Sabtu, 13 Oktober 2018

Jubilee Indonesian Watercolour Society dan Pameran Seni Lukis di Njana Tilem Museum, 6 - 14 Oktober 2018




Watercolour Society merupakan kumpulan pelukis berbahan cat air. Di kawasan Internasional, perkumpulan ini berdiri secara resmi semenjak tahun 2012, namun sempat vakum sebelum akhirnya kembali aktif dalam berbagai gerakan yang memperlihatkan aktivitas mereka semenjak tahun 2012. Di Asia terdapat Asian Watercolor Confederation. Mereka pernah menyelenggarakan pameran bersama pada tahun 2008, dari tanggal 8 – 30 November, dalam rangka memperingati hari jadi yang ke 19 tahun. 


Sedangkan di Indonesia terdapat Indonesian Watercolour Society, yang mengawali aktivitas mereka dengan pameran bersama pada tahun 1993, terselenggara di Jakarta dan Bali sekaligus. Pada tahun 2012, Indonesian Watercolour Society menyelenggarakan pameran safari keliling di empat kota, meliputi Jakarta, Jogjakarta, Solo dan Bali, yang kemudian mendapat penghargaan dari MURI selaku pameran seni lukis cat air yang terlama dan dengan peserta pelukis mancanegara yang terbanyak, yakni ratusan orang. Pada tahun 2016, Indonesian Watercolour Society kembali menyelenggarakan pameran di Bandung bertajuk Asian Watercolour Expression.


Dalam rangka merayakan hari jadi mereka yang ke 25, diselenggarakan pameran bertempat di Hall Njana Tilem Museum. Pameran yang berlangsung dari tanggal 7 sampai 14  Oktober 2018 tersebut mengikutsertakan 129 lukisan yang berasal dari 66 pelukis yang berasal dari 9 negara mencakup Cina, Hongkong, Taiwan, Myanmar, Malaysia, Korea, Jepang, Singapura dan Indonesia.


“Saya berharap lukisan ini dapat dinikmati tidak hanya oleh pembuat dan penikmat seni yang hadir di sini, namun juga dari informasi yang tersebar ke berbagai penjuru nusantara, bahwa pameran ini membawa misi damai. Budaya yang hadir dalam bentuk seni lukis bisa memberikan kedamaian, ketenangan bagi penciptanya, bagi masyarakat yang menikmati karya seni lukis ini, dan kemudian juga menularkan damai tersebut bagi lingkungan di sekitarnya”, demikian ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka pada kata sambutan di saat membuka Jubilee 25 years Indonesian Watercolour Society.


Robby Lulianto selaku ketua Indonesia Watercolour Society menghadiahkan sebuah karya seni lukis potret diri Pande Wayan Suteja Neka di dalam rangkaian kegiatan pembukaan. Robby mengakui kendala keterbatasan dana sering menghambat aktivitas Indonesian Watercolour Society untuk berkumpul bersama dan menyelenggarakan pameran dari berbagai hasil karya para anggotanya. Namun hal ini tidak membuat mereka patah semangat dan berhenti berkarya. 25 tahun pengalaman sungguh semakin mematangkan langkah organisasi Indonesian Watercolour Society untuk saling bersinergi dan memberikan energi positif, tidak hanya bagi para anggotanya, namun juga bagi masyarakat luas pencinta dan penikmat seni lukis.


Ida Bagus Alit  Suryadi menjelaskan bahwa penyelenggaraan kegiatan kesenian ini bukan hanya sekedar sebuah aktivitas pameran seni dan budaya, namun sekaligus memberikan pemahaman dan pengalaman berharga bagi setiap orang, terkait dengan inspirasi dan semangat serta kreativitas pada berbagai ruang kehidupan.


Hal itu memang tepat, karena terlihat dari berbagai peserta pameran yang berlatar belakang berbagai Negara, berbagai usia, berbagai pendidikan serta pengalaman yang sungguh beragam. Seperti hal nya ibu Budiarti Silalahi yang bahkan baru mulai melukis tatkala berusia 67 tahun. Karyanya yang berjudul menggambarkan bunga angrrek dengan latar belakang corak kain batik sebagai karya khas nusantara. “Indonesia sangat terkenal dengan batik, dan saya mengungkapkan kekaguman saya pada batik dengan menyertakannya pada banyak karya lukis saya”, ibu Budiarti menjelaskan dengan penuh binar di wajahnya, terkait karya beliau. 


“Kini saya berusia 78 tahun, dan akan tetap melukis hingga tangan saya tidak bisa bergerak lagi”. Ujar beliau. Meski sudah sangat sepuh, namun semangat yang berkobar terlihat pada guratan pola gambar dan warna cat air di atas kanvas karya ibu Budiarti. “Saya juga aktif pada berbagai organisasi sosial kemasyarakatan. Beberapa karya saya yang laku terjual, saya sumbangkan hasil penjualannya demi organisasi, salah satunya, Yayasan Anak Berkebutuhan Khusus / Diffabel”. Ah, sungguh mulia aktivitas ibu Budiarti Silalahi, meski sudah sangat tua, namun beliau masih terus menghasilkan berbagai lukisan indah berbahan cat air, dan mengikuti berbagai pameran yang diselenggarakan oleh Indonesia Watercolour Society di berbagai penjuru nusantara bahkan hingga ke luar negeri.


Hal tersebut di atas memberikan semangat padaku, bahwa budaya membuat orang menjadi kian halus dalam empati, mendorong semangat berkreasi tiada henti dalam bidang seni, dan juga membuka wawasan pergaulan seseorang dengan ikut serta berperan pada berbagai aktivitas seni dan budaya, salah satunya, pameran seni lukis yang menandai Jubilee Indonesian Watercolour Society di Njana Tilem Museum ini.


Tidak hanya ibu Budiarti Silalahi yang berusia lanjut sebagai salah satu seniman aktif dari Indonesia Watercolour Society. Ada banyak peserta pelukis lain yang juga aktif berkarya secara terus menerus, dan ikut aktif pada berbagai pameran seni lukis untuk memperlihatkan hasil transformasi hasil karya lukisnya


Namun dapat terlihat bahwa pada umumnya para pelukis cat air menghasilkan karya yang menggambarkan berbagai aktivitas kehidupan manusia sehari hari. Para pelukis Indonesia, pada umumnya menampilkan sosok manusia, dengan guratan halus dan tajam, terkait dengan aktivitas manusia dan budaya nya, misalnya, D. Tjandra Kirana, yang menggambarkan sosok perempuan penari Legong Keraton dengan warna merah marun pada pakaiannya dan berlatar belakang belantara pepohonan berwarna hijau lembut. Guratan tegas yang tergambar pada lukisan bertema “The Beauty of The Balinese Tradition” yang menggambarkan keindahan perempuan bali terkait tradisi di tengah lingkungan masyarakat, yang tidak terlepas dari seni dan budaya, khususnya seni tari. Siunandar Djaya bahkan lebih berani bermain dengan warna pada karyanya bertema “Tari Topeng Bali”. Beliau menggunakan aneka warna, mulai dari tekanan yang lembut pada bagian pinggir lukisannya, hingga menggabungkan warna warna kontras sekaligus pada sosok penari di dalam lukisan, mulai dari terang dan gelap sekaligus, hitam dan putih, merah dan kuning, hijau dan coklat sekaligus untuk menggambarkan guratan otot penari. “Sosok penari dengan gerak hentakan dinamis pada tari Bali yang ingin saya tonjolkan pada lukisan cat air saya”, ujar beliau menyampaikan penjelasan.


Bagaimana dengan pelukis mancanegara lain ? Pada umumnya para pelukis mancanegara juga memperlihatkan aktivitas kehidupan sehari hari masyarakat berdasar hasil pengamatan dan imajinasi mereka. Seperti halnya pelukis Malaysia, Smith Sein Lynn, yang melukiskan aktivitas kehidupan nelayan dan pedagang pada pasar terapung. Pelukis Khoo Boon Seng, yang juga menampilkan karya lukis aktivitas nelayan ikan di negaranya. Guratan halus warna warni yang menggambarkan perkampungan nelayan tersebut sungguh memperlihatkan kedewasaan teknik permainan warna cat air beliau. Tidak mudah menggabungkan beragam warna warni yang harmoni dalam guratan - guratan halus, namun masih bisa memperlihatkan dengan jelas setiap detil bagian lukisan. Pelukis Perlin, yang menampilkan tema Devout pada lukisan berupa penari pria yang menusukkan besi hingga tembus ke kedua belah pipinya.



Museum Njana Tilem kata Njana Tilem berasal dari Ida Bagus Njana yang hidup pada tahun 1912 hingga 1985. Beliau dikenal sebagai seorang maestro seni ukir, terutama dari kayusugih, banyak hasil karya dengan beragam bentuk karya beliau terkenal di berbagai penjuru negeri. Pengelolaan Museum kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Ida Bagus Tilem. Dan kini, selaku Direktur dari Museum Njana Tilem adalah putra beliau, Ida Bagus Surjadi. 


Pameran Seni Lukis terkait peringatan Hari Jadi ke 25 Indonesia Watercolour Society berlangsung di Wantilan Museum. Dan ini merupakan Pameran yang pertama kali semenjak Wantilan Museum dibuka semenjak se tahun lalu. “Ini adalah suatu bentuk kreativitas yang berlangsung semenjak era kakek saya, Ida Bagus Njana, dan ayah, Ida Bagus Tilem, yang akan terus bergulir hingga kini dan nanti” Ujar Ida Bagus Suryadi menjelaskan perkembangan Museum Njana Tilem.


Museum yang berdiri di atas lahan seluas ini juga dilengkapi dengan spot menarik dan unik bagi berbagai Event, seperti pernikahan, pertemuan, dengan suasana di udara terbuka. Restoran dan bar yang terdapat di area Museum Njana Tilem ini juga menawarkan menu khas, yakni Bebek Goreng Krispi. Bahkan, jika beruntung dan saat nya tepat, pengunjung dapat menikmati malam romantik dengan nuansa bulan purnama bersinar indah cahyanya tepat di atas Museum Njana Tilem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar