Kamis, 12 April 2012

Rabu, 11 April 2012, dari Bimbingan, Melayat, hingga Makan-makan....

Rabu, 11 April 2012. Pagi hari setelah tuntas dengan berbagai urusan rumah tangga, aku bergerak menuju ke kampus Pascasarjana di Jl. Nias, Sanglah. Menaiki gedung Prof. Bagus, lantai dua, mengecek jadwal ujian proposal bagi Disertasiku.

1334239639932002854

Di sana kujumpai beberapa staf program pascasarjana, program studi Kajian Budaya, Bu Luh, Bu Ari, Bu Cok, Pak Putu. Namun kusadari, jadwalku belum terdaftar. Belum ada jadwal dalam waktu dekat ini. Maka, kuluangkan waktu berbincang sejenak dengan mereka, menyapa beberapa rekan kuliah yang juga hadir menuntaskan berbagai urusan. Kemudian kuputuskan melanjutkan perjalanan kembali.

1334239692162688081

Di parkir depan kampus Sastra tersebut, kulihat Men Dedy dan Pan Dedi, beserta anak mereka yag sedang duduk di sadel motor. Mereka menjual kue bikinan sendiri, dan menawarkannya ke berbagai kantin kampus yang ada. Duh... Bila mereka saja tidak mengeluh akan situasi dan kondisi yang mereka hadapi, lalu, mengapa aku harus mengeluh terhadap keterbatasan yg kumiliki, lalu berpangku tangan, menolak bangkit dan berjuang dalam segala usaha menjalani kehidupan di dunia ini??

Hmmm, tak tega ku melihatnya. Kubelikan 10 buah, dan kuberikan pada para satpam yang sedang bertugas disana. Satpam?? Ya, aku juga bersahabat akrab dengan para satpam di sini, dan, mereka membantuku dengan menginfokan bila salah satu dari para profesor pembimbingku terlihat hadir di kampus, hingga aku bisa segera hadir, atau berseliweran mencuri perhatian mereka. Hehehe, trik sederhana untuk selalu menjaga komunikasi dengan banyak orang di bumi ini. Lalu, kubeli lagi 20 buah untuk kunikmati bersama para sahabat di kantor, kampus STPNDB, di Nusa Dua.

133423983469862977

Pak Dewa dari Samsam, Kerambitan. Salah satu satpam di Kampus Sastra Jl. Nias, Denpasar.

Pukul 10 tiba di kampus STPNDB. Kutuntaskan bimbingan dengan beberapa mhs. Berdiskusi dengan beberapa rekan kerja. Dan, pukul 12 kami bersiap untuk melayat ke rumah pak Wayan Seniarta, di daerah Sesetan, Jl. Tukad Pakerisan. Dosen dan salah satu rekan kerja kami di STPNDB ini baru saja ditinggal berpulang untuk bersatu dengan Hyang Widhi oleh ayahnda tercinta. Dan, rombongan rekan pegawai dan dosen STPNDB berangkat beriringan dengan menggunakan dua mobil kantor, pada pukul 12.30. Sedang aku mengiringi perlahan dari belakang dengan motor tercintaku.

Di kantong plastik yang kubawa, masih tersisa 7 buah kue martabak goreng, juga sebotol minuman jus jeruk, yang bakal kuberikan pada Sri Darma Yanti, mantan muridku, yang kini bekerja di Wedding Organizer, di seputran Simpang Siur. Pukul 1 siang, terik mentari panas menyengat, aku tiba di Simpang Siur. Patung Dewa Ruci baru kulewati, kuparkir motor di pinggir jalan, menghubungi Sri via mobile phone. Dan kusebrangi jalan raya di tengah deru laju kendaraan bermotor, juga sepenuh mobil aneka jenis.

Sri dan Jro Susana, keduanya mantan muridku bertahun lalu, keluar dari kantor mereka. Kuangsurkan oleh2ku bagi mereka, kembali aku berlari menyeberangi jalan raya. Dan aku melanjutkan perjalanan untuk bergabung kembali dengan para sahabat di rumah pak Yansen.

1334240309990960634

Yes...... That's what friends are for....
Suka duka lara pati, sedikit banyak, pejabat dan pegawai biasa, kaya miskin, semua berkumpul bersama, menjalami berbagai aktivitas, dalam kelompok kerja yang dinamis dan bijak. Bertahun kami lewati bersama dalam keberagaman.

1334240858753981687

Kali ini, melayat ke rumah teman yang sedang berduka. 15 menit di sana, kami mohon diri, pamit, untuk kembali ke rumah masing-masing. Bu Lastra minta aku menghantarkan beliau ke tempat tujuannya berikut. Maka, selaku teman siaga, kuhantarkan beliau ke Wangaya, ke rumah keluarga, dimana anaknya menanti disana, untuk kembali bersama pulang ke Nusa Dua di sore hari.

13342411731043219833

Dari Wangaya, aku berbalik kembali, memutar motorku, masuk area Jl Hasanudin, berbelok ke kiri, jalan tembus menuju ke Imam Bonjol selatan. Kulihat, Bu Komang Anggraeni yang tadi bersama melayat. Kuhentikan laju motor. Ternyata dia dan suaminya sedang menunggu bemo biru, istilah kami bagi mobil angkut penumpang, jurusan terminal Tegal - Nusa Dua. Bu Komang Anggraeni dan pak Made Astawa, keduanya bekerja sebagai pegawai di STPNDB.

Mereka akan menumpang mobil tersebut untuk menuju ke rumah Pak Agung Semadi, tempat dimana kami biasa menitipkan motor, sebelum bergabung dengan bis kantor, menuju ke Nusa Dua. Maka, kutawarkan untuk kuhantar mereka menuju ke rumah Pak Agung Semadi. Disepakati, Pak Made Astawa yang akan ikut bersama ku, sedang istrinya menunggu di situ. Namun pak Made tidak mengenakan helm, dan tidak berani mengendarai motorku, yang tidak biasa dikendarainya. Maka, tidak ada rotan, akar pun jadilah. Kuangsurkan helm padanya, kukenakan slayer / selendang yg kupakai di leher, sebagai penutup kepalaku. Kacamata hitam, dan..... ngebutlah kami di jalan raya panas terik berdebu tersebut, menyusuri Jl. Imam Bonjol, perempatan Teuku Umar, dan 10 menit kemudian, tiba di depan rumah Pak Agung Semadi. Pak Made Astawa turun dari boncengan, memegang dadanya, dan terdiam sejenak, sebelum melanjutkan perjalanan.

Keesokan harinya, tersiar berita pada beberapa rekan di kantor. Pak Made Astawa begitu takut sekali, digandeng naik motor oleh Bu Santi, ngebut di jalan raya. Kapok dah..... katanya. Hahaha....

That's what friends are for......
Membantu sahabat yg butuh bantuan. Namun, bukankah, setiap dari kita adalah mahluk yg unik dengan segala sisi kepribadian dan kemampuan yg dimiliki?? Gayaku yg ngebut, yg tetap dengan konsentrasi penuh saat berkendara, hingga terkadang tanpa menoleh kiri dan kanan bila ada teman lain menyapa. Ah haha..... Karena, inilah manusia, dengan segala sisi manusiawinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar