Sabtu, 20 Oktober 2018

Legong Lanang, dari Jaya Pangus, Indra Maya, hingga Raja Bedahulu



Karena seni menghaluskan budi, mengasah kesabaran, mengekspresikan jiwa, melatih kemampuan, dan menguji kerjasama dengan banyak pihak lain. Salah satunya  dengan  menari, kita bisa mengolah tubuh, melatih ketrampilan tampil di depan publik, melestarikan dan mengembangkan seni budaya leluhur, agar selaras dengan kehidupan di era kini”, Ujar Anak Agung Gde Bagus Mendera Erawan. 

Anak Agung Gede Mandira  bersama sama dengan Anak Agung Gede Oka Dalem yang merupakan tokoh pendiri, penanggungjawab sekaligus pembina sanggar tari dan tabuh dari Puri Kaleran, Peliatan Ubud. Spirit dan kreativitas dibidang seni ini kemudian dilanjutkan oleh anak dan cucu juga anggota keluarga lain, masyarakat sekitar, para tamu yang hadir, wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. 


Tarian Legong merupakan tari dasar bagi para penari untuk menguasai sekaligus gerakan dan ekspresi seorang penari. Dan kisah Jaya Pangus banyak dipergunakan dalam sendratari atau drama yang mencerminkan sekaligus kejayaan dan kehancuran kerajaan Jaya Pangus. Jaya Pangus memiliki istri, Dewi Danu, berputrakan Mayadenawa yang bertahta di kerajaan Bedahulu. Dewi Danu menjadi murka setelah mengetahui Jaya Pangus memiliki istri lain, Kang Ci Wi. Dewi Danu kemudian mengadu pada ayahnda, yang kemudian mengutuk Jaya Pangus, menjadi Barong Landung, dan akan menjaga setiap perempatan agung di Bali.

Fragmen tari Legong Lanang Jaya Pangus ini ditampilkan perdana pada tahun 2012, tanggal 12 bulan 12, yakni Desember. 

Kreasi Berikutnya adalah Legong Lanang Nandira Indra Maya Danawa. Raja Maya Danawa merupakan Raja Dalem Balingkang kedua setelah Prabu Jaya Pangus, ayahnda nya. Kesaktian yang dimiliki Raja Maya Danawa membuat nya semakin tidak tertandingi dan kian sombong, menganggap dirinya sebagai dewa, dan hanya dia yang patut disembah. Sangkul Putih atau Arya Wang Bang Manik Angkeran memohon bantuan pada Bhatara yang kemudian mengutus Dewa Indra membasmi kejahatan Maya Danawa. Dewa Indra menciptakan Pura Tirta Empul untuk membersihkan sepuluh kotoran, yakni Dasa Mala. Darah Maya Danawa  mengalir menjadi sungai Petanu. Dan kematian Maya Danawa diperingati sebagai Hari Raya Galungan, kemenangan Dharma melawan Adharma. Legong Lanang Nandira Indra Maya Danawa merupakan kreasi Legong Lanang kedua, dan dipentaskan secara perdana pada tahun 2015.

Dan untuk pementasan tari Legong Lanang Nandira Indra Maya, berkolaborasi indah bersama sang peƱata group karawitan, I Wayan Darya, dan pengiring gamelan, Sekaha Gong Genta Buana Sari, serta Juru Tandak, Bapak I Made Sidia.


Anak Agung Gde Bagus Mendera Erawan menjelaskan bahwa legong lanang yang ditarikan oleh para pria ini penting untuk mengingat sejarah tarian dan para penari. Jaman dahulu, legong lanang juga sudah ada dalam pementasan Nar dan Nir yang kini sudah tidak dipentaskan lagi. Disamping itu pula, secara sosial kemasyarakatan, budaya sudah seharusnya dipahami tidak hanya sebatas tampilan fisik semata, namun juga dari kedewasaan sikap mental para penari, para penabuh, para penonton, dalam mengapresiasi sebuah pertunjukan dan para penarinya. 

Ada banyak nilai yang bisa dipahami dan dijelaskan fungsinya, tidak hanya sebatas yang tersirat maupun tersurat belaka. Sebagai penari, pelaku seni, penikmat seni dan ragam budaya, orang yang terlibat pada bidang seni, tokoh budaya, dituntut untuk memberikan penilaian yang bebas dari proses menghakimi semata. Sebagai penari Legong Lanang, mendapatkan ujian kesabaran dalam berekspresi, melatih kekuatan tubuh karena menarikan gerakan perempuan.

Alumni SMAN  2 tahun 65. Penglingsir Puri Kaleran Peliatan Ubud, Anak Agung Gde Bagus Mendera Erawan, beristrikan seorang perempuan Jepang yang juga seorang seniman lukis, Jero Hadi Kencana Wulandari. 


Beliau menamatkan pendidikan ASTI, kini  ISI, tahun 1971 bersama I Wayan Dibia. Beliau menjelaskan bahwa dengan menari beliau berharap bisa senantiasa berkarya, untuk mengajegkan Seni dan Budaya Bali.

Kolaborasi perdana bersama sanggar seni tari dari Butoh, Jepang, berjudul Tri Premana, berikutnya, Legong Lanang Nandira Jaya Pangus pada tanggal 12 Desember tahun 2012, bertemakan Jaya Pangus, kemudian Legong Lanang Nandira Indra Maya Danawa, pada tanggal 25 Januari 2015,  Legong Lanang Nandira Raja Bedahulu pada tahun 2017.

“Hidup saya untuk menari, oleh menari dan dari menari, sudah semenjak tahun 1959, hingga kini, saya akan terus menari, Tari adalah panggung kehidupan saya”, tutur beliau dengan penuh semangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar