Minggu, 21 Februari 2021

Jalanku meraih Mu (2). Jalani, takkan menyerah kalah, apalagi surut melangkah, meski lelah, resah

 


Taki Taki ning Sewaka Guna Widya

Bersumber pada teks Kakawin Nitisastra. Sebuah karya sastra puisi berbahasa Jawa Kuna yang digubah pada masa akhir kejayaan Majapahit di Jawa Timur. Pepatah luhur ini menjadi motto Universitas Udayana yang berarti bahwa Orang yang bersungguh-sungguh mengabdikan diri pada kebajikan dan pengetahuan. Pepatah ini juga bermakna ajakan untuk senantiasa sadar diri, bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri kepada kebajikan (guna) dan ilmu pengetahuan (widya), memposisikan diri sebagai abdi (sewaka) yang mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat atau orang lain, terkait ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang berkepribadian luhur, wawasan ke depan, sehingga memiliki karya unggul, berkualitas dalam pekerjaan, mandiri serta berbudaya.

Kakawin Nitisastra terdiri dari dua versi, yakni teks panjang yang terdiri dari 15 pupuh dan 120 bait, dan teks pendek yang terdiri dari 10 pupuh dan 83 bait. Bait yang mengandung Taki-taki ning Sewaka Guna Widya terletak pada bait pertama Pupuh ke lima, dengan metrum Kusumawicitra:

Taki-taki ning sewaka guna widya

Smara wisaya rwang puluh ing ayusya,

Tengahi tuwuh sancawana gegonta.

Patilar ing atmeng tanu paguroken.

 

Bersungguh-sungguh mengabdikan diri

kepada kebajikan dan ilmu pengetahuan.

Menikmati asmara pada usia dua puluh tahun.

Pada usia setengah umur, patut mendalami ajaran suci.

Perpisahan jiwa dengan raga patut dipelajari.

Ini memperlihatkan bahwa di dalam proses belajar juga akan terlibat dengan banyak hal. Tidak hanya berkaitan dengan pembelajaran secara langsung, namun juga terlibat dengan urusan lainnya, keluarga, sahabat, kematian, kehidupan, kebahagiaan, spiritual, duniawi, jasmani, rohani.

Dari rencana target semula, hanya dua tahun, bahkan, maksimal, tiga tahun, akan kuraih gelar Doktor. Namun tidaklah semudah itu. Berkali harus mengalah, berkali harus egois, berkali harus murka, tertawa bahagia, resah dan gelisah, bahkan gundah. Mulai dari urusan keluarga, pelebon bibi, Dewa Biyang Dewa Nyoman Nesi di desa Batuaji, anak-anak yang membutuhkan perhatian karena menginjak usia remaja, suami yang juga menempuh pendidikan program doktoral. Mulai dari urusan Promotor yang berganti, dari Prof. Dr. Made Suastika, SU., menjadi Prof. Dr. Anak Agung Wirawan, SU, namun kemudian memasuki usia pensiun, sehingga kembali berganti menjadi Prof. Dr. Anak Agung Anom Kumbara. Ko Promotor yang meninggal, Dr. I Nyoman Madiun, SE., M.Sc., sehingga harus berganti kembali. Permintaan para pembimbing dan para penguji untuk rombak total rancang bangun bagan disertasi, menyesuaikan kembali, topik disertasi, landasan teori, aplikasi di lapangan, analisis data, rangkuman hasil penelitian. Semua berkembang menjadi sebelas tahun, dua puluh satu semester, baru kutuntaskan proses disertasi dalam meraih gelar doktor ini.

Menyesal ? Tidak ! Sedikit pun tidak ada rasa sesal. Semua membutuhkan proses, tumbuh berkembang, hadir dengan berbagai alasan dan perjuangan dalam meraih nya. Dan, inilah hasil yang bisa ku peroleh. Dengan penuh rasa syukur, kusampaikan, Terima kasih yang sebesarnya, sedalamnya, bagi leluhurku, kedua orangtuaku, kedua mertuaku, suami dan kedua anakku, para guru, para rekan kerja, direktur ku, atasan, dan sahabat juga kerabat, bahkan yang tidak kukenal sekalipun. Mereka semua telah berperan sesuai bidang masing-masing, menghantarku hingga menjadi seorang doktor, meraih doktor dalam kurun waktu sebelas tahun.

Jika ada yang bertanya, bagaimana perasaanku kini, kujawab, biasa saja, mari lanjut kerja. Bekerja, berdoa dan berusaha, menjalani hidup dengan sebaiknya. Itu saja. Suatu impian dan harapan yang sederhana, namun justru membuat kita berbahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar