Kamis, 17 Desember 2009

Dalam Gelap Malam Bertabur Bintang 14 Desember 2009

Senin, 14 Desember 2009

Pukul 16.30 tiba dari Besakih, sehabis lakukan Pengabdian Masyarakat bersama rombongan dosen MAP STPNDB, aku tiba di rumah. Bermain sejenak bersama anak-anakku, lalu HP nokia bekasku berbunyi. Sebuah pesan singkat masuk. "Bu, kami ingin nangkil ke Pura Tanah Kilap ntar malam. Ibu bisa kan ikutan sembahyang? gak ada ibu gak seru. Ada yg ingin kami perbincangkan" Demikian bunyi pesan yang dikirimkan oleh Desak.

Hmmm. Jika topik bahasan mengenai spiritual dan sembahyang, selalu ada getar yang seolah tiada henti menyapa mesra hati ini. Apalagi jika ada permintaan dari mereka yg sedang alami galau hati, gak tega rasanya menolak atau mengecewakan hati mereka. Segera kukirim pesan bagi Nyoman, sahabat lain yang juga senang temui dunia spiritual seperti ini, mengajaknya ikut sembahyang dan membantu memberi solusi bagi para remaja yg sedang galau hati. Lalu kami berjanji berjumpa pukul tujuh malam di Pura Tanah Kilap.

Menyusuri jalan sunset road menuju Pura ini, kusadari area ini mendapat giliran listrik mati. Hmm, suatu cobaan dan tantangan lain, bersembahyang dalam keadaan gelap gulita. Namun, misi tidak boleh berlalu, the show must go on. Dan, pukul tujuh tepat tiba di depan Pura. Setelah setengah jam kulewatkan bersama Jero Mangku Sadia, baru Nyoman tiba. Lolak, demikian panggilannya. Kali ini dia tiba tanpa anak dan istri yang sering menemaninya dalam perjalanan bersembahyang bersama. Sedangkan, Desak Widya dan Kadek Adi Suryanegara masih tuntaskan persembahyangan mereka di Pura Narmada, sebelum akhirnya bergabung dengan kami 30 menit kemudian.

Bersembahyang bersama di Pura Anyar Tanah Kilap, tempat berstana Ida Ratu Niyang Shakti, Bethari Lingsir, dalam temaram sinar bintang di angkasa, dilanjutkan dengan diskusi berkepanjangan tentang aspek kehidupan, memberikan nuansa spiritual yang kental. Tidak ada perasaan takut bersembahyang bersama dan duduk dalam gelap. Hanya ada pasrah dan kedekatan dengan Sang Hyang Widhi, mencoba memahami, bahwa diri ini bukanlah apa-apa, bukan siapa-siapa. Setiap orang miliki karma masing-masing, tidak cuma diriku dan keluargaku, bukan cuma Nyoman, tak hanya Desak dan Kadek, bahkan, setiap orang di muka persada ini. Kita hadapi perjuangan kita masing-masing, miliki problema dan tantangan kehidupan di alam dunia ini.

Dalam diam doaku, dalam gelap malam yang temani sembahyangku, dalam kesunyian yang melingkupi kami saat itu, dalam kepasrahan yang kami tunjukkan, dalam diskusi berkepanjangan, bahkan ternyata, kita hanya setitik debu, yang coba tentukan arah langkah dan jejak kaki....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar