Jumat, 21 Mei 2010

Mekutang Bok saat Sukra Wage Kuningan, dan.. Paica Hyang Widhi

Walau bukan seorang penata rambut dan tanpa pernah ikut kursus potong rambut, pengalaman memotong rambutku sudah berawal sejak dari masih duduk di bangku SD. Korban pertamaku adalah kakak, yang rambut ikal panjang dan indahnya ku babat hingga pendek. Berlanjut kemudian para sahabat, suami, ipar, dan, anakku sendiri saat mereka selesai melalui upacara dua otonan.
Dan kini... ponakanku menyelesaikan upacara "Duang Oton" yang diselenggarakan baginya. Kadek Ari Dwiandika namanya. Ku kuris habis rambutnya hingga gundul, sementara dia dipangku oleh ibunya. Perlu waktu hingga 45 menit, sebelum dihapus dengan suara tangis karena bosan harus duduk manis, walau banyak yang coba merayunya dengan beri berbagai makanan dan mainan. Untungnya berhasil kuselesaikan juga.

Sungguh, sebuah perjuangan unik untuk membabat habis rambut seorang batita hingga plontos. Belum lagi termasuk harus mencari bungan tunjung secara mendadak demi melengkapi rangkaian upacara. Setelah berpusing-pusing di jalan raya sepanjang Antasura, akhirnya kuperoleh anugerah Beliau di Pura Catur Sari Kandapat. Kutemukan tunjung berwarna putih dan kuning yang sedang mekar dengan indahnya. Dipetik dan diberikan langsung oleh MbGeg Desak Ayu. Astungkara....

Otonan adalah rangkaian upacara yang menunjukkan bahwa usia seseorang bertambah lagi. Pengguntingan rambut saat satu atau dua oton sebagai pertanda bahwa anak siap memasuki gerbang kehidupan lebih lanjut, harapan agar dia terhindar dari segala ancaman dan gangguan.

http://pasektangkas.blogspot.com/2007/11/otonan.html
jelaskan bahwa potong rambut disaat satu oton bermakna simbol pemujaan terhadap Tuhan dan segala manifestasiNya juga leluhur, harapan agar sang anak terhindar dari segala bahaya dan penyakit sepanjang kehidupannya.

Wayan Ritiaksa, (Warta Hindu Dharma No. 488 Agustus 2007) menjelaskan bahwa Otonan atau Ngotonin merupakan peringatan hari kelahiran berdasarkan satu tahun wuku, yakni; 6 (enam) bulan kali 35 hari = 210 hari. Jatuhnya Otonan akan bertepatan sama persis dengan; Sapta Wara, Panca Wara, dan Wuku yang sama. Misalnya orang yang lahir pada hari Rabu, Keliwon Sinta, selalu otonannya akan diperingati pada hari yang sama persis seperti itu yang datangnya setiap enam bulan sekali (210 hari).

Otonan diperingati sebagai hari kelahiran dengan melaksanakan upakara yadnya memiliki pengaruh psikologis terhadap yang melaksanakan otonan, karena bersamaan dengan doa juga dilakukan pemberian simbol-simbol sebagai telah menerima anugerah dari kekuatan doa tersebut.

Sebagai contoh : Melingkarkan gelang benang dipergelangan tangan si empunya Otonan ber makna simbolis agar hati selalu di jalan yang lurus/benar, kelenturan hati yang otonan dan tidak mudah patah semangat. Benang memiliki konotasi beneng dalam bahasa Bali berarti lurus, karena benang sering dipergunakan sebagai sepat membuat lurus sesuatu yang diukur. Benang memiliki sifat lentur dan tidak mudah putus.

Sedangkan dari ucapannya doa tersebut memiliki makna pengharapan agar menjadi kuat seperti memiliki kekuatannya baja atau besi. Disamping kuat dalam arti fisik seperti kuat tulang atau ototnya tetapi juga kuat tekadnya, kuat keyakinannya terhadap Tuhan dan kebenaran, kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup sebab hidup ini bagaikan usaha menyeberangi samudra yang luas. Bermacam rintangan ada di dalamnya, tak terkecuali cobaan hebat yang sering dapat membuat orang putus asa karena kurang kuat hatinya.

Keluhuran makna doa yang diucapkan dalam sebuah upacara otonan bagi masyarakat Hindu Bali yang dikemas dengan simbolis yang dapat dimaknai secara fisik maupun psikologis, dengan harapan agar putra-putri yang menjadi tumpuan harapan keluarga mendapatkan kekuatan dan kemudahan dalam mengarungi kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar