Senin, 28 Oktober 2019

Ubud Writers and Readers Festival, 23-27 Oct 2019



Berpuluh tahun menggelar kegiatan Ubud Writers and Readers Festival, telah memperlihatkan sinergi berbagai pihak dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Bukan berarti di dalamnya tidak terdapat pertarungan kekuasaan, pergulatan perjalanan panjang dari penyusunan perencanaan, operasional kegiatan yang menyita perhatian, serta evaluasi tindakan yang berulangkali dilakukan, agar dapat dijadikan pelajaran dan pengalaman mengurangi kegagalan atau kekecewaan berbagai pihak.


Tidak ada gading yang tidak retak, inilah perwujudan kolaborasi dunia seni dan budaya, harmoni di antara penguasa dan pengusaha, pencipta dan pemelihara seni itu sendiri, penerus serta penikmat seni yang akan menghadirkannya lagi, kembali dan kembali, dalam berbagai ruang dan waktu. Sehingga akan senantiasa lahir berjuta karya seni, ribuan kegiatan terkait budaya, tidak hanya Ubud Writers and Readers Festival, tidak hanya di Ubud, berwujud pencipta karya, pelestari budaya, pengembang budaya, pencinta dan penikmat budaya, penutur dan penjual budaya, yang mampu mengemas budaya sedemikian menarik, mengikuti selera jaman, tanpa mengabaikan spirit maupun taksu dari budaya itu sendiri.



Pembelajaran dan pengalaman sekian lama akan membuat berbagai pihak kian dewasa dan bijak dalam penyelenggaraan berbagai event selanjutnya. Bagaimana partisipasi masyarakat setempat dalam perencanaan awal harus didukung penuh oleh jaringan komunikasi dan teknologi informasi yang baik dengan berbagai pihak. Kesiapan sumber daya manusia dalam melestarikan unsur-unsur budaya local genius wisdom, mengembangkan dengan selera kekinian yang disertai upaya mengemas berbagai paket menarik, banyaknya alternatif pilihan kegiatan tanpa mengurangi fokus dan makna dari kegiatan itu sendiri. Hal ini yang membuat Ubud Writers and Readers Festival mampu bertahan hingga tahun ke 16 dari kegiatan mereka, dan dengan tekad serta harapan masih akan terus berjalan hingga ber puluh tahun lamanya. 


Dunia Baca Tulis tidak hanya terkait dengan puisi dan novel absurd belaka, di sekelilingnya juga terdapat budaya, kecanggihan teknologi, jejaring pemasaran dan penjualan, interaksi yang terjalin, pada kalangan wisatawan, generasi berbeda dengan arus genre bermacam pula, kajian sejarah sastra se kaliber dunia, wisata alam yang menaungi, pengenalan beragam topik bahasan sebagai pelampiasan hasrat dan semangat jiwa yang ingin tersalurkan. Maka, inilah implikasi Ubud Writers and Readers dalam hajatan yang melibatkan berpuluh negara, lebih dari 30 negara yang ada di dunia, baik penguasa maupun pengusaha negara tersebut, sastrawan, budayawan, ilmuwan, kaum teknokrat.
Seperti yang dikemukakan oleh Laksmi Pamuntjak sang koki dan juga penulis beberapa buku terkenal, yang akan berulang tahun ke 49 bulan Desember ini. Dia menyampaikan bahwa ajang diskusi seni dan budaya semacam ini akan membuat kita semakin terbuka, semakin termotivasi untuk berkarya secara kreatif, berpikir yang out of the box, siap terhadap kritikan orang lain. 


Chef ternama, Bara Raoul Pattiradjawane (55 th), menjelaskan bahwa terdapat banyak konsep dan ide yang ada pada setiap buah karya manusia, entah itu makanan, filosofi yang terkandung di dalamnya. Berbagai daerah memiliki kearifan lokal masing-masing, setiap orang memiliki keunikan sendiri, dan disaat mereka bertemu, mungkin saja terjadi benturan, ketidakcocokan. Ubud Writers and Readers Festival ini mempertemukan banyak pihak dalam serangkaian diskusi berkepanjangan, dengan didukung berbagai riset yang memadai, membuka ruang pameran untuk berkarya dan menyajikan  produk masing-masing akan membawa kita semua pada beragam informasi terkini yang sifatnya lintas budaya.


Maka, jadilah diskusi berkepanjangan kami mengenai perjalanan sejarah, saksi hidup dan perjuangan mereka dalam beragam buah karya, entah itu berupa cinema, film screening, beragam asesoris dari berbagai komunitas masyarakat dan budaya, art culinary, art exhibition, art performance, para jurnalis, kaum muda dan juga lansia, kanak-kanak, para pencinta seni dan kaum budayawan, para kritikus hingga para penjaja atau pengusaha jitu bertemu menjadi satu. Lima hari terlalu singkat, namun memiliki kesan mendalam, mampu menjadi ajang interaksi berkepanjangan, bagi sebuah peluang melahirkan banyak rencana ke depannya, terkait sastra, seni, desain dan pertunjukan.


Stigma dimana festival mampu menjadi ajang yang tidak hanya sekedar workshop, diskusi panel dan ruang ekspresi karya seni ini yang dibangun oleh Ubud Writers and Readers Festival. Namun juga membangun persahabatan, mengembangkan jejaring komunikasi, membentuk persaudaraan, melahirkan kritik yang membangun, saling memotivasi satu sama lain dalam melahirkan banyak karya kreatif dan produktif. Suatu destinasi yang fantastik dan berlangsung secara terus menerus dalam membangun kepedulian kita bersama terhadap lingkungan juga masyarakat yang ada di sekelilingnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar