliki karena adanya ikatan batin yang menyatukan, kesamaan sejarah dan cita-cita, walaupun di tengah masyarakat tersebut terdapat berbagai macam latar belakang perbedaan suku, usia, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman, bahasa, karakter dan kemampuan, akan membuat mereka bersatu. Hal ini menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi cipta, rasa dan karsa masyarakat yang mendukung budaya tersebut. Dan aktivitas yang terbentuk dengan sepenuh semangat tidak bisa terjadi begitu saja. Harus ada upaya pengenalan secara bertahap dan mendalam semenjak dini.

Konflik yang sudah terjadi mungkin tidak bisa ditarik kembali dan dilupakan begitu saja dengan mudahnya. Namun dengan kemauan, kerja sama berbagai pihak, kerja keras serta usaha mengendalikan diri, hal ini bisa terwujud. Salah satunya, dengan mengenali latar belakang budaya yang berkembang di tengah masyarakat, sejarah dan dinamika yang terjadi selama ini, serta niat baik mengaplikasikan demi kebaikan bersama.

Clifford Geertz menjelaskan bahwa kebudayaan adalah jati diri dan berkaitan dengan logika atau nalar, serta budi atau etika seseorang. Kebudayaan merupakan pola makna atau ide yang termuat dalam berbagai symbol terkait pengetahuan masyarakat. Kebudayaan juga merupakan sarana yang berfungsi menetapkan identitas masyarakat.

Kuntowijoyo menjelaskan bahwa paralelisme transformasi sosial memperlihatkan perubahan positif yang terjadi dalam skala dan kecepatan tertentu. Namun bila terjadi ketidakseimbangan di antara perubahan struktural dan kultural, ini akan menyebabkan terjadinya anomy atau anomie . Dalam bahasa latin, anomia identik dengan lawless alias nirhukum atau bertentangan dengan hokum. Dalam bahasa Inggris, anomy atau anomie, menurut Concise Oxford Dictionary (1987) berarti “lack of the usual social standards in group or person. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa menjelaskan anomi sebagai: (1) perilaku tanpa arah dan apatis, (2) keadaan masyarakat yang sinis atau negatif terhadap sistem norma, hilangnya kewibawaan hukum, dan disorganisasi hubungan antar manusia, (3) gejala ketidakseimbangan psikologis yang dapat melahirkan perilaku menyimpang. Anomi ini bisa diartikan suatu keadaan sistem sosial yang berkonotasi kacau dan membingungkan.

Emile Durkheim (1987) menjelaskan bahwa keadaan anomi ini menjelaskan permasalahan yang dihadapi masyarakat Eropa di masa awal era industrialisasi abad ke 19, dimana terjadi pertumbuhan industri secara pesat (1893), terjadi perubahan aturan sosial, hilangnya norma social, perilaku individu yang tidak terkendali, sehingga berdampak meningkatnya tindakan bunuh diri pada masyarakat pertanian (1897).

Marx menjelaskan bahwa terjadinya konflik bisa ditinjau dari tiga isu utama, yakni berdasar teori perjuangan kelas, teori materialism dialektika / sejarah perkembangan terjadinya konflik, dan teori nilai lebih (Marx dalam Scott, 2012: 129)

Uraian di atas menjelaskan bahwa perkembangan budaya yang dinamis akan senantiasa terjadi sepanjang kehidupan manusia. Ini terjadi karena interaksi yang berlangsung di tengah masyarakat, dialektika yang ada, wacana yang berkembang, pengaturan sosial yang berlaku, terkait pula dengan aspek politis, ekonomi, sehingga konflik merupakan sesuatu yang tidak terelakkan dapat terjadi.

Wirawan (2012: 69) menjelaskan bahwa konflik bukan saja menyangkut hal-hal yang bersifat material, namun juga menyangkut ide. Ide atau persepsi, pikiran, merupakan sesuatu yang bersifat sentral di dalam diri manusia, yang mempengaruhi perkataan dan perbuatan dalam mewujudkan niat dan mencapai tujuan. Untuk mewujudkan semua perjuangan ini tidak bisa terlepas dari konflik.

Charles Tilly (1981: 46) menjelaskan bahwa antisipasi dan penanganan konflik dapat berupa tindakan-tindakan yang bersifat bersama (collective action’s) mencakup tiga hal fundamental, yakni kepentingan (interests), kapasitas (capacity), kesempatan (opportunity). Menambahkan antisipasi ini bisa pula mencakup kekuatan (power), threat (ancaman), dukungan (facility), baik dalam hal material maupun non material), termasuk pula peranan aktor (agent) yang membentuk tindakan sosial.

Uraian ini menjelaskan pendapat Charles Darwin yang menyampaikan bahwa setiap mahluk hidup berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup. Juga menjelaskan pendapat Sigmund Freud, bahwa psikodinamika atau dinamika kondisi psikologis ini membantu seseorang mengontrol ego yang terjadi di dalam diri dalam upaya memperoleh kebahagiaan. Hal ini pula yang berupaya diterapkan oleh manajemen Politeknik Pariwisata Bali, psikodinamika lembaga beserta berbagai komponen yang ada di dalamnya, dalam berbagai aspek lembaga.

Pembahasan

Politeknik Pariwisata Bali, yang dahulu bernama Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, melaksanakan Pembinaan Jiwa Korsa, semangat kebersamaan di antara para pegawai dan juga dosen, dengan mengadakan outbond, pada bulan Agustus – September 2020. Pelaksanaan kegiatan, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan terkait Pandemi Covid-19. Masing-masing kelompok kegiatan terbagi menjadi 30 orang, dilaksanakan selama dua hari, setiap kelompok nya, dimulai semenjak hari Senin, 3 Agustus 2020. Hal ini sesuai dengan semangat yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, agar perekonomian masyarakat tetap bergulir, dan tetap memperhatikan serta menerapkan peraturan yang berlaku.

Tidak hanya sekedar menyusun rencana aktivitas Pembinaan Jiwa Korsa bagi para pegawai, manajemen Politeknik Pariwisata Bali juga merangkai kegiatan dengan menjalin aktivitas bersama para petani di lokasi dimana aktivitas outbond berlangsung, kegiatan yoga bersama, mengunjungi situs cagar budaya berupa sarkofagus, dan berbagai aktivitas lain.

Marx menjelaskan bahwa terjadinya konflik bisa ditinjau dari tiga isu utama, yakni berdasar teori perjuangan kelas, teori materialism dialektika / sejarah perkembangan terjadinya konflik, dan teori nilai lebih. Pertama, teori perjuangan kelas. Perubahan terjadi akibat kondisi masyarakat. Emansipasi hanya dapat dicapai dengan perjuangan kelas, buruh atau masyarakat di level bawah berjuang meningkatkan kelasnya. Kedua, teori materialism dialektika. Struktur masyarakat dan sejarah perkembangan memperlihatkan akan selalu ada kelas-kelas sosial. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan sosial, melainkan sebaliknya, keadaan sosial yang menentukan kesadaran manusia. Ketiga, teori nilai dan nilai lebih. Hal ini menjelaskan bahwa seseorang menghindari konflik, mendapat kepuasan bila memperoleh upah, mendapatkan imbalan yang dianggap sesuai, senilai, untuk memulihkan tenaga, dan pemenuhan kebutuhan keluarganya (Marx dalam Scott, 2012: 129)

Pembinaan jiwa korsa menjadi salah satu upaya menghindari timbulnya konflik di dalam lembaga. Kebersamaan yang terjalin sebelum, selama dan sesudah kegiatan pembinaan jiwa korsa ini diharapkan mampu memupuk semangat kerjasama interpersonal. Ini yang dilakukan oleh lembaga Politeknik Pariwisata Bali.

“Saya berharap banyak, bahwa pegawai dan dosen mampu menjalin kesadaran, kebersamaan, dan kerjasama yang mungkin sempat turun selama ini”, ujar direktur Politeknik Pariwisata Bali saat diminta pendapat terkait kegiatan Outbond.

Maka, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Charles Tilly (1981: 46), Outbond terlaksana sesuai dengan prosedur kesehatan yang berlaku, pegawai bersama-sama pergi keluar, menemukan suasana berbeda, kebersamaan dan diskusi, mampu membuat kita saling mengenali, menjalin kerjasama, mengurangi konflik. Antisipasi dan penanganan konflik dapat berupa tindakan-tindakan yang bersifat bersama (collective action’s) mencakup tiga hal fundamental, yakni kepentingan (interests), kapasitas (capacity), kesempatan (opportunity). Dewa Agung (2011: 167) menambahkan antisipasi ini bisa pula mencakup kekuatan (power), ancaman (threat), dukungan (facility), baik dalam hal material maupun non material), termasuk pula peranan aktor (agent) yang membentuk tindakan sosial.

Panitia membuat sembilan kelompok yang masing-masing terdiri dari 30 orang, dengan masing-masing lama kegiatan dua hari, gabungan dari dosen dan pegawai, honorer dan ASN, semenjak 3 Agustus hingga 4 September 2020, dengan beragam kegiatan. Total terdapat 292 orang pegawai dan dosen Politeknik Pariwisata Bali. Outbond sebagai bentuk pengejawantahan Pembinaan Jiwa Korsa kali ini berlangsung di Bali, tepatnya di The Yogi’s Garden, pada Desa Kerta, Banjar Marga, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.

Salah satu kegiatan adalah mengunjungi situs cagar budaya sarkofagus yang berasal dari jaman megalitikum. Mungkin hanya berupa bentukan sarkofagus yang tidak lagi utuh. Namun ini melambangkan suatu peradaban yang pernah hadir, budaya yang berlangsung di tengah masyarakat, dengan berbagai aspek kehidupan, mencakup aktivitas perekonomian, peta perpolitikan, kehidupan soiial masyarakat, ideologi yang berkembang saat itu, konflik yang menimbulkan anomi dan juga anomaly di tengah masyarakatnya.

Kesimpulan

Sepanjang kehidupan dengan berbagai dinamika yang terjadi di sekeliling, konflik tidak dapat dihindari, namun bisa diantisipasi dan ditangani bersama. Mau tidak mau, suka atau tidak, manusia menjadi bagian dari peradaban yang berkembang secara dinamis, dengan budayanya, kehidupan sosial, ekonomi, politik yang ada. Suka dan duka akan senantiasa ada, berbagai perbedaan dan perubahan serta pertentangan mungkin saja terjadi. Politeknik Pariwisata Bali beserta berbagai komponennya juga tidak dapat terlepas dari adanya anomi dan anomali yang berdampak hadirnya kegaduhan, kegalauan, gangguan, konflik, pergeseran dan perubahan tatanan kebiasaan baru. Kita semua diminta bijak dan dewasa menyikapi ini semua.

 

Kesimpulan

 

Referensi :

1.      Agung, Dewa Agung Gede. Pemahaman Awal terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktural Fungsional dan Struktural Konflik. Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan.

2.      Delors, Jacques. Question Concerning European Security.

3.      Durkheim, Emile. 1893. The Division of Labour in Society.

4.      Durkheim, Emile. 1897. Suicide.

5.      Ronaboyd, Irfa. 2011. Hari Budaya Nusantara sebagai Nation Building, Character Building, dan Inventarisasi Budaya.

6.      Sastrodinomo, Kasijanto. 2013. Anomi dan Anomali. Jakarta: Tempo.

7.      Suyana, I Wayan Erna. 2017. Potensi Wisata Sejarah di Banjar Marga Tengah. Denpasar.

8.      The Concise Oxford Dictionary. 1987.

 

http://kerta.desa.id/2017/11/15/potensi-wisata-sejarah-di-banjar-margatengah/?unapproved=9&moderation-hash=44d0c426ad4a94899f5385ad5e4ceacf#comment-9

 

https://www.researchgate.net/publication/336459042_HARI_BUDAYA_NUSANTARA_SEBAGAI_NATION_BUILDING_CHARACTER_BUILDING_DAN_INVENTARISASI_BUDAYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar