Jumat, 15 Februari 2019

Cinta Desak, Widyastuti dan Saryoto





Saling mencintai dan mengasihi satu sama lain
dan kepada siapa saja tanpa memandang perbedaan fisik
akan memberikan keseimbangan cinta kasih.

(Yajur Weda 32. 8) “Sa’atah protasca wibhuh prajasu”
artinya Tuhan terjalin dalam makhluk yang diciptakan.


Dan di dalam ajaran Hindu, perspektif cinta kasih diwujudkan dalam hubungan horizontal, vertikal, diagonal, juga universal, yang dikenal dengan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana sebagai sebuah perwujudan cinta kasih secara nyata, dalam bentuk interaksi sosial religious, yaitu sesame manusia (pawongan), antara manusia dengan alam lingkungan di sekelilingnya (palemahan), dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parahyangan).

Hanya mereka yang mampu memahami sifat hakiki dari kasih sayang sejati yang mampu menerapkan cinta kasih pula di dalam kehidupan, bersikap welas asih terhadpa semua mahluk hidup. Hanya mereka yang mampu mewujudkan kasih sayang di dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang akan mampu memiliki spirit, semangat, me taksu, dalam perbuatannya.
Ini pula yang diharapkan dari umat Hindu, bukan tentang mewahnya kehidupan, bukan tentang banyak nya bantuan yang kita berikan, bukan pula tentang megahnya upacara pengorbanan yang kita wujudkan dalam kehidupan.



Cinta kasih hanya dapat terwujud jika manusia dapat saling memahami serta mengimplimentasikan cipta, rasa dan karsa menjadi satu, baik spiritual maupun rasional, yang berlandaskan ajaran “Tat Twam Asi” Chandogya Upanisad VI : 14, sloka 1, Dasar dari cinta kasih adalah Aku adalah kamu. Di dalam dirimu tercermin jiwaku, demikian pula sebaliknya. “Sarwam khalu idan Brahman”, Chandogya Upanisad III : 14 sloka 3, yang bermakna semua ini adalah Brahman / Tuhan. Ciptaan dan cerminan dari Tuhan. “Aham Brahman asmi” (Brhadaranyaka Upanisad I : 4 sloka 10), Aku adalah Brahman / Tuhan. Di dalam diri kita terdapat cerminan sifat Tuhan.




Atharwa Weda III.30
“Aku membuat engkau bersatu dalam hati,
bersatu dalam pikiran, tanpa rasa benci,
mempunyai ikatan satu sama lain
seperti anak sapi yang baru lahir dari induknya.
Agar anak mengikuti Ayahnya dalam kehidupan yang mulia
dan sehaluan dengan Ibunya.
Agar si isteri berbicara yang manis,
mengucapkan kata-kata damai kepada suaminya.
Agar sesama saudara, laki atau perempuan tidak saling membenci.
Agar semua bersatu dan menyatu dalam tujuan yang luhur
dan berbicara dengan sopan.
Semoga minuman yang engkau minum bersama dan makan makanan bersama.”

Cinta kasih di dalam keluarga, di era milenial tidak lagi hanya sekedar pemaksaan kehendak. Yang sangat menonjol adalah adanya keterbukaan, saling bersikap jujur, mengembangkan sikap saling memahami dan memotivasi, sehingga beragam masalah keluarga dapat diselesaikan, menciptakan keselarasan dan kesesuaian seperti pada alam, sesuai dengan hukum abadi (Rta).


Konsep hubungan garis vertikal dan horizontal juga berlaku dalam kehidupan keluarga agar mencapai satu tujuan luhur yaitu keharmonisan, ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan bersama. Kebersamaan yang begitu menonjol dalam kehidupan keluarga inti menjadi parameter ke tingkat kehidupan keluarga yang lebih besar dan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar