Sabtu, 20 Oktober 2018

Satya Cipta, Sang Pelukis Cahaya



Satya Cipta, Sang Pelukis Cahaya
Wanita kelahiran tanah Lampung ini menamatkan pendidikan pada Institut Kesenian Jakarta, Jurusan Seni Teater.Selanjutnya, semenjak tahun 2006 hingga 2013 bekerja pada beberapa kelompok teater di Jakarta, juga pada beberapa sutradara, mencakup Slamet Raharjo, Sudjiwo Tejo, Jose Rizal manua, Putu Wijaya. Hal ini mematangkan kompetensinya sebagai seorang penata gerak dan tampilan artis, sebagai koreografer, dan bahkan seorang seniman,

Bila Lukisan adalah Cinta
Maka Satya menggurat nya pada kanvas dengan hasrat membara

Ketertarikannya pada bidang seni lukis mulai berkembang semenjak dia tinggal di Bali. Keahlian yang kian terasah ini terwujud pada berbagai karya lukis yang dihasilkan. Dan akhirnya memberanikan diri tampil pada berbagai pameran seni lukis.


Penampilan perdananya dalam potensi seni lukis adalah pada tahun 2017 pada pameran bertajuk “The Offering” di Gallery Monkey Forest. Tahun 2017, New Media Art Exhibition bertemakan “Déjà vu” di La Salle College of Art, Singapore. Tahun 2017, Pameran Seni Wanita bertema “Luwih Utamaning Luh” di Art Center Denpasar. 4th Indonesia’s Grand Exhibition bertema “Epicentrum”, di Manado, Sulawesi Utara. Tidak puas sampai disini, Satya Cipta bahkan menjajal kemampuannya untuk turut terlibat tampil dalam pentas Drama Musikal bergenre romantic karya Shakespeare. Berperan sebagai penyanyi sopran pemeran Cymbelline, mengandung kisah mengenai tragedy percintaan, yang disutradarai oleh Prof. Rubin dari (Essex University), dan dipentaskan di Art Center Denpasar.



Bila Lukisan adalah Cahaya
Maka Satya melebur segala resah gelisahnya tentang wanita
dan kodrat yang terkadang memaku kita dalam stigma membuta

Kali ini, kembali Satya melakukan pameran tunggal bertema “A Budding Talent”, di Museum Puri Lukisan Ubud. Dibuka oleh pada tanggal 6 Oktober 2018, rencananya pameran akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018, dengan memamerkan 31 hasil karya seni lukisnya.
Bila Lukisan adalah  Kidung Asmara
Maka Satya membasuh wajah kita memerah semburat jingga
karena hasrat birahi tiada ternafikan lagi



Dengan mudah bisa kita temukan guratan coretan dan tarian kuas bercorak feminin di setiap karyanya. Garis kecil halus namun tajam, panjang, dengan lekuk indah, sebagian besar bertema wanita, ibu dan anak, dan pesona indah wanita. 

Pada beberapa bagian gambarnya, terlihat sketsa sederhana, dengan banyak ruang sengaja dibiarkan kosong, hanya goresan sederhana, permainan warna sederhana, hitam dan putih, namun tetap menampilkan indahnya perempuan.

Di bagian lain karya seni yang dihasilkan, terlihat guratan yang lebih penuh, berbagai bentuk penuh terdapat pada lukisan, termasuk dengan permainan warna yang lebih beragam.

Bila Lukisan adalah Satya
Maka inilah hitam putih merah biru kuning aneka warna tutur kata sang pelukis wanita tentang resahnya, tentang hidupnya, tentang asmara, tentang asa, yang mewakili wajah kita semua……
Inilah Satya Cipta, dengan keseluruhan kreativitas yang tercermin pada karya seni lukis. Tercermin bahwa emosi jiwa nya penuh letupan tiada terkira, terkadang datar, begitu sederhana, namun adakalanya begitu membias dan berpendar, seolah ingin menumpahkan seluruh hasrat gejolak di dalam diri. 

“Ya, karya saya memperlihatkan kegalauan wanita, yang terkadang begitu tertekan, karena dituntut untuk melakukan hal yang dianggap sebagai tugas wanita, dituntut untuk menerapkan laku wanita, sedangkan mungkin mereka memiliki hasrat, keinginan, kebutuhan, hak dan juga tanggungjawab yang tidak sama di setiap waktu”, ujar Satya.

Pola yang dihasilkan Satya tidak mudah dicerna penikmat seni pada umumnya. Beragam karya bisa diterjemahkan sebagai karya vulgar belaka, mendobrak kemapanan yang selama ini berlaku di tengah masyarakat, yakni, tabu berbicara seks secara terbuka. Ada bentuk perempuan bertelanjang dada, tampilan vagina bersimbol bunga dan cahaya, sosok yang sedang berciuman , tanpa mengenakan busana apa pun, dan bahkan, bersanggama. Namun, inilah wajah kita semua. Ada kalanya tampil penuh warna, wajah tertutupi topeng-topeng kemunafikan. Namun karya Satya berbicara jujur, tentang wanita, tentang sifat asli manusia bila hadir polos apa adanya, tentang perilaku hakiki manusia yang menghadirkan kita semua, tentang proses hadirnya sebuah karya, tentang persepsi penikmat seni, tentang letupan emosi, gejolak hasrat birahi, kesedihan, kemarahan, ledakan jiwa, proses yang akan selalu bergulir, hingga akhir masa.


Karya Satya mewakili sosok sebagian wanita, mewakili era nya, bahwa ada lompatan jauh dari sesuatu yang dahulu dianggap tabu untuk dibicarakan namun kini tidak. Karya Satya merupakan karya pelukis cahaya, melesat jauh ke muka, menyesak di dada bagi yang tidak siap memberi makna, dan mewakili gundahnya wanita.

Teruslah melukis, Satya. Hasilkan banyak karya dengan gaya, dengan irama nada, dengan alunan lentik jemarimu, dengan tinta Cina, dengan banyak warna, dengan manja, dengan cinta, dengan cita, dan, dengan cahaya….. 

Kacak matei mandi ghah, jak ughik keno jajah
Tidak mau hidup berada di bawah belenggu
Satya adalah keindahan wanita
Menyapa dunia dengan guratan karya jemari lentiknya,
Berbicara tentang cinta, harapan, segala resah yang membuncah,
“Dunia berawal dari wanita, sosok ibu, berjalan dengan ibu, dan berakhir pada ibu.
Bila ibu terjaga baik, dihormati, dicintai, maka dunia juga akan damai”.
Tuturnya suatu ketika.

Satya mewakili kegundahan wanita
Tentang segara rasa yang ada, hadir menyapa, menggoda,
berbicara tidak hanya berupa kata.
Tentang lukisan yang berbisik, berbicara, berteriak, berdesah,
bergeletar, bergejolak membara, berdecap nikmat, bercanda,
berjalan dalam garis kehidupan yang tertuang pada banyak wanita
“Akulah cermin jiwa sang wanita”. Ujarnya penuh makna

Satya adalah wanita berprinsip teguh kukuh ….
Tidak berhenti pada kata tidak, tidak berlalu pada kata cukupkan dahulu hingga disitu.
“Karya saya mendobrak pakem yang ada. Meski dianggap tercela adanya, namun inilah dunia kita semua. Mau tidak mau, suka ataupun tidak, bagian yang tidak diakui ini tumbuh berkembang bersama kita semua”, Tutur Satya perlahan.

Satya si Wanita Era Milenial…..
Sejarah perjalanan hidupnya berbalur pengalaman, pendidikan,
pekerjaan, pergaulan beragam yang menggambarkan kedewasaan wanita.
Rangkaian karya nya bertutur indah, tentang metamorfosa yang tercipta,
tentang mutiara yang terasah.

Satya si Pelukis Wanita…..
Pejamkan bilah kelopak matamu, bayangkan terlintas karya Satya…….
bila rasa hadir menggoda, bila hati jujur bicara,
bila resah bisa terbaca, maka, karya Satya bertutur tentang kita
Tentang semburat galau, tentang nuansa jiwa, tentang asa, cinta,
kerinduan, pengorbanan, perjuangan, kebahagiaan, dan ceritera kita bersama
Satya adalah Mata Hati kita.



Bila Lukisan adalah Cinta
Maka Satya menggurat nya pada kanvas dengan hasrat membara

Bila Lukisan adalah Cahaya
Maka Satya melebur segala resah gelisahnya tentang wanita
dan kodrat yang terkadang memaku kita dalam stigma membuta

Bila Lukisan adalah  Kidung Asmara
Maka Satya membasuh wajah kita memerah semburat jingga
karena hasrat birahi tiada ternafikan lagi

Bila Lukisan adalah Satya
Maka inilah hitam putih merah biru kuning aneka warna tutur kata sang pelukis wanita tentang resahnya, tentang hidupnya, tentang asmara, tentang asa, yang mewakili wajah kita semua……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar