Sabtu, 19 Maret 2011

Sekali Lagi.... Demi Anak2ku


Setelah tiba dari perjalanan pulang kampungku ke Kerambitan bersama simbok, kami mampir ke toko sepeda di jalan Diponegoro. Kini sedang booming sepeda pixie. Anak2ku sejak lama mengikuti info ini, terkadang meminjam sepeda pixie temannya. Dan, mereka maklum, keluarga kami bukan keluarga berada, yang bisa memenuhi tiap kebutuhan akan materi. Juga, bukankah.... tiap orang harus paham, bahwa tidak tiap keinginan kita bisa seketika terpenuhi.

Suamiku saat SMA di Denpasar, terbiasa naik sepeda PP sekolah - rumahnya. Si sulung Adi, juga melewatkan SMP dengan bersepeda PP sekolah - rumah. Adi berhasil tembus rally speda dari pertigaan Serangan menuju Peninsula Nusa Dua, dan kembali ke rumah dengan bersepeda waktu masih duduk di kelas 3 SMP. Bahkan si bungsu yang masih duduk di bangku kelas 3 SD, sudah terbiasa gunakan sepeda dewasa untuk berjalan2. Dan... Minggu tgl 13 Maret 2011, dia berhasil naik sepeda dari pertigaan Serangan menuju kampusku, STPNDB, dalam rangka Fun Bike DIES ke 33 STPNDB. Sore harinya, kami langsung ke toko sepeda untuk memesan sebuah sepeda pixie yang termurah yang bisa kudapatkan demi kedua anakku. Cukup 1 sepeda bagi mereka berdua, toh keluarga kami masih punya beberapa sepeda lain lagi, walau sudah lama dan bekas tangan pemilikan orang lain. Dengan kerangka berwarna putih, ban warna hijau, velg berwarna item, sungguh pixie dengan warna warni heboh.

Setelah 1 minggu memesan, akhirnya sepeda pixie selesai dirakit dan siap untuk dibawa pulang. Maka, tiba dari kampung halaman, Kerambitan, kuarahkan motor ke jalan Diponegoro nomer 7-9, toko sepeda Bina Djaya. Rencananya, aku yang mengendarai sepeda gayung ini, dan simbok yang naik motor. Daripada kami pulang dulu ke rumahku, dan harus keluar lagi bareng anak2 untuk mengambil sepeda. Kasihan anak2... Mana Adi dan Yudha baru tiba dari sekolah masing2, dan suami yang baru selesai beres2 rumah juga kebun kami yg mungil. Hmmm, maka tugas si emak yang gagah perkasa buat kendarai sepeda gayung itu pulang ke rumah.

Pegawai toko sepeda membantu kami menyeberangkan sepeda ke jalan Thamrin, kukenakan selop tangan dan helm motor untuk mengurangi sengatan pancaran matahari pukul 2 sore hari, juga kaca mata hitam. Simbok mengendarai motor perlahan. Kukayuh pixie dullcrap, tolakan dari tiap kayuhan yang terasa aneh, ahhh. Sungguh, kasih anak se penggalan, kasih emak se panjang jalan. Kulihat tatap mata bahagia dari kedua anakku setiba di rumah, mereka sibuk mengelus sepeda baru, mengomentari tiada henti.....

Sedangkan aku? Terkapar sepenuh cucuran keringat yang mengalir deras setelah mengayuh sepeda di panas terik siang bolong sejauh belasan kilometer dengan ber helm motor, kaca mata item, kaos kaki dan sandal. Hmmmm tidur sejenak, sebelum bersiap sembahyang. Purnama Sasih kedasa, Saniscara Umanis Bala kini. Bulan bulat penuh. Aku ingin menghadap Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Ke Pura Narmada dengan menghaturkan banten malam ini....

2 komentar:

  1. Ehm....
    Pertama kali diperkenalkan oleh Tora Sudiro... Kita bisa pilih sendiri tiap bagiannya, dari berbagai jenis dan merek. di rakit sendiri ato bengkel yg akan merakitnya. ban nya cuma seukuran jari kita. Harganya dari yg paling murah sekitar 2 jutaan, hingga tak terkira. Yg punya Tora itu, katanya, 60 juta an.

    BalasHapus