Senin, 25 Oktober 2010

Mayat Berjalan

Selasa, 26 Oktober 2010. Ujian Sidang Terbuka Promosi Doktor, Program Pascasarjana S3 Kedokteran UNUD: Ni Made Suaniti. Kadar Aldehid Dehidrogenase dan Fatty Acid Ethyl Ester sebagai Marka Biokimia Bertahan Lebih Lama daripada Etanol pada Tikus Wistar yang Diberikan Alkohol Peroral.

Konsumsi alkohol peroral secara berulang dapat menyebabkan penyakit alkoholik pada manusia. Bila seseorang minum alkohol terus menerus, enzim pencernaan yang mengoksidasi alkohol akan menjadi jenuh dan dapat meningkatkan Kadar Alkohol Darah dengan cepat. Nilai KAD yang tinggi dapat menimbulkan berbagai efek teknologi pada manusia sebagai penentuan KAD merupakan nilai yang penting dalam menentukan apakah seseorang alkoholik atau bukan. Penentuan tingkat konsumsi alkohol dengan mengukur KAD mempunyai keterbatasan waktu karena alkohol yang dikonsumsi akan menghilang dengan cepat dari peredaran darah. Untuk itu perlu dicari marka biokimia dari alkohol selain etanol yang dapat dideteksi dalam waktu lebih lama dalam tubuh.

Di Swiss dan Inggris, seseorang dilarang mengendarai mobil di jalan raya bila mempunya KAD 80 mg / 100 ml (Sutter 2002, Shepherd 2003). Di Indonesia, tingkat konsumsi alkohol terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun belum ditetapkan batas KAD dan KAU yang diperbolehkan bagi seseorang untuk mengendarai mobil di jalan raya.

Etanol yang dikonsumsi sebagian besar dimetabolisme dalam hati untuk hasilkan fatty acid ethyl ester (FAFE), etil glukuronida (ETG), dan etil sulfat (ETS), Wurst et al, 2003, Skipper et all 2004, Weinmann et all 2004, Constantino et all 2006, Dahl, 2006). Fafe juga disimpan dalam rambut, sehingga dapat dideteksi dalam rambut (Andreas et all 2000, Kintz et all 2008, Pragst & Yegles, 2008). Karena itu FAFE merupakan salah satu metabolit etanol yang spesifik dan dapat dilacak dalam kurun waktu yang lebih panjang dari kadar etanol.

Di Indonesia, penentuan tingkat konsumsi alkohol pada seseorang umumnya dilakukan dengan pemeriksaan etanol dalam darah. Konsumsi alkohol menimbulkan kerusakan hati, berarti kerusakan organ tersebut juga dapat digunakan sebagai marka biokimia untuk menentukan tingkat konsumsi alkohol.

Kerusakan hati ditandai dengan peningkatan kadar SGPT & SGOT dalam darah. Namun kadar SGPT merupakan marka kerusakan hati yang akut, sedang SGOT merupakan marka kerusakan hati yang kronis. Tingkat kerusakan hati biasanya dapat dilihat dari adanya peningkatan rasio SGPT / SGOT lebih dari 2 X angka normal (Wallach, 2004 & POA 2006) Karena itu nilai SGPT & SGOT juga merupakan marka biokimia bagi kerusakan hati karena alkohol. Namun, pemeriksaan ALDH dan FAEE mempunyai tingkat spesifitas yang tinggi dan lebih stabil, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian alkohol peroral secara berulang pada tikus wistar untuk mengetahui kadar ALDH & FAEE sebagai marka biokimia bertahan lebih lama daripada etanol.

Gol. A: Minuman beralkohol dengan kadar 1 - 15 % contoh, bir

Gol. B: Minuman beralkohol dengan kadar 15 - 20 % contoh, wine

Gol. C: Minuman beralkohol dengan kadar 21 - 55 % contoh, arak

Wah... bagus banget info ini, bagi kita semua, bagi kepolisian, terutama bagian forensiknya. Tapi kok, untuk sesudah kejadian, ya, baru diketahui hatinya hancur, dideteksi dari rambut. Kok ga sebelumnya kita2 tahu, mana yg kadarnya berlebihan, mana yg hasil oplosan, jadi, bisa mencegah, mengantisipasi. Semoga tidak ada korban lagi dah, apalagi... konflik karena minum dan mabuk. Methanol, buat pengawet mayat, dioplos dengan minuman beralkohol. Jadi deh... mayat berjalan. Hiiii

Ehm...

Tanya!!?

Kalau kerusakan hati... hati yang terluka, tersobek-sobek, sakit hati karena patah hati, bisa diteliti pakai ilmu forensik dengan fenomena nya apa aja ya? hehehe...


2 komentar: