Senin, 24 Agustus 2009

Malaysia dan Pendet

Ribut-ribut soal tari Pendet dalam iklan promosi Malaysia


Sekian ribu rakyat Indonesia yang mengais rejeki di negeri Jiran, ada yang sudah beranak pinak di sana, mereka yang membawa adat istiadat dan kebudayaan Indonesia. Mereka memelihara dan menumbuhkembangkannya di sana. Dengan berbagai alasan, membunuh rasa kangen pada kampung halaman yang tidak lagi ramah dalam mengais rejeki, jika Indonesia bisa beri kami makan tentu kami memilih untuk tidak dipermalukan disini begini...

Mungkin sama seperti masyarakat kita yang tinggal dan hidup di berbagai belahan dunia lain, di Eropa, di AS, di Aussie, bikin Sekehe Gong, bikin Pura, dan berbagai perangkat adat istiadat disertai dengan tatanan norma yang juga diterapkan di sana. Bukan tidak mungkin, mereka ini pula bisa klaim bahwa kebudayaan tersebut tumbuh dan berkembang di sana, lalu memasang iklan pada berbagai media massa dengan gunakan gambar yang sebenarnya berakar dari kebudayaan Indonesia pula. Bahkan, kini kita harus belajar dari Belanda, karena banyak lontar dan benda masa lalu yang berpindah ke sana?

Saya pribadi, protes dan tidak terima saat batik, reog, pendet diikutkan dalam iklan promosi pariwisata mereka. Tapi kita harus arif dalam menyikapi ini semua. Apakah perlu saya ke Jakarta dan ikut demo, atau cukup teriak teriak di jalan Sudirman seputran kampus Unud, atau paksa semua saudara turun ke jalan, atau datang ke Malaysia, push Depbudpar untuk bertindak keras pula, panggil Diplomat Malaysia untuk jelaskan ini semua dan paksa mereka minta maaf.

Keponakan saya bilang, perlakuan mereka disana benar-benar tidak bisa diterima, tapi kami butuh kerja, butuh uang untuk makan, jadi, kami pilih bertahan dan kumpulkan uang.

Ada ribuan orang Malaysia yang berada di Indonesia. Mereka bekerja atau sekolah. Ada banyak mahasiswa Fak. Kedokteran Udayana yang berasal dari Malaysia, terutama keturunan India. Jumlahnya lebih dari 100 yang tersebar di berbagai angkatan. Beberapa di antara mereka katakan, jauh lebih menyenangkan situasi dan kondisi di Indonesia, sehingga kami pilih belajar disini. Namun, tidak etis bahas berbagai bentuk perlakuan yang bahkan mereka anggap tidak adil, yang mereka dapatkan di Malaysia, negara asal mereka sendiri, dimana mereka lahir di sana... Bukan tidak mungkin, asumsi seorang sahabat yang katakan, lima tahun ke depan, dalam setiap keluarga india yang berasal dari Malaysia, terdapat seorang dokter, akan dapat tercipta. Sedangkan kita? Masih berkutat pada tataran berbicara belaka. Mereka ini pula, bocoran info lain katakan, untuk tahun 2005 saja, dihasilkan 3,7 milyar sumbangan dari mahasiswa baru fakultas kedokteran. Tahun 2007 dan 2008 turun dibawah 3 milyar karena situasi krisis. Dana ini digunakan untuk membangun gedung fakultas kedokteran UNUD yang berdiri megah beserta berbagai fasilitasnya.

So, Indonesia dan Malaysia adalah bangsa yang se rumpun. Dengan segala yang kita anggap kejelekan dan kelicikan mereka, mereka punya kelebihan untuk manfaatkan itu semua, perpecahan di antar kita, ketidaksiapan kita untuk patenkan, sikap tenggangrasa tinggi terhadap orang dan bangsa lain, kurangnya program-program berkelanjutan untuk jangka panjang terhadap perkembangan kebudayaan kita, pengemasan produk yang menarik sehingga bisa melestarikan adat istiadat dan budaya kita sendiri dan juga diterima wisatawan, penerapan standar perlakuan (dengan standar baku, reliable, valid, sanksi, norma) sehingga bisa dihargai bangsa sendiri dan bangsa lainnya.

Tari Pendet hanya nama, tapi ini adalah sebuah tarian Bali, ada penciptanya, ada fungsinya, ada maknanya. Ini mencerminkan harkat dan martabat sebuah bangsa, jati diri bangsa Indonesia. Bukan hanya perjuangan segelintir orang. Perlu trik untuk dihargai, untuk bertahan lama. Bukan hanya saling caci atau ber keluh kesah, dan saling serang. Bukankah, sistematika dan aplikasi sempurna akan lebih menungkinkan bertahan lama?

1 komentar:

  1. Saya dengar di berita terakhir, Discovery Channel yang selama ini menyiarkan iklan Malaysia Anigmatic telah menghentikan penayangan iklan tersebut.

    Jika memang tidak tegas, bangsa kita menjadi mudah tertindas, walau tidak secara fisik.

    BalasHapus