Senin, 05 November 2018

Vidyadiva, Cahaya Perempuan, Gedung Kriya, 4 - 10 November 2018




Vidyadiva, Cahaya Perempuan, Gedung Kriya, 4 – 10 November 2018

Melalui pengabdian kita memperoleh kesucian,
Dengan kesucian kita memperoleh kemuliaan,
Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan,
Dan, Dengan kehormatan kita peroleh kebenaran
(Yayurweda XIX.30)




Tidak ada jalan mudah meraih kesuksesan.
Sejarah panjang perjalanan hidup manusia menguraikan, betapa, perempuan memiliki kekuatan besar dan mulia bagi kebahagiaan keluarga, masyarakat, bahkan suatu Negara.



Ibu Gubernur, Ni Luh Putu Putri Suastini Koster juga menyatakan, perempuan, sujatinya perlambang dari ibu pertiwi, simbol dari kesejahteraan umat manusia. Maka, ketangguhan perempuan ini dibutuhkan untuk diwujudkan, dihargai, dan dilibatkan dalam berbagai aktivitas kehidupan bersama di tengah masyarakat. Salah satunya, perhatian bagi para perupa perempuan.




Kali ini merupakan Pameran Kedua yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Pada tahun 2017, Pameran Serupa bertajuk “Luwih Utamaning Luh”, bertempat di Gedung Kriya UPT Taman Budaya Bali.

Perjuangan panjang kaum perempuan pada berbagai ruang dan sendi kehidupan, menyatakan jati diri, salah satunya, perempuan perupa, dan di Bali bergabung dalam wadah Perempuan Perupa Bali (PPB). Sungguh tidak mudah, menggapai sinergi indah, dengan organisasi yang masih belia, karya yang beragam, dengan berbagai banyak ide kreasi. Namun mereka akan selalu memberikan sumbangsih karya, ikut bertarung dengan gaya unik masing masing, mencoba berpartisipasi bagi Bali. 



Bapak I Made Bakti Wiyasa selaku kuratorial Pameran  menjelaskan bahwasanya intensitas Perempuan Perupa Bali dalam merintis perhelatan seni dan budaya sebagai even regular tahunan bagi perempuan sungguh layak untuk diperjuangkan. Kerja keras kaum perempuan untuk membentuk sebuah organisasi, merapikan susunan kepengurusan, bersinergi dengan pemerintah, dalam memajukan kebudayaan, khususnya di bidang seni rupa di Bali, melalui Taman Budaya Bali.



Sungguh suatu hal yang mengagumkan, karena bahkan, ibu Gubernur berkenan untuk membacakan puisi terkait Ibu Pertiwi, melantunkan kidung dengan suara indah, menggelegar membahana, membuat dadaku tersentak, terpesona, bahwa, seorang ibu gubernur begitu indah membawakan puisi pilihan beliau. Ibu Putri, ibu telah mempesona kami, untuk tidak malu bergerak berkarya, mengekspresikan jiwa, menyalurkan hasrat, menyuarakan isi hati, memunculkan buah pikiran kami, dalam berbagai ruang seni dan budaya….. mulai dari seni geguritan, geguntangan, kidung, lelampah, bahkan, ditimpali oleh permainan indah biola…… Wow… Puisi, bersinergi indah dengan kekidung, ditimpali alunan biola….



Karya seni budaya, kuyakini menghaluskan budi pekerti seseorang, mengakar untuk semakin tangguh berusaha, senantiasa berkarya secara berkelanjutan, mencerminkan kegelisahan hati yang tak hendak berhenti dan berakhir hingga disini, layu terkulai lalu mati tanpa bernilai. Teruslah, wahai perempuan, teruslah tegakkan diri dan berlari, menguntai hasil karya, memberi arti, bagi Bali, bagi Bumi Pertiwi, karena kita takkan berhenti berkarya, karena kita takkan mudah ber putus asa, karena kita menjalin rasa bersambung ceritera, dengan torehan kuas cinta, dengan segala cita….



Pada pameran kali ini, terdapat 20 Perempuan Perupa yang ikut terlibat, dengan 31 karya visual yang dipamerkan, mencakup karya seni lukisan, seni grafis, dan seni instalasi. Dan sebagai sebuah wacana dimensi baru dari kalangan Perempuan Perupa Bali, ini menjadi sarana mediasi berbagai pihak di sekeliling perempuan, bahwa suatu karya tidak akan pernah terwujud tanpa dukungan moral keluarga, bimbingan dan tuntunan para guru, para kritikus seni, masyarakat penikmat seni, media massa, juga bantuan dari berbagai pihak, baik pemerintah, pengusaha, bahkan, orang yang mungkin tidak terlibat.



Layak disebut sebagai lintas sosial budaya, lintas disiplin ilmu, Pameran lukisan kali ini berhasil mempertemukan berbagai Perempuan Perupa Bali seperti Ibu Sri Supriyanti, Mega Sari, Oka Armini, Ni Nyoman Sani, Ni Ketut Ayu Sriwardani, Satya Cipta, Voni Dewi, Ni Nyoman Supini, Sri Rahayu, Way Shanty, Ni Putu Eni, Ni Wayan Penawati, Kadek Heny Sayukti, Ni Wayan Ugi Gayali, Sri Wahyuni, Kurniati Andika, Suryani, Ni Kadek Novi Sumariani, Ni Putu Suriati, Kadek Winda, Kharisma P. Natsir.


Aku mungkin bukan seorang kritikus seni baik dan hebat. Namun, melihat beraneka karya seni yang dihadirkan para perupa perempuan ini, membuat decak kagum berkepanjangan. Seni sungguh bisa menghasilkan sesuatu yang menggugah selera, indah, marah, galau, bahagia, sedih, bahkan, termenung ku menangis di satu pojok, memandang lukisan bertajuk “Dayu”. Ingatanku merantau jauh, ingat ibuku…..


Inilah mereka, yang terus bergulir bersama, menghasilkan banyak karya, mewujudkan kerjasama, menjalin harmoni dalam berbagai perbedaan, di kalangan pendidikan, dengan kalangan budayawan, para tokoh masyarakat, di tengah para pengusaha, dukungan pemerintah, juga keluarga dan kerabat serta para sahabat dari Perempuan Perupa Bali. Termasuk dengan merangkai keikutsertaan dari perupa difabel pula, yang tergabung di dalam Yayasan Bunga Bali…..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar