Selasa, 18 Desember 2018

Satya Ajeg Karya Tulus Inastuti


Satya ajeg karya tulus inastuti
 
Prihen temen dharma dumaranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan artha tan kama pidonya tan yasa, Ya Sakti Sang Sajjana dharma raksaka.
 
Tegakkan lah selalu dharma dalam kehidupan di dunia, Orang-orang bijaksana hendaknya dijadikan panutan…. Bukan harta, nafsu atau kemashyuran, Keberhasilan yang sungguh bijak adalah karena mampu memahami hakekat dharma.
 
 
 
Museum Seni Neka adalah Museum swasta pertama di Indonesia yang diresmikan tanggal 7 Juli 1982. Museum yang pada awalnya hanya mengkoleksi lukisan dan patung, pada tanggal 7 Juli 2007 dilengkapi dengan pavilion Keris untuk memamerkan ratusan keris yang dimiliki.
 
 
Pande Wayan Suteja Neka memberikan buku “Keris Bali Bersejarah” kepada Dr. Jenderal (Purn) H. Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, sebelum pembukaan Pameran “Titi Wangsa” karya Dr. I Wayan Kun Adnyana (Dosen Institut Seni Indonesia / ISI Denpasar), yang diselenggarakan di Museum Seni Neka. Didampingi oleh kedua putranya: Pande Nyoman Wahyu Suteja, SE., dan Dr. Pande Made Kardi Suteja, Sp.U., pada tanggal 12 Oktober 2018.
 
 
JMK Pande Wayan Suteja Neka menggunakan salah satu keris seselet kebanggaan, sebagai hasil inovasi dan kreasi. Bilahnya perlambang Keris Jawa. Motifnya bergaya Bali, dengan simbol Singa, Mina dan Paksi. Warangka bergaya Sumatera dengan motif Palembang, pengaruh Bugis. Penyejernya bermotif kan ruas tebu. Ukirannya bermotifkan Palembang, dengan kombinasi ukiran Bali, dengan tiga hiasan batu mulia. Blue safir berapitkan windusara atau mirah. "Merah bermakna Megah, Kemewahan yang elegan, Simbol kebesaran atau kegagahan pemilik keris. Biru angkasa bermakna kedamaian, memberikan kesan indah namun menyejukkan. Memiliki keris harus bisa menjaga damai di hati, di dalam diri, juga keluarga dan lingkungan dimanapun dia berada", Ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka mengenai makna batu permata yang berada pada kerisnya.
 
 
“Ini adalah Keris Indonesia, Keris Nusantara, hasil kreasi saya yang dibuat oleh Made Pada, Pakar Keris dari Desa Taro, Tegallalang, Gianyar Bali”, Ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan Keris Seselet yang digunakannya.
 
 
Bahan Warangka / Sarung dari Gading, dengan gaya Sumatera bermotif Palembang sebagai kerajaan dengan armada laut yang tangguh, juga tercermin pada gaya Bugis dari adanya simbol kapal karam / kandas. Motif ruas tebu melambangkan bahwa seluruh komponen menampilkan keindahan, semangat, gelora, hasrat, yang menjadi inti kehidupan, memberikan arah langkah ke masa depan, dalam bersikap positif, memberikan kebaikan bagi setiap umat manusia. “Bukankah tebu memberikan manis gula bagi kita, umat manusia, disuling, menjadi bahan obat dan spiritus, dan kemudian ampasnya bisa dijadikan bahan kertas pula”, tambah JMK Pande Wayan Suteja Neka pula.
“Lihatlah pada motif perahu dibagian warangka. Mengingatkan pada perahu Bugis. Ini simbol kejayaan Indonesia. Dilaut kita jaya. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, dikelilingi lautan. Leluhur kita sudah terbukti sebagai pelaut tangguh. Keberanian kita mengatasi masalah yang terkadang hadir bagai ombak besar dan badai tiada henti, yang membutuhkan ketenangan mengatasinya. Semangat ini yang ingin saya tampilkan melalui simbol perahu. Jangan mudah menyerah, jangan emosi bila menghadapi masalah, tetap tenang”, Ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka.
 
 
Pada bagian Danganan, terlihat simbol Singa, Mina dan Paksi. “Singa dikenal sebagai Raja Hutan. Mina adalah Ikan. Perhatikan pada bagian sisik tersebut. Dan Paksi perlambang Burung. Dengan tempaan atau ujian kehidupan, seseorang harusnya semakin bijak dalam bersikap. Semakin tinggi pengalaman, semakin tinggi pendidikan, semakin luas wawasan, harus semakin rendah hati. Bisa menjadi teladan bagi masyarakat, bagi banyak orang. Mau membantu, bersedia membimbing dan berbagi ilmu pengetahuan. Ini yang ingin saya sampaikan dari keris kreasi saya. Saya menyebutnya sebagai Keris Nusantara”. Ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka.
 
 
Pada bagian Bilah Keris, terlihat motif Jawa, dengan panjang 21 cm. Dhapur Singo Barong, ber kinatah emas sampai ganja, dengan relief hiasan emas tiga wedana / sisi. Hal ini memperlihatkan segi estetika dari sebuah keris, simbolis, dan spiritual. Kewibawaan dan penolak bala. Luk tiga / jangkung, berasal dari kata Jinangkung, terjangkau. Melambangkan perjuangan mencapai tujuan hidup, cita-cita, baik duniawi maupun rohani, spiritual dan juga moral haruslah seimbang, bersinergi dengan baik. “Terkadang, orang ingin usaha yang serba instan, namun lupa pada perjuangan keras, proses dalam mewujudkan cita-cita. Ini yang ingin saya sampaikan, bahwa kita tidak boleh patah semangat bila menemukan permasalahan atau gangguan” Ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan makna dari simbol Keris Nusantara kreasi beliau.
 
 
Pamor Keris dengan menggunakan teknik woshing wutah motif ngulit semangka. Teknik ini melambangkan teknik tinggi yang dipergunakan dalam menempa keris.JMK Pande Wayan Suteja Neka menggambarkan Keris hasil inovasinya yang merupakan keris simbolik, perlambang bersimbolkan Singa Kinatah emas, bertatahkan emas permata, bermakna kebesaran atau kemegahan seseorang yang berjiwa pemimpin, luk tiga, dengan pamor beras wutah yang bermakna kesuburan, kemakmuran, bermotifkan ngulit semangka, dan Danganan / Ulu Bali bersimbolkan Singa, Mina, juga Paksi.
 
 
“Keris Modern merupakan keris hasil inovasi dan kreasi, yang berubah dari tradisi sebelumnya, namun tetap berpijak pada kearifan lokal dimana keris tersebut berada, dengan tetap berpegang pada konsep Bhinneka Tunggal Ika”. Ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka. Proklamasi atau pernyataan “UNESCO” yang mengakui keberadaan Keris Indonesia sebagai Warisan Dunia yang sungguh mulia semenjak tanggal 25 November 2005 sungguh merupakan suatu penghargaan bagi bangsa Indonesia, khususnya terkait budaya dan seni perkerisan. Pada jaman dahulu, keris hanya disimpan sebagai bagian dari benda suci milik keluarga secara turun temurun. Namun kemudian keris juga dipergunakan sebagai bagian dari perlengkapan penampilan seseorang, mencerminkan jati diri orang tersebut, menjadi bahan perbincangan dalam berbagai kesempatan berjumpa, di antara para pemiliknya, dalam menyebarluaskan nilai-nilai luhur warisan budaya asli Indonesia yang telah diakui dunia ini.
 
 
JMK Pande Wayan Suteja Neka memperlihatkan komitmen dalam memuliakan Keris sebagai Warisan Luhur Bangsa Indonesia, menyampaikan informasi seluasnya bagi masyarakat Bali, Indonesia, bahkan seluruh dunia terkait Keris, memberikan kesempatan untuk belajar tentang tradisi dan spiritual juga perkembangan Seni Keris, termasuk mengembangkan inovasi serta kreasi terkait Keris. Karena semangat tersebut, maka Ruang Keris, dibuka secara resmi pada tanggal 22 Juli 2006, untuk memuliakan berbagai macam Keris Nusantara, bertempat di Museum Seni Neka. Ruang Keris dibuka secara resmi tepat 25 tahun setelah Museum Neka berdiri.
 
 
Pakem Keris yang sempurna, harus memenuhi persyaratan seorang Empu Keris, yakni Ahli Tempa, Ahli Bentuk, dan Ahli Perlambang. Di dalam setiap karya seni, akan terdapat jiwa dan semangat pembuatnya. Demikian pula halnya dengan Keris. Yang disebut dengan Empu adalah Pakar di bidangnya, ahli. Dia akan mencurahkan segenap perhatian, usaha, daya dan juga gaya, agar Keris berhak disebut sempurna. Pemilik keris juga harus tetap menjaga dan menghormati keris miliknya, dengan cara memelihara, merawat keris, sebagai bagian diri dan keluarga. Tanggungjawab untuk menyampaikan informasi terkait keris, senantiasa mengembangkan data dan fakta terkait keris, tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab Empu Keris atau pemilik keris. Ini adalah tanggungjawab kita semua, pemerintah dan tenaga pendidik, penguasa, tokoh masyarakat, juga para pengusaha, menyadari, mengembangkan dan menerapkan fungsi keris dalam berbagai ruang kehidupan bermasyarakat.
 
 
Satya ajeg karya tulus inastuti
 
Menjadi kesatria tangguh tidaklah gampang. Senantiasa berjuang, menghasilkan karya dan berkreasi, setia dan berpegang teguh pada tegaknya kebenaran. Tidak semudah membalik telapak tangan, tidak semudah harapan dan keinginan kita, untuk selalu tulus bekerja, tanpa adanya paksaan atau tunduk pada tekanan pihak lain.
 
 
Prihen temen dharma dumaranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan artha tan kama pidonya tan yasa, Ya Sakti Sang Sajjana dharma raksaka, 
 
Tegakkan lah selalu dharma dalam kehidupan di dunia, Orang-orang bijaksana hendaknya dijadikan panutan…. Bukan harta, nafsu atau kemashyuran, Keberhasilan yang sungguh bijak adalah karena mampu memahami hakekat dharma
 
Hal ini terurai indah dalam Kakawin Ramayana. Kakawin Ramayana termasuk dalam Kidung Sekar Agung, Kidung Indah yang menggambarkan Genius Lokal Wisdom terkait kepemimpinan. Leluhur kita bertutur tentang petuah-petuah terkait kepemimpinan. Kakawin Ramayana berisi ajaran Sri Rama mengenai kepemimpinan kepada Bharata, dalam Pupuh / Wirama Wangsastha.
 
Hanya orang dengan jiwa pemimpin sejati yang sanggup memenangi peperangan dalam diri, sehingga mampu menjadi pemenang dalam kehidupannya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar