Selasa, 15 Mei 2012

Hari Kedua dan Ketiga Mertuaku Berpulang

Hari Kedua Mertuaku Berpulang

Pukul 4 pagi dini hari Minggu, Mei 2012. Iparku, Nyoman Sumadi, mempersiapkan mobil kijang biru tuanya untuk membawa jenasah. Kursi belakang mobil dibongkar, terpal digelar. Bapak mertua dinaikkan ke mobil melalui pintu belakang, diapit oleh suamiku dan ipar, Bli Made Miasa. 

Kami yang lain yang ditinggal di Denpasar, bertugas menunggu informasi selanjutnya. Wayan Adi Pratama dan Made Yudhawijaya, anak-anakku,  juga Made Dika, ponakanku, masih tertidur lelap. Iparku yang merupakan adik bungsu suami, Ketut Karmini, beserta suaminya, Agustinus Bheudema, kembali ke rumah sebelum kembali berangkat ke Singaraja dengan membawa 30 kg dry ice yang harus dibelinya terlebih dahulu di jalan Sidakarya, Sesetan.

Dengan mengendarai motor Mio suami, aku menghantar Nengah Smerti kembali bekerja di restoran di sebelah sekolah swasta terkenal di jalan PB Sudirman. Kemudian aku kembali pulang ke rumah untuk menyiapkan pakaian yang akan kubawa pulang kampung. Kuminta Ayu menyiapkan lauk pauk yang akan kubawa ke rumah ipar, agar anak-anak tetap terjaga pemenuhan kebutuhan akan makanan mereka.

Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Belum lama aku di rumah, mencuci dan menjemur baju, kuterima telpon dari Agus. Ia mengalami kecelakaan, terjatuh dari motor. Dia minta dibawakan obat-obatan di lokasi kejadian, jalan Belitung, dekat lapangan Pegok. Hmmm. Ada masalah di saat dibutuhkan konsentrasi tinggi. Kuhampiri dia dengan mengendarai motor dan berpakaian lengkap untuk sebuah perjalanan jauh, karena sudah hampir bisa dipastikan, dia tidak siap untuk mengambil dry ice dan membawanya menuju Singaraja.

Kutelpon anakku Adi, yang masih di jalan Antasura, untuk menyiapkan motornya, Yamaha Jupiter MX, agar bisa kubawa ngebut melintasi jalan raya untuk segera tiba di Singaraja. Kemudian aku menuju ke penyalur dry ice yang terletak di jalan Sidakarya. Ah ha. Baru kuketahui, pabrik dry ice di Surabaya sedang dalam kondisi rusak, dan paket pengiriman berikut baru akan tiba esok siang. Sementara bersama ku, ada 2 rombongan yang juga membutuhkan dry ice untuk mengawetkan jenasah. Namun akhirnya, berkat perjuangan gigihku, juga disertai doa pada Tuhan, dan berkah dari bapak mertua, bisa kudapatkan 20 kg dry ice. Diletakkan dalam box berbahan gabus putih padat ber lakban, diikat erat di bagian belakang boncengan motorku yang sudah terisi bensin penuh, aku mampir di rumah ipar, jalan Antasura.

Mampir di rumah ipar, aku mendapati Yudha sedang bermain bersama Dika. Adi sedang memberi makan ikan lele dan kodok yang merupakan ternak peliharaan iparku. Kuletakkan makanan yang kubawa dari rumah, berpamitan pada mereka semua, dan segera meluncur ke Singaraja.

Melaju menembus jalan raya Denpasar – Gilimanuk, menerobos hutan Bading Kayu, dan tiba di Desa Dapdap Putih dengan berkali lepas rantai motor, aku harus rehat sejenak di sebuah bengkel. Motorku butuh perbaikan. Kusempatkan minum air putih sambil ber santai sejenak. Kubiarkan boks berisi dry ice tetap terikat rapi di jok sadel sepeda motorku bagian belakang.

1337091035203344175

Dua jam 30 menit kemudian, aku tiba di halaman rumah di kampung halaman, di Pangkung Singsing, di Dusun Asah Badung, Desa Sepang Kelod, Desa Adat Sepang, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng. Di tengah jalan sempat aku berpapasan dengan ipar, Nyoman Sumadi, yang sedang mengendarai Kijang Biru Tuanya. Dia mengatakan akan berangkat menuju Desa Kapal, Badung, untuk memesan Tabla / Wadag bagi jenasah, lanjut kemudian ke Klungkung, untuk menyampaikan informasi pada para keluarga, juga membuat banten untuk persiapan nunas tirta.

13370911361974016114

Di rumah sudah ramai orang mulai berdatangan. Para pria membangun rompog / tenda yang ditopang dengan tiang bambu. Para perempuan mejejaitan dan mecik jaje untuk banten. 

1337091261672558870


13370915431076292316

Aku mulai membuka kotak berisi dry ice, dengan dibantu oleh para kerabat dan suami, membelah dry ice menjadi potongan kecil dengan sebuah kapak. Lalu membuka lembaran kantung plastik yang kubeli dijalan, menjejali potongan dry ice ke dalamnya, lalu me lakban kantung tersebut sebelum kemudian diletakkan di sekujur tubuh bapak mertua.

1337091651470206555

Nyoman Kopat panggilannya. Dia adalah seorang cucu yang sangat mencintai sang kakek. Matanya memerah, meski tidak menangis, namun terlihat jelas wajahnya sungguh sedih bermuram durja.

1337091920215618645

1337091788645200237

Meski dia tidak bersama kakek tatkala sang kakek berpulang, namun sungguh lama waktu yang telah mereka lewati bersama. Maka, tak heran, ikatan batin sangat kuat terasa antara cucu dan kakeknya.

13370919511009753471

Hari dengan cepat beranjak malam.

 Hari Ketiga Mertuaku Berpulang

Senin pagi, 7 Mei 2012. Pukul 7 pagi, rombongan berikutnya tiba dari Denpasar. Anak bungsuku, ipar2ku dan anak2 mereka. Kaum pria anggota banjar kembali tiba dan melanjutkan membangun tenda. Kaum perempuan anggota banjar menanding banten.

Setelah selesai dengan urusan dapur, mulai dari mempersiapkan bumbu, memasak untuk sarapan, menata kue, aku berpamitan dengan seluruh kerabat untuk bergerak menuju Denpasar.

Waktu menunjukkan pukul 10.30 tatkala aku tiba di SMAN I Denpasar. Kutemui guru piket, dan menjelaskan mengenai rencana Ngaben kakek Adi pada guru piket, dan memohon ijin untuk berjumpa dengan nya.Berbincang sejenak dengan Adi, aku pamit melanjutkan perjalanan. 

Suami meminta menghubungi Jero Gede Tanjung, dari kawitan Gede Tanjung Klungkung, tempat dimana leluhur bermula.

Ah, entah dimana harus kutemui Beliau. Hanya pernah kukunjungi sekali pada saat sepuluh tahun lalu, ketika ibu mertua berpulang. Dan itu pun di malam hari, dengan diantar oleh Mbok Mang Dari. Maka, kutelusuri jalan Cekomaria di Peguyangan Kaja, tembus di Banjar Cengkilung, Peguyangan Kangin. Bertanya hanya 2 kali dengan orang yang kujumpai di jalan, kutemui rumah Beliau, Jero Gede Tanjung Agung Suputra. Astungkara, Tuhan. Hanya berkat Mu lah, kudapat menyampaikan pesan dari keluarga besarku, dan sekaligus mengundang Beliau untuk hadir pada upacara pengabenan bapak Mertua ku.

13370920711206087589

Bahan untuk pretima yang kulihat di rumah Jero Gede Tanjung Agung Suputra, di Banjar Cengkilung, Peguyangan Kangin.

13370925281975033495

Setelah berdikusi, aku mohon pamit. Lalu mampir di rumah ipar, di Jalan Antasura, Gg. Sutra, mengambil laptop yang kutinggal kan di sana, memberi makan anjing peliharaan keluarga, dan menuju jalan Sidakarya, kembali kuambil masing-masing dua boks berisi 15 kg dry ice, total 30 kg. kuikat di bagian belakang motor,  dan melanjutkan perjalanan kembali menuju Singaraja, Asah Badung.

Tiba pukul 5 sore hari, masih ramai anggota banjar yang berkumpul. Sisa hujan deras masih terlihat basahi berbagai sudut halaman. Pukul 6 sore anggota banjar tuntas dengan aktivitas hari itu. Kami membersihkan halaman, membersihkan diri, dan menikmati makan malam ala kadarnya.

13370944231364326589

Menjelang malam, beberapa anggota banjar kembali megebagan, menemani sang empunya karya menuntaskan berbagai kerja tersisa. Kemudian kami merebahkan badan untuk beristirahat.

1337092620592163368
Dalam beragam gaya tatkala tertidur

1337095007928392491

Hingga yg ber galang beras.....

13370953981685885430


Lelah kah aku?? Sudah jelas. Aku hanya seorang perempuan biasa. Bukan apa-apa dan juga bukan siapa-siapa. Namun kita sebagai manusia, umat ciptaan Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diberikan kebijakan untuk berkembang menjadi smakin kian dewasa dari hari ke hari. Sekarang, tergantung diri kita, apakah mau menggunakan kesempatan ini dengan baik, atau hanya menekankan egosi semata. Di saat begini, kita diminta bijak menyikapi berbagai situasi dan kondisi yang kita hadapi..... bukan dengan tuntutan untuk mencapai kesempurnaan, namun untuk bersikap bijak dan dewasa.....

Hari sudah sungguh larut malam, tatkala kurebahkan tubuh di samping ponakan ku, Putu Diah Trisna Septiani, di lantai dapur kami, dengan beralas plastik dan ber galang beras se kampil......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar