Sabtu, 08 Juni 2019

Yayasan Cahaya Mutiara Hati dan Disabilitas





Yayasan Cahaya Mutiara Hati terletak di Ubud. Yayasan ini menempati sebuah bangunan gedung bekas SD di atas lahan milik Banjar Kawan, Desa Tampak Siring, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Gianyar. Gedung ini disewa sebagai gudang oleh seorang warga Negara asing yang berbaik hati mengijinkan mereka menumpang. Sebagai gedung bekas sekolah yang sudah using, terlihat beberapa bagian gedung yang mulai melapuk, atap bocor, sehingga perlu direnovasi. 


Ku kenal mereka saat bergabung bersama di area Car Free Day di Renon, saat membantu berjualan tiket Ubud Run yang mereka selenggarakan setahun lalu. Mereka menggalang dana untuk perbaikan beberapa bagian gedung.


Yayasan ini merupakan tempat bernaung bagi kaum disabilitas. Visi dan misi mereka adalah  Ketua nya bernama Ketut Budiarsa. Yayasan ini berdiri pada tanggal 27 Agustus tahun 2014. Sayang harapan mereka untuk melakukan renovasi bagian gedung yang rusak masih terkendala beberapa hal.
Pada hari Kamis, Juni 2019, aku berkunjung ke Ubud. Aku  melakukan serangkaian diskusi terkait penyusunan buku tentang seni dan budaya, khususnya salah satu tokoh seni, Jejeneng Mpu Keris Pande Wayan Suteja Neka, di museum beliau. Kutemui para staf beliau, Jangkung Wijanarko dan Made Sukadana, atau dikenal dengan nama keren, Boy, di Museum Neka. Ini merupakan konfirmasi ulang sebelum kupastikan hasil karya kami laik disebarluaskan bagi masyarakat pencinta seni. Berikutnya, aku mampir di Usada Bali, Jalan Sugriwa, kulihat seperangkat peralatan makan dari bambu (sedotan minuman) dan sabut kelapa (sendok, garpu) yang dibalut kain blacu. Penerima tamu yang ada disana menjelaskan bahwa peralatan tersebut dibuat oleh remaja disabilitas binaan Yayasan Cahaya Mutiara Hati. Aku teringat para sahabat yang kutemui tahun lalu. Kucoba sekalian mampir mengunjungi mereka. Kususuri jalan pedesaan, melintasi sawah, perempuan yan sedang “ngedig” batangan padi, rombongan wisatawan yang juga bersepeda dijalan yang kulalui, hingga tiba di Tampak Siring.


Kulihat mereka sedang duduk bersama, ada yang sedang membuat porosan untuk bahan pelengkap membuat banten, ada yang sedang merangkai kalung serta gelang, ada juga yang sedang masak. Mereka menawariku untuk ikut bergabung bersama, makan rame-rame. Kulihat jam menunjukkan pukul dua belas, tepat tengah hari, aku ikut mengambil piring, membuka sokasi tempat menyimpan nasi dari anyaman bambu, menyendok sayur kacang merah dan kacang panjang dari panci, telur mata sapi yang baru mereka goreng, tempe manis iris tipis, lalu duduk bersama mereka menikmati makan siang sepiring penuh menggunung…..


Tidak lama kemudian, tiba rombongan Pak Andre bersama keluarga dan Natasha Skin Care Denpasar. Mereka membawa bantuan berupa bahan sembako. Kulihat, anak-anak mereka senang menikmati situasi yang ada, kami berkeliling melihat beragam asesoris hasil kerja para disabilitas yang bernaung menjadi anggota Yayasan Cahaya Mutiara Hati, kami juga mengamati hasil kebun organic yang ada di bagian samping kiri Gedung. Terdapat beragam jenis tanaman sayuran dan buah yang sudah beberapa kali panen.




“Cahaya Mutiara Hati memiliki makna pribadi yang bersinar memberikan cahayanya, dan berguna bagaikan mutiara, memiliki hati yang teguh kukuh, tangguh, dan mulia”, ujar pak Ketut Budiarsa menjelaskan makna kata Cahaya Mutiara Hati. Program mereka meliputi pendidikan kesenian, olahraga, berkebun, menerima pesanan lukisan, juga kerajinan.





Sungguh indah kurasa hari ini…. Ku syukuri juga setiap hari yang bisa kunikmati…. Sebagai orang yang senantiasa diberi kemudahan, berlimpah rejeki dan kesehatan, tidak sepantasnya senantiasa berkeluh kesah dan hanya berdiam diri. Mereka yang merupakan kaum disabilitas masih tetap berupaya mencari cara untuk tetap berkarya, masak sih, aku harus menyerah kalah dan menyesali diri atas nasib…..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar