Kamis, 26 Januari 2012

Public Enemy...... (Berbagai Konflik ini bikin letih)



Maslow pernah bertutur kata, bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan mendasar, yakni dorongan hawa nafsu dan tuntutan biologis yang meliputi pangan, sandang dan papan. Penuhi kebutuhan ini, maka orang akan bisa melanjutkan kehidupan secara wajar dan normal, dengan berbagai aktivitas lain, seperti mengembangkan kreativitas dalam dirinya, beradaptasi, bekerja sama....

Namun, hidup dengan segala kehidupan penuh dengan segala kompleksitas.... Tidak lagi se sederhana dan se gampang apa yang kita persepsikan. Tiap kepala memiliki konsep sendiri-sendiri, kemauan dan kemampuan sendiri.

Andai kita semua sama, satu hati, satu rasa, satu kemauan, dengan kemampuan yang sama pula, penjara bakal kosong melompong. Gak perlu lagi pengadilan, badan pengawas, tentara, polisi....

Setiap hari, konflik selalu bermunculan. Pertentangan, perbedaan, huru hara, dan kerusuhan yang mungkin berubah menjadi anarki. Tidak lagi hanya melibatkan perut lapar semata.... Di dalamnya terdapat berbagai pergulatan dan keterkaitan yang bagai menggurita, sungguh tak bisa terurai dengan kalimat sederhana.

Terkadang, banyak kepanjangan tangan yang samar-samar, juga ikut memperkeruh suasana, mengambil untung dari situasi dan kondisi yang berkembang. Entah diakui atau tidak, entah dipahami atau tidak. Antara hegemoni dan disintegrasi, antara wacana semata atau tindakan kritis mengejar pembuktian informasi, antara dekonstruksi atau perilaku posmodernisme, antara poststruktural atau dehumanisasi, antara harga diri atau penghormatan bagi sang pimpinan....

Menarik sekali apa yang dikatakan oleh Budi Sepang:
"Pembiaran oleh negara atas adanya pelanggaran konstutusi bisa mengarah pada runtuhnya tatanan nilai sosial dalam masyarakat, dan itu adalah cikal bakal negara yang gagal... Saya cinta damai, tapi lebih cinta penegakan hukum yang adil. Kedamaian yang diperoleh dengan mengabaikan prinsip keadilan hukum adalah damai dalam penindasan. Semoga negara kini mengambil peran yang seharusnya, atau pesawat yang bernama Indonesia ini akan mengalami "crashlanded".......

Siapa pun itu, bahkan bila anak kandung sendiri, terbukti melakukan kesalahan, harus mendapat perlakuan yang sepatutnya. Demi Maslow? atau demi Publik? Ini lebih karena sebuah proses pembelajaran dalam kehidupan, agar orang bisa belajar untuk hidup smakin bijak dan dewasa, membuang jauh sifat arogan dan kekuatan fisik semata.

Tuhan.....
Cukup sudah konflik ini....
Negeri ini butuh konsentrasi untuk hadapi permasalahan yang jauh lebih berarti.... Jangan buat kami-kami ini menjadi PUBLIC ENEMY, apalagi, enemy bagi diri kami sendiri. Semoga kita semua bisa menahan diri, dan tidak membuat dendam berkepanjangan bagai snowball effect tiada berujung dan berhenti, hingga bangsa ini hilang harga diri.....

2 komentar:

  1. Saya rasa itu seperti petikan lama "aku cinta perdamaian, namun aku lebih mencintai kebenaran" :D.

    Kadang saya berpikir, cintanya berat sebelah.

    BalasHapus
  2. ah, sorry, telat melirik ke sini....

    Memang sih.... terkadang kita gak bisa menanggalkan sisi subjektivitas, ya? Hmmm Sesuatu banget.....

    BalasHapus