Sabtu, 29 Desember 2018

Hari Ibu, Pameran Seni Lukis, Keris, dan Museum Seni Neka



Pameran di Museum Seni Neka dalam rangka Hari Ibu berlangsung semenjak tanggal 22 Desember 2018 hingga 22 Januari 2019.


“Perempuan adalah anugerah terindah bagi dunia. Tanpa perempuan, dunia hanya akan menjadi bagian muram yang membuat bahagia tidak bisa menjelma di permukaan bumi, juga di dalam hati”. Seperti terurai dalam kata sambutan yang disampaikan oleh JMK Pande Wayan Suteja Neka disaat berlangsungnya Pameran dalam rangka Hari Ibu, 22 Desember 2018 di Museum Seni Neka.


Woman is the true representation of life itself. Women as mothers are positioned in a very noble place. As Indonesian famous proverb states “heaven is located at the soles of the fert of your mother”. Without women, this earth will lose its meaning”.


Sosok perempuan, representasi dari pilar kekuatan dan kemegahan keluarga, negara. Dia bisa menjadi penjaga damai di bumi, juga di dalam hati. Menjadi penyemangat keluarga juga orang lain di sekelilingnya, menebarkan kehangatan dan cinta kasih bagi banyak orang lainnya.


Hal ini yang juga tercermin pada lukisan yang diikutsertakan dalam pameran terkait Hari Ibu di Museum Seni Neka. Sosok megah perempuan dengan corak baju berwarna kuat, merah, kuning, keemasan, tatapan tajam dengan lirikan genit liukan manja sang pelukis. Atau sebaris perempuan dengan banten di atas kepala untuk persembahan bagi Tuhan, dengan pakaian yang dikenakan, mencerminkan khas perempuan Bali dengan ikatan budaya kental di sekeliling mereka. Pelukis pria yang menampilkan beragam lukisan tentang perempuan, pemuliaan perempuan dengan beraneka liukan kuas, torehan warna-warni nan variatif, berbagai figur perempuan, bahkan yang bertelanjang dada. Inilah kaum perempuan yang berani tampil apa adanya di tangan para pelukis pria.
 


Serangkaian Pelukis yang ikut berperan antara lain: Atjin Tisna, Made Jirna, Nyoman Gunarsa. Pelukis Indonesia: Irsam, OH Supono, Mulyadi W., Krijono, Nono Suteja, S. Yadi K., Linton Paul, Roedyat Martadiradja, Pelukis Luar Negeri : R. San Miguel, Teng Nee Cheong. 



Women bring three types of glory: The first glory is beauty. The second glory is strength. The third glory is women as the source of life. 


Perempuan itu adalah keindahan, kecantikan, anugerah yang diberikan Tuhan bagi dunia. Dia menjadi pilar kekuatan dunia, yang memberikan semangat, yang menjaga keutuhan keluarga, yang senantiasa menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang dalam berkarya, dan juga yang memberikan rasa damai di muka bumi. Bahkan Kitab Suci Reg Weda menyampaikan Perempuan, Pertiwi, adalah Dewi yang turun ke permukaan bumi untuk melaksanakan tugasnya menegakkan kebenaran dan menjaga perdamaian. Beliau adalah pasangan dari Bapak Angkasa yang tidak terbantahkan, saling melengkapi, dalam melindungi dan membimbing umat manusia di muka bumi.


Perempuan lah yang memberikan kehidupan pada dunia. Semenjak terjadinya pembuahan, mengandung dan melahirkan, memberikan air susu pada bayinya, merawat dan membesarkan anak. 

Pertiwi yang dikenal sebagai “Dhra, Dharti” merupakan salah satu dari Shakti nya Dewa Wisnu. Beliau merupakan bagian yang membawa, menyediakan, melengkapi kebutuhan keluarga. Bersama-sama dengan Dewi Lakshmi, juga Shakti nya Dewa Wisnu, yang merawat, menjaga keutuhan juga persatuan umat manusia. Dan di dalam Hindu, kami berdoa bagi Pertiwi, menghormati dan menghargai Dewi Pertiwi sebagai perlambang atau simbol perempuan yang telah memberikan kehidupan, menjaga kelangsungan di permukaan bumi.



Di Indonesia, pemerintah menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Dan perayaan ini diperingati dengan berbagai cara di seluruh pelosok Indonesia. Jauh sebelum penetapan Hari Ibu, beragam suku di Indonesia telah menghargai spirit atau energy dari alam dan kekuatan dari bumi. Beragam suku di Indonesia ini mempersonifikasikan alam sebagai Ibu yang memberikan kehidupan, dan juga Dewi yang menjaga alam dan lingkungan bagi berbagai suku di Indonesia. Hindu memberikan sumbangsih besar dengan konsep Dewi Pertiwi (Goddess Pertiwi) juga Ibu Bumi (Mother Earth), sehingga kemudian lahir konsep Dewi Pertiwi atau Dewi Bumi.



Pameran kali ini merupakan suatu bentuk pemuliaan Perempuan terkait dengan Hari Ibu. Ke tiga belas seniman turut berperan serta dalam 31 karya seni lukis mereka yang ber tutur tentang perempuan. Pameran kali ini pula bertepatan dengan Hari Purnama, hari baik dalam agama Hindu, diberikan keris bagi Pande Made Sutawan. Pande Made Sutawan adalah seorang yang berkecimpung dalam dunia pariwisata dan perhotelan, khususnya sebagai GM Hotel Royal Pitamaha di Ubud. Namun ketertarikannya, ketulusikhlasan menghaturkan ngayah di pura, dalam berbagai kegiatan upacara keagamaan, membuat JMK Pande Wayan Suteja Neka memberi hadiah sebuah keris khusus.
“Sudah semenjak lama, Iwa (uwak / sebutan bagi paman) meminta saya datang dan memilih keris untuk digunakan sebagai sarana ngayah di pura. Namun saya tidak berani, belum tergugah untuk datang terkait urusan perkerisan ini. Entah mengapa kini saya begitu ingin datang, dan ternyata hari baik, yakni Purnama” Ujar Pande Made Sutawan.


Energi Alam memang sungguh tidak bisa terduga, tidak bisa dipungkiri atau disangkal. Pasrah dan tulus ikhlas dalam pengabdian, khususnya terkait dengan upacara keagamaan atau spiritual, akan menghantar kita pada berkah dari Ibu Pertiwi, anugerah Tuhan. Dan hal ini terwujud pada keris yang diberikan seorang Jejeneng Mpu Keris, Pande Wayan Suteja Neka, pada salah satu warga Pande yang berkarya dalam beragam bidang termasuk spiritual dan religi keagamaan, Pande Made Sutawan.



“Saya sengaja memberikan keris ini bertepatan dengan Hari Ibu, sebagai simbol bahwa Ibu Pertiwi akan senantiasa memberkati setiap jejak langkah Pande Made Sutawan, untuk selalu berkarya pada berbagai aspek kehidupan. Keris ini sebagai perlambang anugerah Tuhan, dari seorang Pande, Jejeneng Mpu Keris, kepada warga Pande, agar selalu menegakkan kehormatan seperti sebagaimana tersirat pada filosofi keris ini. Ujar JMK Pane Wayan Suteja Neka.


“Bertepatan dengan Hari Ibu, saya juga memberikan keris ini bagi ibu Santi, yang sudah beberapa kali menulis tentang Gianyar, Ubud, Museum Neka dan Pameran Lukisan di dalamnya. Perempuan penulis diharapkan bisa menghasilkan karya tulis yang sanggup mencerahkan banyak orang, memotivasi orang lain untuk turut berkarya, menggerakkan kreativitas bagi pembacanya dan orang lain di sekelilingnya. Kayu sulaiman adalah kayu perlambang kesaktian. Namun kesaktian yang dimaksud disini adalah bahwa dengan hasil karya kita bisa memberikan banyak kesaktian bagi orang lain untuk terus berkarya pula secara positif. Kritikan tidak harus membuat kita patah semangat dan mundur, menarik diri”. Tutur JMK Pande Wayan Suteja Neka disaat menyampaikan keris tersebut.


Pemberian keris terkait Hari Ibu, Hari Bumi Pertiwi, karena, “Keris ini adalah perlambang perjuangan memahami budaya nusantara, mengembangkan dan menghargai warisan luhur nenek moyang. Maka saya sampaikan bertepatan dengan Hari Ibu, di saat Pameran Lukisan terkait Hari Ibu, bagi seorang ibu, yakni ibu Santi, dan juga Pande, yang akhirnya tergugah memiliki keris yang akan dipergunakan untuk ngayah bagi pertiwi” Ujar Pande Wayan Suteja Neka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar