Jumat, 21 Januari 2011

psikologi Mashab ke Empat: Psikologi Transpersonal, Genre Baru

Perkembangan ilmu pengetahuan sungguh luar biasa. Banyak temuan baru, para pemikir dan praktisi yang terlibat, juga kemajuan teknologi, telah membuat berbagai kemajuan yang membantu kemudahan manusia memahami dan menjalani kehidupannya. Perkembangan itu sendiri melahirkan banyak sekali diskusi dan interaksi di tengah masyarakat.

Lahirnya Psikologi Transpersonal adalah karena adanya perdebatan mengenai penyakit jiwa, yaitu psikosis (schizophrenia). Pada tahun 60-an, behaviorisme memandang bahwa psikosis itu terjadi karena kesalahan akibat proses belajar yang keliru, kondisi jiwa tidak dibicarakan dalam behaviorisme. Tahun 1970-an, psikoanalisis memandang skizophrenia (penyakit psikosis) diakibatkan pengalaman traumatis, terutama pengaruh seseorang yang menderita kecemasan. Pengalaman traumatis itu terjadi karena represi ke alam bawah sadar, pengalaman spiritual dianggap sebagai perilaku obsesif dan pemenuhan keinginan dari masa kanak-kanak, jiwa diperhitungkan sebagai motif-motif bawah sadar, terutama seks. Dua puluh tahun berikutnya ada penjelasan neurokimiawi tentang skizophrenia, adalah “biologically-based brain disease”, kelompok ini menggunakan obat-obatan untuk penyembuhan skizoprenia

(http://anwarnasrul19.blogspot.com/2009/01/psikologi-transpersonal-genre-baru.html)

Pada tahun yang sama penggunaan obat-obatan ini justru mengantarkan banyak orang pada pengalaman spiritual pada realitas diluar realitas fisik. Sally Ciay adalah satu mantan pasien psikiatris, menulis artikel ”stigma and spirituality”, ia melaporkan pengalamannya selama ia menjadi pasien di Hartford Institute of Living (IOL) ketika ia didiagnosa menderita skizoprenia. Ia berkata bahwa ”not a single aspect of my spiritual experience at the IOL was recognized as legitimate; neither the spiritual difficulties nor the healing that occurred at the end”. Ia membantah bahwa memang ia menderita psikosis pada waktu itu. Tetapi di samping penderitaan karena penyakitnya itu, ia juga mendapat pengalaman spiritual yang dalam. Karena pengalaman ini diabaikan oleh petugas kesehatan, kesembuhannya mengalami hambatan.

Dari kalangan psikiater R.D. Laing dan John Perry mengkritik pandangan profesi mereka yang menganggap kegilaan sebagai penyakit. Menurut Laing, seorang skizoprenia memang gila, tetapi ia tidak sakit. Jiwa secara keseluruhan adalah sebuah lautan luas, yang kebanyakan tidak diketahui ego. Jadi seorang psikosis itu bersentuhan atau bahkan tenggelam didalamnya, ia sedang menempuh perjalanan berbahaya, mengarungi samudera jiwa untuk menemukan makna yang lebih dalam. Laing berkata psikosis bukanlah ”breakdown” tetap ”breakthrough”, bukan kehancuran tetapi terobosan. Laing adalah tokoh utama dari psikologi humanistis-eksistensial.

Pada intinya, setiap orang adalah unik dan berbeda satu sama lainnya. Maka, mereka juga harus diperlakukan berbeda, tidak bisa disamakan. Suatu situasi atau kondisi yang dihadapi, harus dilihat sebagai sebuah proses yang dihadapi dalam hidup ini, bukan sebagai sebuah problema, apalagi masalah yang akan membuat seseorang hancur, menderita selamanya. Jadikan masalah sebagai sebuah peluang dan tantangan yang harus dicari solusinya.

Istilah transpersonal pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam bahasa Jerman, yakni “uberpersnolich” (transpersonal) yang artinya kurang lebih sama dengan collective unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif Diri dll, yang beberapa di antaranya berkaitan dengan pengalaman-pengalaman spiritual (http://www.himawijaya.org/node/10)

Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat Ketuhanan.

Psikologi transpersonal sebagai kekuatan atau mazhab keempat dalam bidang psikologi itu sendiri dideklarasikan oleh Abraham Maslow. Di tahun 1968, ia mengatakan, “Saya melihat, psikologi humanistik sebagai angkatan ketiga psikologi sedang mengalami transisi, sedang mengalami persiapan menuju psikologi angakatan keempat yang lebih tinggi, transpersonal, transhuman, yang lebih berpusat kepada kosmos dari pada terhadap kebutuhan manusia, melewati kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri dan semacamnya.” Maslow menemukan bahwa aktualisasi diri pada beberapa orang memiliki frekuensi puncak atau transendensi, dan pada beberapa orang lagi tidak. Ini menegaskan suatu perbedaaan antara aktualisasi diri dan transendensi diri. Inilah alasaan mengapa ada suatu pergerakan dari psikologi humanistik ke psikologi transpersonal. Ada dua buku Maslow yang membahas masalah ini, yakni Toward a Psychologhy of Being (1968) dan The Farther Reaches of Human Nature (1971).

Lajoie & Saphiro (1992), dua pionir Psikologi Transpersonal mengungkapkan definisi terkini : Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness. Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden.

Psikoterapi dalam Psikologi Transpersonal (http://www.himawijaya.org/node/10) mempunyai pengertian terapi yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mental dan emosi, yang dilakukan dengan instrumen psikologi. Tentu saja terapi yang diberikan mempunyai banyak variasi, dengan menginduk kepada teori psikologi tertentu. Ambil contoh untuk psikoterapi analitis, sejenis terapi yang diberikan yang merujuk kepada teori psikoanalisa. Dalam pandangan psikoanalisa, gangguan kepribadian atau mental terjadi karena setiap orang memiliki semacam mekanisme pertahanan diri. Salah satu mekanisme tersebut ialah represi, yakni membawa ke pikiran bawah sadar (unconsciousness) berbagai pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan dan traumatis. Inilah yang menyebabkan gangguan kepribadian. Seorang ahli psikoterapi, jika merujuk teori ini, akan berusaha mengangkat kembali ke alam sadar, trauma dan pengalaman yang direpresi ke bawah sadar. Terapi seperti ini dinamakan asosiasi bebas. Si pasien di buat relaks, terkadang dihipnotis, dan dibiarkan bicara segala hal yang ada di pikirannya. Dari ucapan-ucapannya tersebut, seorang terapis akan menentukan motif-motif bawah sadarnya. Sedangkan psikoterapis behavioral, di mana gangguan mental disebabkan kegagalan dalam merespon stimulus dari lingkungan sekitarnya. Terapi yang diberikan adalah dengan memberikan pengondisian ulang respon-respon pasien terhadap suatu stimulus, agar menjadi lebih efektif dan rasional. Ini dilakukan dengan memberikan penghargaan atas suatu respon tertentu, dan memberikan hukuman atas respon lainnya, sehingga si pasien diarahkan pada kondisi respon yang tepat.

Landasan psikoterapi transpersonal adalah bagaimana memandang klien sebagai mahluk yang mempunyai potensi kesadaran spiritual, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan semesta. Dalam tataran praktisnya, proses gangguan mental, lebih diakibatkan faktor internal dalam dirinya yang tidak bisa menempatkan diri dalam bagian keseluruhan tersebut. Dalam beberapa metode, jenis terapi yang diberikan ada beberapa kesamaan dengan psikoterapi humanistik.

Konsep bahwa manusia menerapkan bagian yang tak terpisahkan dari semesta secara keselutuhan, sangat kuat dalam pandangan mistik Timur. Dalam agama hindu, kita mengenal konsep Hiranyagarbha, sebagai pikiran universal yang menjadi basis penciptaan dunia. Sehingga dengan mencoba menghubungkan dan menjernihkan pikiran kita dalam pikiran Brahman, dengan sendirinya potensi spiritual kita akan tergali. Dengan kata lain, jika dalam psikologi modern, terapi yang diberikan akan bersinggungan dengan biomedis, dalam psikologi transpersonal, terapi yang dikembangkan akan berhubungan dengan ritual-ritual yang dijalankan dalam tradisi-tradisi keagamaan. Cara pandang yang holistik, terutama dari mistik Timur, pada akhirnya membawa siginifikansi akan adanya pengaruh yang sangat kuat antara tubuh, pikiran dan jiwa. Apa yang memanifetasi dalam tubuh fisik, sebenarnya gambaran keadaan tubuh mentalnya. Demikian juga sebaliknya, gangguan fisik yang terjadi seringkali memengaruhi kondisi mental seseorang.

Dari sini kemudian penurunan lebih lanjut dari terapi dalam psikologi transpersonal adalah bagaimana agar si pasien bisa menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya. Langkah penyadaran diri ini ditempuh dengan pertama kali seorang klien mengidentifikasi proses dan mekanisme di dalam tubunya secara sadar. Terapi seperti ini dinamakan biofeedback. Pada daerah-daerah tertentu dipasang sensor elektronik, misalnya pada otot-otot tubuh. Sinyal elektronik ini diamplikasi menjadi bunyi atau nyala lampu, sehingga klien bisa melihat dan mendengar perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam kondisi normal ataupun abnormal, manakala ia memberikan semacam perubahan dalam proses fisiologi internal dirinya. Dalam beberapa penelitian, terbukti biofeedback sangat efektif untuk tujuan relaksasi tubuh. Menurunkan tingkat stress, dan gangguan-ganguan psikosomatis. Jantung berdebar, napas tidak teratur, tekanan darah tinggi adalah jenis-jensi penyakit psikosomatis yang berhasil disembuhkan dengan terapi ini.

Jenis terapi lainnya dengan tujuan yang sama, untuk relaksasi, ialah meditasi. Tentunya ada beberapa tingkatan meditasi, mulai dari hanya mengatur irama napas, sampai kepada meditasi tingkat tinggi yang membuka kesadaran-kesadaran di luar kondisi normal (altered states of consciousness). Ada juga terapi medan energi, seperti chikung, chkara, aura, yang merupakan badan energi atau benda mental yang juga sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan mental seseorang.

Biofeedback dan meditasi adalah jenis-jenis psikoterapi yang sangat umum dipakai oleh para ahli psikologi transpersonal. Tapi ada kecenderungan belakangan ini, terapi yang dipakai sudah agak meluas. Misalnya selain meditasi dan yoga, juga dibarengi dengan terapi menggunakan musik, terutama musik-musik religius, wangi-wangian (aromaterapi) dan visualisasi. Bahkan lebih jauh lagi, teknik-tenik yang biasa digunakan oleh para mistikus dari agama-agama lainnya, juga digunakan untuk terapi mental, seperti zikir, bacaan Kitab Suci, mantra, doa dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar