Minggu, 18 November 2018

(2) Visual Art Exhibition "Pluralime", ISI Padangpanjang, 16 Nov - 2 Des 2018, Galeri Mandala Suci Wenara Wana




Batolan mangko bajalan, mufakat mangko bakato. Pepatah Minang bertutur indah terngiang. Makna nya mengajarkan kita untuk tidak pernah mengasingkan diri dalam bergaul. Tidak baik membentuk kelompok eksklusif dan membeda-bedakan orang dalam bergaul di tengah masyarakat. Dalam bertindak juga kita harus mengutamakan berdiskusi, bermusyawarah untuk merai mufakat.

Dan, hal ini sudah diwujudkan secara indah dalam proses pegelaran pameran seni visual yang berlangsung di Galeri Mandala Suci Wenara Wana.


Awal nya adalah persahabatan yang terjalin di antara putra Bali dan Putra Padang yang bersama menempuh pendidikan di ISI Jogjakarta bertahun silam. Kemudian mereka merencanakan saling berkunjung. Mengapa tidak, jika bisa menjalin kerjasama, kunjungan disertai dengan Pameran bersama. Akan ada begitu banyak manfaat, saling membuka cakrawala wawasan pengetahuan terkait seni dan budaya daerah masing-masing, bertukar informasi, membuka peluang kerja sama yang berkelanjutan, termasuk pula, dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat luas dimana pameran berlangsung. Dan, dimulailah rangkaian kegiatan, dari penyusunan proposal kegiatan, berbagai pendekatan dan diskusi panjang untuk mematangkan rencana, eksekusi akhir rencana, keberangkatan, dan seluruh tim yang terdiri dari tujuh dosen beserta staf juga 15 mahasiswa dan mahasiswi ISI Padangpanjang tiba di Ubud pada hari Kamis, 15 November 2018. Maka, terwujudlah Pameran bertajuk “Pluralisme” yang akan berlangsung dari tanggal 16 November hingga 2 Desember 2018.


Mandala Suci Wenara Wana atau lebih dikenal dengan Monkey Forest Ubud merupakan sebuah cagar alam yang terletak di desa Padangtegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, terkenal dengan habitat alami khas monyet Bali berekor panjang (Natural habitat of Balinese long tailed monkey / Macaca Fascicularis). Monyet yang terdapat di Mandala Suci Wenara Wana ini terbagi menjadi enam area, yakni yang pertama, areal di depan Pura, area konservasi hutan, area pusat Mandala Suci Wenara Wana, area Michelin, areal Timur dan pemakaman / setra. Data tahun 2011 memperlihatkan terdapat 605 monyet ekor panjang dengan 39 pejantan, 38 remaja monyet, 194 betina monyet dewasa, 243 anak monyet, dan 91 bayi monyet. . Data tahun 2017 oleh pengelola mencatat terdapat total 749 monyet, dengan klasifikasi 63 pejantan monyet dewasa, 34 remaja monyet, 219 betina monyet dewasa, 29 betina monyet remaja, 167 bayi monyet berusia 2 – 3 tahun, 118 bayi monyet berusia 1 – 2 tahun, 63 bayi monyet berusia 5 – 12 bulan, dan 56 bayi monyet berusia di bawah lima bulan. Di Mandala Suci Wenara Wana ini terdapat 186 spesies tanaman dan pohon pada area seluas 12.5 hektar. Di dalam Mandala Suci Wenara Wana terdapat tiga pura, yakni Pura Dalem Agung Padang Tegal, Pura Beji dan Pura Prajapati. Ketiga pura ini dibangun pada tahun 1350. Masyarakat setempat meyakini pentingnya keberadaan Mandala Suci Wenara Wana ini bagi dinamika dan keberlangsungan aspek kehidupan masyarakat di bidang spiritual, ekonomi, pendidikan, dan pusat konservatori desa tersebut, termasuk desa lain di sekitarnya. Setiap bulan sekitar 120.000 wisatawan mengunjungi Mandala Suci Wenara Wana, baik wisatawan domestik mupun wisatawan mancanegara.



Tidak salah Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn., dosen ISI dan Kajur Kriya Seni, menawarkan lokasi berpameran disini. Dosen yang meraih penghargaan sebagai Dosen berprestasi beberapa kali ini mengemukakan bahwa Ubud merupakan suatu destinasi yang sudah mendunia, dengan jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat, namun tetap menegakkan falsafah hidup masyarakat, menerapkan seni dan budaya dalam berbagai bentuk kehidupan sehari-hari, yang bisa dijadikan sarana pembelajaran rombongan ISI Padangpanjang.


Dosen humble yang menamatkan pendidikan Doktoral sebagai Doktor ke 34 di ISI Yogyakarta ini memiliki disertasi berjudul Judi Tajen, mengupas Tabuh Rah, makna dan juga fungsi, serta implementasi nya di tengah kehidupan sosial masyarakat Bali. “Saya punya tanggungjawab moral untuk turut berperan serta membantu teman-teman serta para mahasiswa dari ISI Padangpanjang mewujudkan pameran ini. Pameran ini membuktikan pendidikan sebagai sarana mengembangkan kemampuan mereka di bidang seni yang telah berkembang di Padang, kebudayaan yaang tumbuh dan berkembang di daerah mereka, dan membuka cakrawala pengetahuan mereka terhadap dunia seni, sekaligus budaya masyarakat Bali” Ujar Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn.


Ini salah satu bentuk kepedulian kita bersama, sebagai tenaaga pendidik yang harus membuka ruang seluasnya bagi para seniman untuk unjuk kreativitas dan terbuka terhadap kritik serta pendapat masyarakat luas. Ini juga suatu bentuk kepedulian kita, sebagai orang-orang yang terlibat dalam dunia seni dan budaya, bahwa pendidikan juga penting untuk membantu logika berpikir secara sistematis, bahwa, dialogis bisa membantu kita belajar menerima dan memahami suatu karya seni, yang  hadir di tengah – tengah kita semua….


Bahkan, ada jokes yang berbicara..... "Orang Padangpanjang pameran di Padangtegal, disaksikan juga oleh orang PadangSambian. He he he..... aku kan tinggal di PadangSambian.

Mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam,
Mitrasyaham caksusa sarvani bhutani samikse,
Mitrasya caksusa samiksamahe

Yayur Weda XXXVI.18

Semoga semua mahluk memandang kami dengan pandangan mata seorang sahabat,
semoga saya memandang semua makluk sebagai seorang sahabat,
semoga kami berpandangan penuh persahabatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar