Sabtu, 09 Februari 2019

Tumpek Krulut, Valentine, dan Hari Kasih Sayang



Tumpek bermakna ketajaman pikiran dan kejernihan hati. Krulut berasal dari kata Lulut yang artinya senang atau cinta, bemakna jalinan atau rangkaian kasih sayang. Setiap hari raya Tumpek, umat Hindu melaksanakan rangkaian upacara yang bermakna menghormati ajaran leluhur, mengingatkan kita senantiasa mengasah ketajaman pikiran, agar selalu fokus, tidak diperdaya oleh ego dan emosi yang bisa menghancurkan umat manusia.

Sanjaya (2010, 80) mengemukakan bahwa kata Tumpek berasal dari kata Tu (metu) yang berarti keluar atau lahir, dan pek yang berarti putus atau berakhir. Pengertian ini diambil berdasar dari Tumpek yaang merupakan hari berakhirnya sapta wara atau saniscara, dan berakhir pula panca wara, yaitu kliwon. Dengan berakhirnya ini, maka merupakan hari raya Hindu yang patut dilaksankan sebagai hari raya Tumpek.

Setiap agama memiliki hari suci yang dirayakan oleh umat pemeluknya. Baik itu terkait dengan awal mula berdirinya agama tersebut, hari lahir pemuka agama atau tokoh spiritual, tempat atau peristiwa terkait keagamaan. Pemaknaan filosofis hari suci agama berfungsi untuk semkin mendekatkan diri dengan Tuhan, melakukan aktivitas terkait dengan hari suci, dan sebagai srana meningkatkan kualitas diri dalam hal memberikan pelayanan bagi sesama umat manusia, leluhur, juga Tuhan. Hal ini memberikan buktti empiris bahwa pelaksanaan rangkaian kegiatan agama yang sakral tidak dapat terlepas dari kemasan ragam budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.

Lontar Sundarigama menjelaskan bahwa tumpek merupakaan hari turunnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Dharma yang membawa ajaran Tatwa atau ilmu pengetahuan suci. Perayaaan Tumpek bertujuan memohon agar Saang Hyaang Dharma berkenan menurunkan ajaran suci supaya tercipta ketenangan lahir dan batin dalam diri maanusia pada berbagai situasi dan kondisi yang ada di dalam kehidupan.

Sang Ayu Asri Laksmi Dewi (https://laksmidewiblog.wordpress.com/2016/06/11/tumpek-krulut-dan-hari-kasih-sayang/) menjelaskan bahwa Rerahinan Tumpek adalah hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap 210 hari sekali (6 bulan Bali), yaitu pada setiap hari Sabtu atau Saniscara Kliwon. Hari raya Tumpek adalah hari berdasarkan pawukon, dengan demikian nama Tumpek disesuaikan dengan nama wuku, misalnya Tumpek pada wuku Landep disebut Tumpek Landep, Tumpek pada wuku Krulut disebut Tumpek Krulut.

Tumpek Krulut jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Krulut. Pada hari ini umumnya masyarakat Hindu di Bali melaksanakan upacara pada berbagai jenis tetabuhan seperti gong, angklung, dan berbagai alat gamelan lain. Krulut berasal dari kata Lulut, berrti senang, gembira, kepingon, seperti halnya suara tetabuhan gamelan yang mengalun dan dapat menyebabkan orang lain merasa senang.

Dalam gamelan, melinggih Bhatara Iswara (Dang), Siwa (Dung), Brahma (Deng), Wisnu (Dung), dan Maha Dewa (Dong). Melinggih pula Batara Maha Dewi, Uma Dewi, Saraswati, Sri, dan Gayatri (Sanjaya, 2010).  Maka hari ini adalah hari baik dan tepat untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menganugerahkan keindahan dalam seni dan budaya, berupa satu kesatuan nada dan irama dari gamelan, merdu dan menyenangkan hati, apalagi ditambah dengan keindahan penampilan para pemainnya, para penari atau penyanyi yang melantunkan kidung suci. Rangkaian keindahan dan keharmonisan ini yang patut diteladani umat manusia dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Ketut Wiana (2009) menjelaskan bahwa Tumpek Krulut merupakan hari khusus untuk mengingaatkan umt Hindu membina hidup berdasar kasih sayang pada sesama manusia. Tumpek Krulut dinyatakan sebagai Hari Kasih Sayang bagi Umat Hindu, dan simbol untuk memotivasi umat mewujudkan kasih sayang pada sesama umat manusia sebagai pengabdian dalam bentuk pelayanan sesuai swadharma masing-masing. Di India Hari Kasih Sayang dikenal dengan Hari Raya Raksa Banda, yang diperingati dalam bentuk Hari Walmiki Jayanti, dengan memberi gelang benang pada kaum lelaki dan kaum wanitanya. Hari ini mengingatkan kita semua untuk selalu menjaga ikatan persaudaraan dan persahabatan satu sama lainnya.


Istilah ini diambil dari nama wuku atau penanggalan Jawa dan Bali, berdasar kalender Bali, dan jatuh pada hari Sabtu Kliwon wuku Krulut, setiap enam bulan sekali, atau 210 hari kalender. Pada hari ini, masyarakat Hindu mengadakan pemujaan dan puji syukur pada Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara, menciptakan, menjaga dan mengembangkan nada suci, suara, dalam bentuk Tabuh atau Gamelan.

Hari Tumpek Krulut merupakan sarana memunculkan rasa kasih sayang, saling asah, asih dan asuh di antara sesama manusia, menjaga kesesuaian pikiran, perkatan dan perbuatan, agar kehidupan berjalan dengan harmonis, baik dalam perekonomian, sosial, budaya juga spiritual, melalui hasil karya manusia berkat anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, salah satunya, sarana seni tetabuhan.

Pada hari Tumpek Krulut, dihaturkan rangkaian banten terkait upacara bagi perangkat Tabuh dan Gamelan yang disucikan. Dan pada msyarakat Bali, Tetabuhan sangat identik dengan Gong. Oleh sebab itu, hari Tumek Krulut juga disebut dengan Odalan Gong atau Otonan Gong. Rangkaian upacara yang dilaksanakan berrttujuan untuk menjaga keseimbangan nada, keselarasan karya yang lahir daari rangkaian perangkat Gamelan, sehingga bisa dinikmati, baik oleh seniman pembuat, pemain, dan para penonton serta penikmat Gamelan.

Ir. Made Bujastra (2018, http://desasedang.badungkab.go.id/baca-artikel/150/Makna-Tumpek-Krulut-Hari-Valentinennya-Umat-Hindu-Bali.html )menjelaskan bahwa Tumpek Krulut merupakan bukti bahwa hari kasih sayang sudah ada sejak jaman dahulu di tengah masyarakat. Dan berlaku sama seperti Valentine. Namun belum banyak orang yang menyadari hal ini. Keselarasan dari berbagai benda yang berbeda dalam Gong, jika dipergunakan dengan tepat, dengan metoda atau teknik tepat, akan bisa menghasilkan nada suara yang menyenangkan, sehingga timbul suka atau cinta. Jalinan nada yang berasal dari perangkat Gong yang berbeda saat dimainkan sudah tentu membutuhkan kesabaran, mencintai seni budaya, dan melahirkan karya bagus juga jika mampu menyatukan berbagai perbedaan ini.

Dr. Wayan Tagel Eddy, MS. (Februari 2019), menjelaskan bahwa Tumpek Krulut adalah bentuk implementasi Tri Hita Karana didalam agama Hindu yang melibatkan yadnya atau korban suci. Korban suci atau pengorbanan adalah suatu  bentuk cinta kasih yang tulus. Agama Hindu melaksanakan Tri Hita Karana dalam bentuk menjaga keselarasan hubungan dengan alam lingkungan sekitarnya, menjaga hubungan dengan sesama umat manusia, dan menjaga hubungan dengan Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini menjelaskan bahwa jika kita bisa menjaga jalinan hubungan baik dengan beragam komponen kehidupan, maka harmoni dan kasih sayang akan terjaga pula.

Referensi:
Ketut Wiana, 2010, Makna Hari Raya Hindu, Surabaya : Paramita.
Putu Sanjaya, 2010, Acara Agama Hindu. Surabaya : Paramita.
https://laksmidewiblog.wordpress.com/2016/06/11/tumpek-krulut-dan-hari-kasih-sayang/
http://bali.tribunnews.com/topic/serba-serbi?url=2019/02/09/hari-ini-merupakan-hari-raya-tumpek-krulut-benarkah-valentine-versi-bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar