Kamis, 06 Desember 2018

Bersama Ibu Ayu dan Jero Candra Saat Pameran Lukisan, Senin 3 Desember 2018




Bersama Ibu Ayu dan Jero Candra Saat Pameran Lukisan, Senin 3 Desember 2018
Bagaimana rasanya menjadi perempuan yang berkarya, eksis dalam dunia seni, di tengah dominasi kaum pria ? Salah satunya seperti saat Pameran Lukisan di Museum Ratna Wartha, Senin sore, 3  Desember 2018. Kutemui ibu Jero Candra bersama ibu I Gusti Agung Ayu Istri Agung di tengah Himpunan Seniman Ratna Wartha yang ikut dalam pameran kali ini. Dua orang perempuan dari 13 seniman yang ber pameran bersama, hingga 20 Januari 2019.

“Saya menyertakan beberapa karya saya kali ini. Namun saya tidak bisa bertutur tentang lukisan, biarlah, lukisan saya yang berceritera”. Ujar ibu I Gusti Agung Ayu Istri Agung. Hal yang sama juga disampaikan oleh Jero Candra. Beliau hanya tersenyum manis saat kuminta menyampaikan pendapat tentang karya seni yang disertakan pada pameran lukisan kali ini. Namun saat kupancing lebih jauh, keluar tutur kata mengalir bak hasrat yang terpendam, tentang keinginan, tentang pengalaman, tentang cita-cita dimasa depan, tentang budaya dan corak ragam kehidupan, tentang dunia seni yang tumbuh di sekitar mereka, yang akhirnya menjelma menjadi belasan seni lukis berbingkai kecil dan besar hasil karya mereka.

Ibu Jero Candra bertutur tentang karyanya yang mencerminkan kegalauan, keresahan, kelelahan, segala keinginan, ide dan persepsi diri sendiri, dunia romantika yang terkadang terbelenggu oleh norma masyarakat. Dia merasa memperoleh kedamaian dengan ber meditasi, ber kontemplasi dalam dunia seni lukis, menuangkan seluruh ide dan daya nalar, juga kreativitas, dengan melukis. Muncullah sapuan kuas dalam wujud beraneka rupa, warna warni ceria, alam pegunungan, orang, sawah dan pepohonan. Yang kulihat adalah cita rasa jenaka dan kanak-kanak yang penuh dengan keceriaan. 

Mengamati hasil karya Jero Candra dalam ukuran kecil tersebut memberikan nuansa kebahagiaan karena tertular kejenakaan dalam pola yang mudah dicerna, juga warna-warni komposisi rasa pada setiap karyanya. Mengingatkan pada “Rumah”. Karya seni lukisnya menggambarkan kehangatan sebuah rumah. Ya, terkadang kita perlu kembali pada jati diri yang paling hakiki, yakni diri sendiri. Hasil seni lukis beliau mengingatkan akan nuansa yang begitu akrab, seolah tidak asing, dunia kanak-kanak, dunia rumah….

Ibu Ayu, panggilan bagi Ibu I Gusti Agung Ayu Istri Agung, memperlihatkan sapuan kuas yang lebih detail. “Saya membutuhkan waktu rata-rata lebih dari satu hingga dua bulan dalam menyelesaikan karya”. Tutur beliau. Sama seperti perempuan lain juga, dinamika kehidupan membuat mereka yang sudah berkeluarga tidak dapat terlepas dari urusan berumah tangga dan bermasyarakat. Sehingga mungkin saja membatasi waktu sepenuhnya dalam berkarya untuk menuntaskan sebuah produk seni. Apalagi ditambah dengan keteguhan hati Ibu Ayu untuk mengurai setiap detail pada karya seni yang dihasilkan, menyelesaikan tiap noktah, tiap komposisi warna, tiap detail garis dengan rapi, turut berperan dalam lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah lukisan. Tidak heran bila ibu Ayu adalah pelukis perempuan yang perfeksionis dalam mengolah setiap pola garis, gerakan, tata sistemik yang tertanam pada lukisannya, dan berdampak pada lamanya waktu yang dibutuhkan bagi karya seni lukisnya. 

Disiplin dan konsisten dalam berkarya. Hal ini yang ingin dijabarkan oleh Jero Candra dan Ibu I Gusti Agung Ayu Istri Agung dari lukisan hasil karya mereka. Seniman bukan hanya sekedar berkarya selintas lalu belaka. Entah itu dalam langgam jenaka dan ceria, maupun penekanan mendalam di setiap detailnya, pelukis perempuan mewujudkan aspirasi mereka pada karya nyata. Pelukis perempuan bisa menjadi sosok nyata dengan multi talenta, menggerakkan aspirasi banyak pihak lain, untuk menerima hasil karya lukis mereka, atau mengolahnya menjadi rasa yang bergulir mengalir di dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar