Sabtu, 13 April 2013

Kasih Ortu akan menghantar kita menjadi orang besar. Sesuatu yg kudapat hari ini @Besakih, 13/4/2013


Namanya I Gede Darmika. Ia adalah Kepala Pool Kendaraan STPNDB yang baru bertugas sebulan ini, menggantikan bapak I Wayan Langgeng yang telah pensiun. Maka.... segudang tugas baru menuntut konsentrasi kerja maksimal, selain melanjutkan pendidikan yang tengah dijalani, juga tuntutan keluarga besarnya.



Hari ini, kami mengadakan Tirta Yatra dengan beberapa rekan pegawai Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Tujuan kami adalah Pura Luhur Besakih. Serangkaian Ida Bethare turun kabeh masih berlanjut hingga tanggal 16 April. Berhubung anaknya tidak bisa dan tidak terbiasa dengan orang asing, entah satu mobil atau satu motor, maka mereka mengendarai motor berboncengan sekeluarga, dari Denpasar menuju Pura Besakih yang terletak di Kecamatan Rendang, Karangasem.







Hmmm, ini mengingatkanku akan kebiasaanku mengajak anak-anak dan juga simbok mengendarai motor ber tirta yatra ke beberapa tujuan. Entah itu ke Tanah Lot, Uluwatu, Batukaru, Rambut Siwi, Silayukti, Andakasa, Lempuyang, Pulaki, dan masih banyak lainnya. Tuhan tidak pernah membedakan cara dan gaya kita, bukan???



Sepanjang jalan, kulihat beragam wujud kasih orangtua menanamkan budi pekerti secara nyata tentang hubungan manusia dengan alam semesta, hubungan manusia dengan sesama manusia itu sendiri, dan hubungan manusia dengan Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.





Well. Manusia tangguh tidak terlahir dengan se kedipan mata belaka. Mereka juga terbentuk dan terkembang berkat orang-orang yang ada di sekelilingnya. Orangtuanya..... 
Teringatku, betapa, tatkala bertahun lalu tirta yatra kami lakukan menuju Pura Batur. Membludaknya arus kendaraan dan para pemedek yang berniat tangkil, membuat bis kami tidak beranjak hampir satu jam, tiga kilometer dari pura. Seluruh penumpang bis turun dan berjalan perlahan menghampiri pura. Tanpa suami, bersama si sulung yang kala itu masih berusia 4,5 tahun, berbobot 25 kg yang menolak berjalan kaki, dan dua banten pejati di kepalaku, kami berjalan perlahan mendekati pura. Kuucapkan berkali dalam hati...... "Tuhan, aku bersumpah, akan kuajak seluruh anggota keluargaku, untuk selalu memujaMu, menghampiri rumah suciMu, dimanapun, yang kumampu untuk kami hampiri selalu". Dan.... satu setengah jam kemudian, kami bisa bersimpuh di dalam pura Batur, dengan bercucuran keringat, tubuh bergetar kelelahan, di tengah ribuan umat pemedek yang berdesakan, namun kebahagiaan luar biasa menyelimuti batinku.















Bahkan, kulihat, seorang turis Swedia, menggendong anaknya, sambil berceritera dengan bersemangat, mengenai beragam situasi di seputran Pura Besakih yang mereka saksikan. Betapa.... toleransi dan harmoni bisa dikembangkan semenjak dini, sehingga se isi bumi semakin shanti dari hari ke hari.







Dan..... kasih seorang menantu terhadap ibu mertua, yang diperlihatkan oleh rekan kerja kami, ibu Ketut Riyani. Beliau mengajak ibu mertuanya untuk bersembahyang bersama. Ehm. Kasih mesra antara mertua dan menantu, akan membantu terciptanya harmoni keluarga. Memang... harmoni berawal dari diri sendiri. Bila kita bisa introspeksi diri dan berlapang dada, berusaha sekuat tenaga menjaga harmoni yang berawal dari lingkup keluarga sendiri.... maka, akan damai pula dunia ini. Home sweet home lah.






Temanku pernah menulis pepatah indah ini...... "Yen dot benehin banjar, benehin keluarga malu. Yen dot benehin keluarga, irage pedidi malu benehin". Artinya...... bila kita ingin mengatur negara ini, mengatur orang lain, memerintah dan mengomentari orang lain, atur dulu lah rumah tangga sendiri. Dan, bila ingin mengatur serta mengurus rumah tangga, terlebih dahulu kita harus introspeksi diri sendiri, sudah beres kah kita, sudah benarkah diri kita sendiri. Jangan hanya bisanya ingin menang sendiri saja.....
Hmmm, benar juga. Home sweet home always top lah. Dari keluarga lah negara ini akan tetap tegak berdiri, menjulang angkasa dengan anggunnya.





Aku pernah menggendong anakku bagai ini, berjalan tiga km dengan dua pejati di kepala, menghampiri Pura Batur yg penuh sesak. Dan, meski tak selalu bisa mendampingi mereka, kasih ku akan selalu menyertai setiap jejak langkah mereka, entah kapan, kemana dan dimana berada.....




Ngiring mesandekan dumun, mengibung ngajeng lungsuran banten. Ketipat saur kacang, siap bali sambel matah, jaen pesan..... Astungkara. Kebahagiaan kita yg tentukan, bukan?? Meski sederhana, kebersamaan di antara kita akan bertahan lama.... Tanpa memandang gelar dan kasta, usia dan harta, kami pun duduk bersama di halaman rumput luas terbentang, menikmati ketupat dan beragam makanan lain yang sudah kami haturkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar