Senin, 10 Juni 2019

Cerita Tantri, Dongeng, Fabel, dan Santi




Kharma phala ngaran ika,
Phalaning gawe hala hayu.
Hala ula hala tinemu,
Hayu pinargi hayu pinanggih.

Dari: Satua I Kedis Cangak Mati Baan Lobane / Pedanda Baka / Cangak Maketu.

Cerita atau dongeng memiliki peranan dalam pengembangan karakter agar memiliki jati diri yang jelas dan tegas. Dongeng juga dapat dijadikan sarana dalam mewariskan nilai-nilai luhur kepribadian yang membantu anak menjalani masa tumbuh kembang dengan baik. Anak – anak dapat belajar bermain peran, mengembangkan empati dan juga mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam lingkungan. 


Mereka belajar mengembangkan intelektualitas dan imajinasi dengan mendengarkan dongeng, mengembangkan kreativitas dengan mencari problem solving yang di dapat dari dongeng. Dengan demikian akan semakin banyak alternatif solusi jika terjadi konflik atau permasalahan di dalam berinteraksi dengan orang lain dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan daya nalar yang ada. 


Di Bali, Hikayat atau dongeng rakyat dikenal dengan Cerita Tantri yang berbentuk prosa maupun puisi. Masyarakat Bali mengenal tiga macam Cerita Tantri, yakni Tantri Kamandaka, Tantri Manduka Harana, dan Tantri Pisaca Harana. Salah satu bentuk Cerita Tantri Kamandaka yang terkenal adalah Satua Ni Diah Tantri yang menceritakan mengenai tingkah laku para binatang yang didongengkan oleh Ni Diah Tantri pada Raja Patali Nagatun, Prabu Eswaryadala. Satua Ni Diah Tantri ini sendiri memiliki dua puluh enam cerita yang meliputi : Kisah Bhagawan Drarmaswami, Tertipu Tipuan Suara-suara, Burung Atat Meniru Pengasuhnya, Kisah Empas, I Titih Berguru kepada I Tuma, Burung Kedis Cangak Mati Baan Lobane, Kisah Bangsa Burung Pemangsa, Kisah I Cewagara, Kejelekan Tingkah Laku Singa, Burung Tinil Mengalahkan Samudera, Kisah I Papaka, Kisah Sri Adnya Dharmaswami, I Welacit dan I Surada, Macan yang Dihidupkan Sang Pandita, Yuyu yang Baik Hati, Kisah Burung Sangsiah, Kisah Keburukan Perilaku Kera, Kambing Takutin Macan, Kisah Gajah yang Sok Kuasa, Kisah Empas Mengalahkan Garuda, Kisah Seorang Pemburu, Kasiapa Kepuh, I Syaruda Menjalankan Tipu Daya untuk Membunuh Ular, Kisah Tiga Ikan, Kisah Batur Taskara, dan Cerita Sang Arya Dharma Percaya Ajaran si Kambing.


Tingkah dadi jadma idup,
tusing suud mangulati,
solah, laksana melah,
anggon kemulan numadi,
magae jemet-jemetang,
sinah mapikolih lewih.

Dari Pupuh Ginanti. Sebagai umat manusia yang menjalankan ajaran Dharma, melakukan perbuatan di dalam kehidupan, bekerja dengan bersungguh, berpikir dan berkata kebaikan, sehingga memperoleh hal yang baik pula.
Cerita Tantri mengandung ajaran dan nilai moralitas yang mengajarkan umat manusia dengan perumpamaan hubungan sebab dan akibat dari sifat para binatang dan tokoh yang terdapat dalam cerita. Cerita Tantri juga mengandung nilai luhur tentang budi pekerti, etika, keteladanan dalam hidup yang berlandaskan aspek Ketuhanan, Kemanusiaan, Kejujuran, Keadilan, Kerjasama, Kepedulian, Kecerdasan.
Penerapan dari filosofis Maguru Satwa (berguru pada binatang) ini menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat yang dikenal dengan istilah Dunia Tantri. Dan filosofis ini yang secara terus menerus ditanamkan semenjak usia dini pada diri anak yang disebut dengan Golden Age, usia emas sang anak dalam menumbuhkembangkan benih-benih sikap positif, sehingga memiliki pengaruh luar biasa dalam pembentukan karakter sang anak setelah dia dewasa.
Referensi:
Sawitri, Cok. 2011. Tantri, Perempuan yang Bercerita. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Ananda, IB, BP., Hendra Setiawan. 2012. Kisah 1001 Malam Ni Diah Tantri, Inspirasi Ibu dalam mengembangkan Karakter Anak. Klungkung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar