Sabtu, 04 Desember 2010

Demi Anakku.....


Jum'at malam, 4 Desember 2010, sat kami duduk berkumpul bersama di malam hari, sekeluarga. Putra sulungku Adi Pratama, berkata, "Ma, besok diminta menghadap ke sekolah, Adi belum berhasil mencapai standar nilai kelas untuk satu mata pelajaran, Biologi". Hmmm. Pendidikan masa kini, berpatokan pada nilai angka.

Well. Sungguh berat juga dengan begitu banyak nya beban yang harus mereka tanggung. Banyak target materi yang harus mereka selesaikan, kurikulum standar yang dibebankan pemerintah. Tidak ku harapkan anak-anakku menjadi anak yang super duper genius dan harus mengikuti berbagai kursus, belajar, dan selalu belajar. Takut sekali jika anak-anakku stres lalu mengalami gangguan jiwa. Kusadari ini, karena semenjak dari baru mengenal sekolah, orangtuaku sudah menempatkan kami berempat pada sekolah terbaik di kota kami, dengan segudang aktivitas pelajaran, berbagai ekstrakurikuler, tugas yang harus dikerjakan di rumah, dan seabreg kegiatan lain, sehingga bahkan tidak sempat bermain bersama anak-anak tetangga di lingkungan sekitar dimana kami tinggal.

Dan...
Sabtu pagi ini, pk 8, kuajak si bungsu, Yudhawijaya, berangkat ke sekolah kakaknya, SMAN I Denpasar, yang terletak di jalan Kamboja, daerah Kereneng, Denpasar. Sekolah ini terkenal dengan semboyannya, Karmany Eva Dhikaraste Maphalesu Kadhacana.

Di sana, kami, para orang tua murid, dikumpulkan di ruang Multimedia, yang terletak di lantai 2. Hmmm, baru ku tahu, para orang tua yang dikumpulkan hari ini adalah orangtua yang anaknya tidak berhasil mencapai nilai standar kelasnya bagi satu hingga dua nilai mata pelajaran. Sedang yang tidak berhasil mencapai tiga mata pelajaran dan lebih, akan berkumpul di sekolah pada tanggal 20 Desember nanti.

Anakku tidak berhasil mencapai standar nilai kelas bagi mata pelajaran Biologi, penyebabnya adalah karena materi Biologi diberikan dengan pengantar bahasa Indonesia, kecuali saat disampaikan dengan menggunakan LCD projector, disampaikan dengan bahasa Inggris. Dan... Ujian disampaikan dengan menggunakan bahsa Inggris. Hmmm. Banyak pula murid yang gagal mencapai standar nilai kelas nya karena banyak kesibukan lain di sekolah, seperti mengikuti berbagai lomba, walaupun itu demi membawa nama sekolah mereka. Untungnya, anakku yang dapat mengikuti Lomba Olimpiade Poster dan Komputer dan meninggalkan ujian akhir semester di sekolah, berhasil mengikuti ujian susulan.

Ah....
Semoga anak-anakku berhasil melewati tiap ujian ini, tidak hanya di bangku sekolah yang diikutinya, namun juga berbagai ujian di berbagai ruang sisi kehidupannya. Tuhanku, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, jangan pernah lelah untuk selalu mendampingi dan menegur anak-anakku dan juga keluargaku...

2 komentar:

  1. ehmm makna pendidikan sudah berubah....mencerdaskan kehidupan bangsa itu amat undang undang dasar...bukan bikin stress anak bangsa,berapa banyak anak di negri ini gara2 nilai uan nya gak standar maka dia harus ngulang...padal dia anak cerdas,berapa biaya yg harus di keluarkan,trus beban moral si anak?apa di pikirin...bisa2 byk anak gantung diri gara2 gak lulus/nilainya jelek,buat saya pendidikan adalah mampu memanusiakan manusia menjadi manusia yg beradap ,toleran tinggi dan mempunyai budi pekerti yang luhur serta mandiri dalam kehidupan dan mampu mengambilkeputusan sesuai dengan nalar pikiran.

    BalasHapus