Sabtu, 25 September 2010

Semangat Saraswati di Kampus STPNDB


Dimana bumi di pijak, di sana langit di junjung. Dimana pun engkau berada, seharusnya tiap orang dapat selalu ber asimilasi dan beradaptasi terhadap lingkungan. Jaga slalu pikiran, perkataan dan tingkah laku. Itu yang kami buktikan. Jum'at, 24 September 2010, di kampus STPNDB tercinta.




Mahasiswa yang datang dari beragam latar belakang dan asal usul, dengan berbagai karakter dan talenta yang mereka miliki, membuat kampus ini bagai gambaran dunia global masa kini dan masa depan. Namun mereka mampu dan mau berjalan bersama, laksanakan berbagai kegiatan yang dirangkaikan dengan perayaan Hari Saraswati yang jatuh pada tanggal 25 September 2010, Saniscara Umanis, wuku Watugunung.

Tiba di pagi hari, mereka membawa berbagai perlengkapan untuk merangkai janur dan gebogan. Janur, ambu, kelapa, semat dari bambu, sampian penjor, parang, pisau, berbagai buah dan roti kukus, jaje uli dan jaje begina. Hmmm, sungguh membutuhkan kerjasama yang kompak untuk selesaikan pekerjaan mereka hingga tuntas. Mahasiswi bergerak menuju Aula, dan mahasiswa bergerak menuju sepanjang jalan yang telah ditentukan. Mereka bersiap membuat penjor dan gebogan.

Penjor adalah perlambang perjalanan hidup manusia dalam mendekati Tuhan, kemampuan mengendalikan panca indria, dan usaha untuk tumbuh semakin bijak dan arif. Gebogan merupakan sebuah rangkaian yang dipersembahkan bagi Tuhan, biasanya terdiri dari hasil bumi berupa buah, makanan (kue / roti) dan bunga.

Mahasiswa Muslim, Budha dan Kristen juga turut melibatkan diri, bahu membahu menyelesaikan Penjor dan Gebogan. Dari yang tidak pernah memegang busung dan semat, hingga yang sudah mahir menghias sebuah penjor dan merangkai janur. Lomba merangkai Penjor dilaksanakan sepanjang jalan yang mengarah menuju Langoon Resort & Spa dan Pura. Sedang lomba membuat gebogan dipusatkan di dalam Aula.

Hujan yang turun semakin lama semakin deras, tidak menyurutkan niat mereka. Ada yang memilih berteduh di teras gedung ruang kuliah, teras Aula, dan Gazebo yang terletak di pinggir jalan.Namun, namanya juga manusia yang masih membawa sisi manusiawi, datang dari berbagai latar belakang karakter kepribadian dan talenta, apalagi dalam fase remaja, banyak pola perilaku yang mereka perlihatkan. Gaya khas remaja, dengan senda gurau, dan berbagai komentar yang bermunculan selama kerja berlangsung, bahkan.... hingga ada yang menghindar dari tugas, dengan mojok, pacaran. Hweleh hweleh....

Namun ini lah dunia, anakku.... sebuah aktivitas kehidupan yang harus kalian jalani, baik dengan segala susah dan senangnya, dengan segala variasi yang ada, segala kekurangan dan kelebihan di antara kalian, yang akan sangat bermanfaat untuk membuat kalian tumbuh semakin bijak dan dewasa. Jangan pernah gampang untuk menyerah, ya? Berusaha lah selalu, tetap jaga spirit itu dalam hati kalian, jangan bunuh asa itu, sekecil apa pun nyala yang tersisa...

Bahkan, para pegawai dan dosen STPNDB, juga para ibu yang tergabung dalam Dharma Wanitanya, ikut berhujan ria menghaturkan ayah, nunas tirta ring Pura yang ada di sekitar kampus, ngias Pura, masang wastra, munggahan banten pejati ke seluruh pelangkiran di area kampus, jadi juri penilai Penjor dan Gebogan yang telah selesai dikerjakan para mahasiswa dan mahasiswi, dan.. beberapa pekerjaan lain yang berkaitan dengan Piodalan kali ini.

http://www.forumbudaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=161&Itemid=65 menjelaskan bahwa secara tradisional, gebogan adalah persembahan kepada Tuhan dan simbol dari segala sesuatu yang berasal dari alam. Tetapi sekarang, gebogan juga digunakan sebagai dekorasi di hotel, pesta, atau acara khusus.

Menurut I Gede Manik dalam http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1150&Itemid=96

Umat Hindu dari jaman dahulu sampai sekarang bahkan sampai nanti dalam menghubungkan diri dengan Ida Sanghyang Widi Wasa memakai symbol-simbol. Dalam Agama Hindu simbol dikenal dengan kata niasa yaitu sebagai pengganti yang sebenarnya. Bukan agama saja yang memakai simbol, bangsa pun memakai simbol-simbol. Bentuk dan jénis simbol yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama. Dalam upakara terdiri dari banyak macam material yang digunakan sebagai simbol yang penuh memiliki makna yang tinggi, dimana makna tersebut menyangkut isi alam (makrokosmos) dan isi permohonan manusia kehadapan Ida Sanghyang Widi Wasa. Untuk mencapai keseimbangan dari segala aspek kehidupan seperti Tri Hita Karana. Masyarakat di Bali sudah tidak asing lagi dengan penjor. Masyarakat mengenal dua (2) jenis penjor, antara lain Penjor Sakral dan Penjor hiasan. Merupakan bagian dari upacara keagamaan, misalnya upacara galungan, piodalan di pura-pura. Sedangkan pepenjoran atau penjor hiasan biasanya dipergunakan saat adanya lomba desa, pesta seni dll. Pepenjoran atau penjor hiasan tidak berisi sanggah penjor, tidak adanya pala bungkah/pala gantung, porosan dll. Penjor sakral yang dipergunakan pada waktu hari raya Galungan berisi sanggah penjor, adanya pala bungkah dan pala gantung, sampiyan, lamak, jajan dll. Definisi Penjor menurut I.B. Putu Sudarsana dimana Kata Penjor berasal dari kata “Penjor”, yang dapat diberikan arti sebagai, “Pengajum”, atau “Pengastawa”, kemudian kehilangan huruf sengau, “Ny” menjadilah kata benda sehingga menjadi kata, “Penyor” yang mengandung maksud dan pengertian, ”Sebagai Sarana Untuk Melaksanakan Pengastawa”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar