Rabu, 12 September 2012

Pariwisata demi Bali, atau Bali demi Pariwisata?


Pariwisata demi Bali, ataukah Bali demi Pariwisata?
I Gede Ardika, mantan Menteri Pariwisata periode tahun 2000 – 2004, pagi ini menyatakan, bahwa sudah seharusnya para pemimpin dan pengambil kebijaksanaan di Bali menegaskan komitmen dan mengambil langkah-langkah demi menyelamatkan situasi dan kondisi Bali.
Adalah sebuah kebohongan besar, bila menyatakan pariwisata sudah memberikan kontribusi berarti bagi penduduk Bali. Karena, faktanya, 98 % beragam usaha yang berkaitan dengan pariwisata masih dimiliki oleh orang luar Bali. Hal ini memberi dampak sebagian besar penduduk Bali sendiri hanya sebagai penonton atau sebagai pemain dengan peran kecil dalam kepariwisataan.
Berbagai sumber daya, khususnya sumber daya manusia, yang ada di Bali, tidak kalah bersaing dengan sumber daya yang ada di daerah lain. Namun berbagai kebijakan yang dikeluarkan justru terkesan hanya berjalan terpisah, kurang terkoordinir, dan hanya menguntungkan segelintir pihak, dengan mengabaikan masyarakat Bali secara umum. Padahal sumber daya yang ada di Bali memiliki potensi luar biasa. Dan hal ini seharusnya menjadi fokus perhatian para pemimpin Bali, sebagai bahan diskusi dan kajian yang tiada hentinya, dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat Bali, dan mengaplikasikan demi kemajuan penduduk Bali itu sendiri.
Ini dikemukakan oleh bapak I Gede Ardika, yang mengaku, sungguh menikmati peran beliau kini, sebagai seorang pengempu, atau MC, yakni Menjaga Cucu, di pagi hari yang cerah, Kamis, 13 September 2012. Konferensi Pembangunan Kepariwisataan Berkelanjutan di selenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Holiday Inn Resort, 12 – 14 September 2012, diikuti oleh sekitar 200 peserta yang berasal dari berbagai komponen, seperti dari pihak industri pariwisata, lembaga dan instansi yang berkaitan dengan kepariwisataan
Berbagai sambutan lain yang disampaikan adalah, dari Direktur ILO Jakarta, Mr. Peter van Rooij, Gubernur Bali dalam sambutan yang disampaikan oleh Kadisparda, Bapak IB Kade Subhiksu, dan juga Menteri Parekraf dalam sambutan yang disampaikan oleh bapak Dr. Sapta Nirwandar.
Menteri Parekraf  dalam isi sambutan juga menguraikan, bahwa Sustainable Development juga sudah seharusnya tidak mengorbankan masa depan berbagai pihak yang terlibat dalam pembangunan tersebut. Dan sudah seharusnya berbagai perkembangan pembangunan yang ada akan selalu tetap merujuk pada 3 pilar pembangunan yang berkelanjutan, meliputi : pembangunan ekonomi, pembangunan sosial ekonomi, dan perlindungan terhadap lingkungan.
Beragam perencanaan dan pengembangan dalam pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan sudah seharusnya mengutamakan Ekosistem,  baik dalam hal pelestarian ragam flora dan fauna, juga budaya yang ada di tengah masyarakat, yang bersifat ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Semua ini kembali berpulang pada diri kita masing-masing, seberapa jauh beragam potensi sumber daya yang ada akan digunakan secara bijak dan dewasa demi kemajuan dan perkembangan masyarakat dimana pariwisata itu berada. Sehingga tidak berlaku pepatah yang mengatakan, habis manis sepah dibuang, hisap seluruh sari dan sampah yang diberikan. Karena dampak selalu akan menyertai secara berkelanjutan pula, maka mari kita hanya berikan dampak yang positif pula, dengan mengeliminir berbagai aspek negatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar