Minggu, 06 Desember 2009

Akhirnya, jejak langkahku tiba disini....

Sabtu, 5 Desember 2009
Saniscara Kajeng Paing Merangkih...

Setelah browse data tentang Om Maslow yang kubutuhkan bagi penelitianku tentang Kelompok Usaha Jukung di Kawasan Pariwisata Nusa Dua selesai pukul 1 dini hari, kucoba terlelap dalam pelukan malam. Terbaringku tanpa bantal yang coba kulakoni akhir-akhir ini. Dan... derai hujan yang semakin deras bangunkan diri dari lelap. Hmmm, harus berlari menurunkan tirai bambu di teras agar tetes bulir hujan tidak mencapai perabot kursi, dan anjing kesayangan bisa tenang terlelap tanpa terkena basah hujan. lalu kucoba lanjutkan bercengkerama dengan malam. Kubutuhkan tidur ini, karena pukul 7 pagi sudah harus di By Pass IB Mantra berkumpul bersama para sahabat. Namun ternyata bahkan malam enggan bercinta denganku. Baru jelang pukul 4 pagi bisa terlelap, untuk kembali terjaga pukul 5. Hmm, harus kusyukuri, ini pun, mungkin adalah bentuk lain dari anugerah Tuhan yang diberikan Nya bagi ku...

Segera bangun dan memulai persiapan pagi hari demi keluarga tercinta, mengecek dan memastikan sekali lagi, persiapan keberangkatan anak-anak ke sekolah, keperluan suami di pagi hari, lalu kumulai dengan persiapan bagi diri sendiri.

Kuletakkan satu pejati terbungkus sokasi / besek di bagian belakang motor astrea grand 800 yang telah setia menemani di hampir sebagian besar perjalanan ku, lalu satu pejati lagi di bagian depan motorku, juga canang 25 buah. Kugantung ransel berisi kebaya, dompet, buku untuk mencatat hal-hal penting di jalan, dan beberapa makanan ringan yang mungkin berguna selama di jalan. Kukenakan pakaian kebesaran, celana panjang, jaket dan slayer di leher, tak lupa, sarung tangan, kaca mata hitam seharga 15.000 perak dan kaus kaki, serta sandal kulit satu-satunya seharga 250 ribu yang telah setia menemani selama tiga tahun ini. Hmm, bahkan, suamiku kalah heboh dg dandananku.

"Ibu, apakah kami harus mengenakan kain dan kebaya dari rumah menuju pura?" Tanya murid wanita yang ingin bergabung dengan perjalananku kali ini. Hmm, tentu kusarankan mereka mengenakan celana panjang saja. Perjalanan jauh akan lebih aman ditempuh jika mengenakan pakaian yang pantas dan bisa melindungi diri dari angin dan debu.

Rasa khawatir sempat mendera bahwa hujan deras tadi malam bakal berlanjut, namun, kuasa Hyang Widhi memperlihatkan indahnya sebuah pengharapan. Pagi mersinar cerah, mentari mengintip manja saat ku selesaikan persiapan pagi hari... Pukul 7 lewat 10 menit. Tiba ku di depan gerbang jalan By pass IB Mantra. Sudah ada tiga muridku di sana. Suzane, yang anak bu Endang, rekan dosen STPNDB yang sudah pensiun, Dian Lesmana, dan Sri Yulianti yang pernah kutangani kasus kejiwaannya secara pribadi. Mereka adalah ketiga mahasiswi cantik yang sedang menyusun skripsi di STPNDB, semester 8. Saat kulontarkan rencana untuk mengadakan perjalanan spiritual, mereka tertarik untuk bergabung. Hingga akhirnya, kami putuskan, Pura Sad Kahyangan Andakasa adalah tujuan perjalanan kami hari ini, Sabtu, 5 Desember 2009. Hmm, siapa bilang, wanita adalah mahluk lemah dan cengeng belaka? Siapa bilang, mahasiswi STPNDB hanya bisa dugem dan tidak bisa tunjukkan prestasi? Kali ini kami buktikan, bahwa, narsis sekalipun, sembahyang tidak bakal kami tinggalkan, menyusun skripsi, sedang bekerja pun, sudah berkeluarga sekalipun, tidak berarti, lantas tidak bisa luangkan waktu untuk menikmati pemandangan dan bertirta yatra, bahkan, walau kami hanya mampu gunakan motor untuk berjalan melaju, susuri jalan ini, merengkuh jejak kaki ke haribaan Tuhan Yang Maha Kuasa....

30 menit kemudian, pak Nyoman tiba bersama keluarganya. Mereka turun dari mobil swift ungu metalik, saling menyapa, dan mereka menyayangi bahwa kami tidak bisa bergabung dengan mereka di dalam mobilnya. Dengan tulus, kukatakan, bahwa, tidak bermasalah dengan kendaraan yang berbeda. Sejauh niat kita sama, mencapai Beliau, tidak peduli apakah kita berangkat sendiri atau bersama, apa yang mampu kita persembahkan atau kita bawa, Beliau akan dengan sukacita menerima kehadiran kita. Berkali ku yakinkan pada mereka, bahwa para wanita yang berkendara motor ini adalah para pejuang spiritual yang sudah terbiasa menempuh jarak jauh dalam mengembangkan jati diri. Akhirnya, hanya banten yang ada di motor kami masing-masing, yang kami pindahkan ke mobil pak Nyoman.

Setelah memastikan bahwa beberapa sahabat lain tidak bisa ikut bergabung dalam perjalanan kali ini, Kadek Adi bersama pacarnya, Ngurah Jayen dan tunangannya, serta Komang Suartana, jelang pukul 8 pagi kami mulai bergerak menuju Karangasem. Melaju di se panjang jalan IB Mantra, bersaing dengan berbagai jenis kendaraan yang semakin bertambah jumlahnya di Propinsi Bali, tujuan pertama kami adalah Pura Andakasa. Setelah tiba di Desa Pikat, sebelum Warung Pesinggahan yang terkenal, kami berbelok ke kiri, menyusuri jalan aspal pedesaan, sepanjang 10 km, lalu tiba di pelataran parkir Pura, Banjar Pakel, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Motor kami parkir berjejer, bergegas mengganti pakaian dengan yang lebih pantas untuk menghadap ke rumah Tuhan, dan mulai mengeluarkan banten yang kami titipkan di mobil pak Nyoman.

Menyusuri jalan setapak berundak yang ditata menuju Pura, kami menikmati indah suasana alam yang asri, setelah berjalan selama 5 menit, kami tiba di Pura Pasar Agung. Sembahyang dipimpin oleh Pak Nyoman pada pura yang merupakan pura pesimpangan Ida Bethare Dalem Ped ini.

Selesai bersembahyang, kembali kami beranjak menuju Pura Andakasa. hampir 400 anakan tangga yang kami telusuri menuju rumah Tuhan. Sebuah perjuangan dalam upaya semakin mendekatkan diri dengan Beliau. Semoga kami menjadi manusia manusia yang semakin bijak dalam melangkah. Kami sadari, bukan rombongan kami saja yang hadir disini. Walau bukan odalan dan hari keagamaan, namun senantiasa ada umat yang berupaya mempertebal keimanan dengan mengadakan tirta yatra pula. seperti rombongan dari Bank Sinar Mukti dan rombongan dari panitia yang akan menyelenggarakan upacara pekelem di danau Batur yang hadir berbarengan dengan kami disini.

Waktu mulai beranjak jelang tengah hari, setelah puas menghadap Tuhan dalam manifestasi Beliau sebagai Bethare Brahma di Pura Andakasa, kami putuskan beranjak menuju Pura Silayukti yang terletak di Padang Bai.

Menurut iloveblue.com, Pura Silayukti merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan di Bali. Pura ini terletak di sebuah bukit bagian timur Desa Padangbai, dipercaya sebagai parahyangan Ida Batara Mpu Kuturan, seorang tokoh yang sangat berjasa dalam menata kehidupan sosial religius masyarakat Bali sekitar abad ke-11 Masehi. Pujawali di pura Silayukti jatuh tiap Buda Kliwon Pahang (enam bulan sekali). Pada bagian timur, di tebing pantai yang curam ada Pura Payogan. Diduga di tempat ini Mpu Kuturan melakukan yoga semadi pada masanya.

Setelah tuntas bersembahyang di Pura Payogan dan Pura Andakasa, kami sempatkan menikmati pemandangan indah perairan Padang Bai dari bale bengong di bibir pantai, sambil menikmati lungsuran banten, lalu beranjak pulang kembali. Terima kasih Tuhan, kau beri kami satu hari lain lagi, untuk menikmati indah hari meniti ke dalaman kasih Mu yang tiada henti pada kami. Entah kapan bisa kuulangi kembali, perjalanan menuju salah satu rumah Mu kembali...
Terima kasih bagi pak Nyoman sekeluarga, kami diberi kesempatan menikmati makan siang di Warung Be Pasih Pesinggahan, lengkap dengan es klamut yang sejuk segar basahi tenggorokan kering ini. Terima kasih bagi para muridku, atas hadir kalian dan keceriaan yang telah kalian cipta sepanjang perjalanan. Jangan kapok buat rencana perjalanan lain lagi... Terima kasih untuk keluarga ku dan para sahabat lain, semoga masih banyak waktu tercipta bagi perjalanan spiritual lain lagi. Kucintai dunia ini, kucintai berkah Tuhan bagi setiap nafas yang kuhembuskan... sekarang, aku siap atas keberangkatanku kapanpun, hmmm, aku siap Tuhan...

Merujuk pada BabadBali.com, Pura Andakasa diperkirakan didirikan oleh Mpu Kuturan sekitar abad XI. Di samping itu Pura Luhur Andakasa juga memiliki kaitan dengan pemuka agama Hindu Sang Kulputih, yang pernah bertapa di tempat ini sebelum menuju Lempuyang dan Besakih. Dan berdasarkan observasi pada area-area di pura ini dapat diduga pura ini mengalami perkembangan dan perbaikan sekitar abad 17 - 18 Masehi. Sebuah prasasti terdapat di Pura Panyimpenan Pura Luhur Andakasa, namun tidak tertulis pada prasasti itu keberadaan pura ini. Seperti dikemukakan dalam berbagai lontar, Pura Luhur Andakasa berstatus sebagai salah satu Kahyangan Jagat, juga Sad Kahyangan yang berarti menjadi sungsungan seluruh umat Hindu di Bali khususnya, umumnya di Indonesia. Sebagai Kahyangan Jagat, Pura Luhur Andakasa merupakan stana dari Hyang Tugu atau Dewa Brahma yang menguasai kawasan selatan dalam struktur Dewata Nawasanga, manifestasi Hyang Widhi yang menghuni 9 arah mata angin. Dengan demikian, Pura Andakasa adalah pura kahyangan jagat yang didirikan atas konsepsi Catur Loka Pala dan Sad Winayaka. Pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Catur Loka Pala adalah empat pura sebagai media pemujaan empat manifestasi Tuhan untuk memotivasi umat mendapatkan rasa aman atau perlindungan atas kemahakuasaan Tuhan. Keempat pura itu dinyatakan dalam kutipan Lontar Usana Bali di atas. Mendapatkan rasa aman (raksanam) dan mendapatkan kehidupan yang sejahtera (danam) sebagai kebutuhan dasar masyarakat yang wajib diupayakan oleh para pemimpin atau kesatria. (Manawa Dharmasastra I.89) Di arah selatan didirikan Pura Andakasa sebagai tempat pemujaan Batara Hyanging Tugu. Hal ini juga dinyatakan dalam Lontar Babad Kayu Selem. Sedangkan dalam Lontar Padma Bhuwana menyatakan: ''Brahma pwa sira pernahing daksina, pratistheng kahyangan Gunung Andakasa.'' Artinya Dewa Brahma menguasai arah selatan (daksina) yang dipuja di Pura Kahyangan Gunung Andakasa.Yang dimaksud Hyanging Tugu dalam Lontar Usana Bali dan Babad Kayu Selem itu adalah Dewa Brahma sebagai manifestasi Tuhan dalam fungsinya sebagai pencipta.

Pura Andakasa juga salah satu pura yang didirikan atas dasar konsepsi Sad Winayaka untuk memuja enam manifestasi Tuhan di Pura Sad Kahyangan. Memuja Tuhan di Pura Sad Kahyangan untuk memohon bimbingan Tuhan dalam melestarikan sad kertih membangun Bali agar tetap ajeg -- umatnya sejahtera sekala-niskala. Membina tegaknya Sad Kertih itu menyangkut aspek spiritual yaitu atma Kertih. Yang menyangkut pelestarian alam ada tiga yaitu samudra kertih, wana kertih dan danu kertih yaitu pelestarian laut, hutan dan sumber-sumber mata air. Sedangkan untuk manusianya meliputi jagat kertih membangun sistem sosial yang tangguh dan jana kertih menyangkut pembangunan manusia individu yang utuh lahir batin.

Jadinya pemujaan Tuhan Yang Mahaesa dengan media pemujaan dalam wujud Pura Catur Loka Pala dan Sad Winayaka untuk membangun sistem religi yang aplikatif. Sistem religi berupaya agar pemujaan pada Tuhan Yang Maha Esa itu dapat berdaya guna untuk memberikan landasan moral dan mental. Pura Andakasa dalam kesehariannya didukung oleh dua desa pakraman yaitu Desa Pakraman Antiga dan Gegelang.

Pemujaan Batara Brahma di Pura Andakasa ini dibangun di jejeran pelinggih di bagian timur dalam bentuk Padmasana. Di bagian jeroan atau pada areal bagian dalam Pura Andakasa di jejer timur ada empat padma. Yang paling utara adalah disebut Sanggar Agung di sebelah selatannya ada pelinggih Meru Tumpang Telu. Di selatan meru tersebut ada padmasana sebagai pelinggih untuk memuja Dewa Brahma atau Hyanging Tugu. Di sebelah selatan pelinggih Batara Brahma ada juga dua padmasana untuk pelinggih Sapta Petala dan Anglurah Agung.

Upacara pujawali atau juga disebut piodalan di Pura Andakasa diselenggarakan dengan menggunakan sistem tahun wuku. Hari yang ditetapkan sejak zaman dahulu sebagai hari pujawali di Pura Andakasa adalah setiap hari Anggara Kliwon Wuku Medangsia. Di samping ada pujawali setiap 210 hari, juga diselenggarakan upacara pecaruan setiap Anggara Kliwon pada wuku Perangbakat, wuku Dukut dan wuku Kulantir.

2 komentar:

  1. Wah kayanya kalau ada Safari Dharmawisata, Mbak Santi cocok dijadikan konsultan :)

    BalasHapus
  2. Ehm.... kagak baek atuh.. sudah ada bagiannya masing masing. Yg Guide, yg dokter merangkap sastrawan & seniman, yg pejabat merangkap pedagang, yg dosen merangkap preman, eh hehehe...

    BalasHapus