Selasa, 06 Oktober 2009

Pura Bukit Mentik Gunung Lebah Batur

Selasa, 6 Oktober 2009. Pukul 10.00,
setelah tiba dari Padma A. Building dan selesai bersama ADH C / 3, temui ibu Kadek Ratnasih, dan mengadakan pertemuan singkat dengan team PPM STPNDB, kuputuskan mulai membuka komputer, menyelesaikan beberapa laporan yang tertunda....

"Mangkin nyorean jagi tangkil ring Pura Bukit Mentik Gunung Lebah, Batur. Wenten wayang Cenkblonk pk. 20.00. Jagi sareng?" demikian ajakan seorang sahabat via fb ku. Ah, suatu ajakan yang sangat menggugah jiwa spiritual, tapi, deretan tugas yang belum selesai ini membuatku tak berani berharap berlebihan. Namun panggilan Tuhan tak mungkin kutolak. "Sangat menyenangkan...seandai nya tityang boleh bergabung...bisa berkumpul dimana? boleh kah tityang menumpang?" Harapku padanya. Setelah memastikan hal ini, kukebut menyelesaikan laporan, fotokopi arsip, dan mengedarkan beberapa data juga informasi.

Waktu menunjukkan pukul 15.00. Hanya punya waktu dua jam untuk pulang ke Denpasar, berbelanja buah dan kue untuk kuhaturkan di Pura nanti, menyelesaikan urusan keluarga, diskusi singkat dengan suami tercinta, mempersiapkan diri lalu bersembahyang sejenak, dan berangkat ke Jalan Veteran memenuhi janji hadir pukul 17 sore.

Pukul 18.30, rombongan kami bergerak meninggalkan jalan Patih Nambi, menyusuri jalan Raya Mambal, menjemput Jero Mangku Tusan, lalu melanjutkan pergerakan menyeruak malam melewati Payangan menuju Batur. Kelokan turun menuju kawah Batur ini mengingatkanku pada perjalanan menuju kawah Bromo. Jalan dengan tikungan tajam dan curam, beberapa batu kapur yang diletakkan di sisi kiri maupun kanan jalan jadi penanda bahwa jalan itu rapuh dan rawan longsor. Jalan ini pula yang ingatkan perjuangan masyarakat mengarungi jalan rusak parah Asah Badung - Dapdap Putih kini.

Menjelang pukul 21.00, kami tiba di Pura Bukit Mentik. Sapaan hangat para pemedek lain dan para pengayah menggambarkan semangat mereka dalam memberikan pelayanan terbaik di rumah Tuhan ini. Ini semakin memantapkan hati bersembahyang. Bayangan dalam berhari, bahkan dalam hitungan bulan, mungkin pula tahun, mereka mencurahkan tenaga demi berikan yang terbaik bagi umat dalam pelaksanaan upakara ini. Wajah lelah dan lesu terlihat pada beberapa dari mereka, namun terlihat kedamaian dan kepuasan di baliknya... Aku dihadapan mereka bukan lah apa apa, belum lah ada artinya.

Pukul 22.45, suara gamelan para penabuh team wayang Cenkblonk mulai terdengar, perlahan, para pengayah yang telah selesai melaksanakan tugasnya, bergerak menghampiri, mendekat. Mereka duduk di depan kelir wayang, ada yang duduk dilantai bersemen, ada yang memilih berdiri, mengenakan jaket tebal dan selendang yang dilingkarkan dipundak menentang udara dingin malam yang terasa menusuk. Hmm, inilah hiburan rakyat, yang juga diadakan dalam rangkaian Karya Agung di Pura Bukit Mentik ini, dengan dalangnya, yang baru saja menamatkan pendidikan master bulan lalu. Ah, andai ada Putu, Nyoman dan juga Wayan di sini.... akankah mereka terlibat perbincangan panjang tentang wayang, berbagai tokohnya, dan makna wayang itu sendiri berdasar tinjauan mereka masing masing bagai dahulu lagi? Ini kah bagian dari perjuangan satria nusantara dalam atasi konflik di negeri ini dan persatukan disintegrasi bangsa yang porak poranda pada banyak sisi?

Pukul 1 dini hari, Rabu tanggal 7 Oktober 2009. pentas wayang berakhir. Betapa banyak dan dalamnya makna kehidupan yang bisa disarikan disini... Kami kembali bergerak menuju Denpasar. Di jalan tanjakan untuk keluar dari kawah Batur, sebuah mobil carry di depan kami merosot turun.

Hmmm, Tuhan, sebegini kerasnya kah perjuangan umatMu, memuliakan namaMu, dalam berbagai cara, agar semakin mendekatkan dirinya? Aku, betapa kecilnya diriku di hadapan mereka, di hadapanMu, tertunduk malu ku dengan segala egoku yang sudah sudah... Bahkan aku harus mencubit lenganku untuk menyadarkan diri ini. Perjalanan ini kulakukan bersama Jero Mangku Tusan dan Pak Donny Harimurti, sang Kelian Babad Bali, dan juga keluarganya, yang bahkan baru kali ini kutemui. Ah, ini bukan mimpi.... Satu kali lagi keberuntungan dan kesempatan yang kudapat sebagai berkah dari Sang Hyang Widhi dalam perjalanan spiritual, untuk semakin mendekatkan diri padaNya.....

Ajarkan aku, untuk semakin mensyukuri hidupku, tiap detik dalam kehidupanku, yang sangat jauh lebih beruntung, dibanding orang lainnya, yang masih terpuruk dalam bencana dan berbagai masalah...


Menjelang pukul 2 hari Rabu, 7 Oktober 2009, aku tiba di pondok kecilku. seluruh anggota keluarga terlelap. Hmmm, saat yang baik untuk menikmati malam dengan doa bersyukur pada Tuhan, sebelum bersiap hadir di kantor, dan berikan UTS dipagi hari, sesuai janjiku pada mereka minggu lalu.


2 komentar:

  1. Selalu sempat tirtayatra ya Mbak ^_^?

    BalasHapus
  2. Tidak selalu...
    Purnama kemarin, malah hanya di rumah. Namun, nikmati tiap detik yang mengalir, dalam berbagai kesempatan dan permasalahan yang dihadapi akan bantu proses pendewasaan diri kita..

    BalasHapus