Senin, 10 Mei 2010

Belajar Sabar Yang Lain Lagi....

Sudah bertahun tradisi ini kujalani. Membuat Penjor yang kubikin sendiri sampian penjornya. Mungkin aku mampu membeli yang banyak tersedia di berbagai lokasi di kota Denpasar ini, seharga sepuluh ribu hingga ratusan ribu. Namun selalu ada kepuasan tersendiri. Rasa bangga, terharu, juga uji sabar dalam hadapi gejolak emosi, karena berhasil menghaturkan sampian penjor bikinanku untuk memuliakan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam rangka hari raya Galungan dan Kuningan.

Sore ini, kuambil janur se ikat, juga bagian muncuknya yang kubeli kemarin. Mengajak ke dua anakku terlibat dalam aktivitas ini. Mempersiapkan Penjor. Mengenalkan mereka dalam banyak ajaran kehidupan sungguh membutuhkan seni tersendiri. Ku yakin, tiap keluarga punya kebijaksanaan sendiri, kebajikan yang bervariasi, cara dan fungsi yang beragam pula. Banyak busung terbuang karena dipakai mainan, salah dalam merajutnya jadi satu dengan gunakan semat dari lidi, menggabungnya dengan hiasan dari busung yang sudah diwarnai hijau dan merah. Dan, mereka bahkan dengan suksesnya meninggalkan ku sendirian melanjutkan jejaitan ini, dengan "Ma... boleh main dengan teman di luar, ya?"... Ehm....

Dengan selesainya Sampian Penjor ku ini, Galungan ku jelang... Sebuah proses tiada henti untuk meraih kemenangan atas setiap ujian, cobaan, godaan, tentangan, rintangan, bagi ajaran-ajaran Dharma yang menjadi pedoman dan tuntunan ciptakan damai di bumi dan di hati tiap umat manusia.

Banyak tinjauan para pakar mengenai Penjor. IG Manik, S.Ag, ( dalam www.parisada.org/index.php?option=com_content...id...) katakan, sejak dahulu umat Hindu memanifestasikan perjalanan, proses, usaha untuk mencapai Tuhan dalam bentuk Penjor. Ada lagi yg lain katakan bahwa tujuan pemasangan penjor adalah swadharma umat Hindu dalam mewujudkan bhakti dan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi Wasa dalam prabawa Beliau sebagai Hyang Giripati (http://emperordeva.wordpress.com/unhi-community/gambaran-umum-dan-tafsiran-tentang-penjor).

(www.indo.com/featured_article/hindu_penjor.html ) jelaskan, the penjor is a tall, curved bamboo pole decorated with coconut leaves with an offering at the base. This is one of the media used by Hindus in Bali as part of almost every important ceremony, especially for the anniversary temple celebrations. The Sri Jaya Kasunu manuscript states that the penjor symbolizes the mountain and the mountain itself is the symbol of the universe. Therefore, for the Balinese the penjor is synonymous with Mount Agung, the highest and holiest mountain in Bali.

Di Wall FB nya, Bagus Made Sukmantara menjelaskan, Jaman dahulu penjor di pasang kalau ada upacara keagamaan. Macam-macam jenis penjor,antara lain penjor caru,penjor biyukukung,penjor galungan. Penjor Galungan paling banyak dipergunakan terutama karena mempunyai dekorasi yang indah dan beragam. Penjor galungan dihias demikian rupa yang menyerupai Naga. Sanggah yang di tempatkan pada penjor, pelepah kelapa digambarkan sebagai lehernya, rongga pada sanggah merupakan kepalanya naga, gembrong yang terbuat dari janur/ambu merupakan rambutnya. Sampian dengan porosannya adalah ekor naga. Dan hiasan penjor yang terdiri dari gantungan-gantungan padi,ketela,jagung,kain dan sebagainya,adalah gambaran bulu naga (lambang kesuburan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar